Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 28 January 2014

Said Aqil Siradj: Tuhan Tidak Galak


Menurut sebagian besar ulama, kegiatan dakwah atau ajakan untuk berbuat baik sesuai yang diperintahkan Allah merupakan salah satu kewajiban bagi setiap muslim, tak terkecuali. Baik dilakukan secara lisan, tulisan, maupun tindakan—sesuai kemampuan, “ballighuni walaw ayah”.

Dalam Al-Qur’an sendiri, kata dakwah ditemukan tidak kurang dari 198 kali dengan makna yang berbeda-beda. Setidaknya ada 10 macam, yakni mengajak dan menyeru, berdoa, mendakwa, mengadu, memanggil, meminta, mengundang, malaikat Israfil, gelar, dan anak angkat—yang kesemuanya jika digeneralkan berarti merujuk pada kegiatan memanggil. Ini menunjukkan betapa pentingnya kegiatan berdakwah.

Namun demikian, tingginya semangat dakwah yang terjadi akhir-akhir ini, menurut KH. Said Aqil Sirodj kurang dibarengi dengan kesadaran pentingnya menjaga nilai-nilai toleransi. Hal ini diakibatkan merosotnya akhlak atau etika masyarakat yang kadung lebih sering mendapat pengajaran mengenai akidah dibanding masalah akhlak.

Padahal, masalah akhlak ini sangat penting. Bahkan, dalam Al Qur’an sendiri, Allah menyebutkan perintah berperilaku yang baik itu lebih banyak dibandingkan dengan perintah mengenai akidah.

Misalnya masalah jilbab. Allah menyebutkan perintah memakai jilbab hanya satu kali. Sedangkan, perintah untuk berbuat baik, saling memaafkan, saling berbuat adil, menuntut ilmu, jangan bakhil, hampir di setiap surat ada.

Begitu pun dengan ayat yang menjelasakan hal-hal tentang larangan memakan bangkai, babi, dan darah, itu disebutkan cuma sekali. Tapi ayat yang menerangkan ikhlas, sabar, wara, harus berpihak pada kebenaran, dan akhlak yang menyangkut hubungan baik antar makhluk, sangat banyak.

“Kita jangan hanya berbicara akidah saja, tapi juga harus menyampaikan bagaimana akhlak atau etika dalam Islam,” kata Ketua Umum PBNU KH, Said Aqil Sirodj dalam ceramahnya beberapa waktu lalu dengan tema “Islam dan Kebangsaan” di Masjid Sunda Kelapa.

Kewajiban manusia hanya untuk mengajak, memanggil, menyeru, berdakwah pada jalan-Nya. Namun, hidayah datang hanya dari Allah. Jadi, orang yang memaksa masuk islam atau orang yang memaksa orang untuk berbuat seperti yang diperintahkan Allah dengan paksa, berarti galaknya lebih daripada Tuhan. Apa yang kita sampaikan sesuai kemampuan kita. Allah lah yang menentukan apakah ia dapat hidayah atau tidak.

Contohnya paman Nabi Muhammad Saw. yang begitu semangat mendampingi dakwah Nabi, tapi sampai ajal menjemput, Allah tidak mengizinkan ia mendapat hidayah. Begitu pun dengan anaknya Nuh As. atau isterinya Luth.

“Tuhan saja Maha Mengampuni. Tuhan tidak galak. Tapi lah kok para khotib senang menakut-nakuti neraka. Khutbah dari awal sampai akhir isinya neraka semua. Lah orang akhirnya pada kabur, wong islam isinya kalajengking, siksa, paku, neraka,” lanjut pimpinan Pondok Pesantren di Cirebon ini.

“Jangan hanya bicara surga-neraka saja. Kalau hanya bicara itu orang akan takut. Kita harus bicara bagaimana memanusiakan manusia. Kita angkat terlebih dahulu manusia sebagai makhluk yang terhormat, baru bicara yang lain. Setelah itu barulah kita sampaikan, bahwa manusia itu harus begini, tidak boleh begitu, dan lain sebagainya,” tambahnya.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *