Satu Islam Untuk Semua

Monday, 21 July 2014

Saat Piring dan Meja Melayang


mondoweiss.net

Suatu senja di Gaza, 8 Juli 2014. Ufuk jingga mulai mewarnai langit Gaza, pertanda azan Maghrib sebentar lagi menggema. Walaa Ghussein, bersama ayah ibu dan saudara-saudaranya duduk mengelilingi meja makan. Ibunya sudah menata rapi hidangan buka nan lezat. Bau harum makanan memenuhi ruangan, membuat perut-perut di rumah itu semakin keroncongan.

Tiba-tiba suara ledakan terdengar sangat keras dan dekat. Dalam radius 10 meter dari rumah mereka, sebuah bom kiriman pesawat F16 Israel jatuh dan meledak. Serpihan bom melesat kemana-mana. Dalam hitungan detik, debu tebal segera menyelimuti kawasan itu. Di rumah Walaa, benda-benda terbang berseliweran; piring, gelas, makanan yang mestinya mengenyangkan orang serumah, bahkan pecahan meja dan jendela. Kedelapan Muslim di rumah itu panik. Mereka berusaha menyelamatkan diri, menyerbu masuk kamar mandi kecil dan berdempetan di dalamnya.

Walaa Ghussein

Rumah Walaa terbungkus debu dan dilahap api. Menyaksikan itu, tetangga-tetangga Walaa berhamburan keluar rumah dan berteriak histeris. Tapi Walaa dan keluarganya sudah tak memperdulikan rumah mereka. Masih syukur mereka selamat dan tak jadi martir. Lepas mengambil barang-barang yang sekiranya bermanfaat, mereka lalu pergi meninggalkan rumah itu.

Sungguh berbeda sekali nasib keluarga Walaa dengan para pemukim Israel. Di sana, jika sirene tanda bahaya berdengung, para pemukm tinggal lari memasuki tempat berlindung. Tanpa harus dibayangi rasa takut kejatuhan reruntuhan rumah. Sementara saat F-16 Israel membombardir Gaza, warga di sini tak punya tempat berlindung sama sekali. Berapa jumlah korban tewas dan terluka di Gaza dalam insiden pengemboman? Dan berapa jumlah korban terluka saja, bukan yang tewas, di pemukiman Israel saat dikabarkan roket Hamas datang menyerang?

Bom-bom yang dimuntahkan F-16 Israel telah memusnahkan kehidupan keluarga-keluarga di Gaza. Orang tua terpaksa kehilangan anak buah hati mereka, anak harus kehilangan orang tua tempat bersandar. Andai saja warga Gaza menangis, mungkin air mata mereka akan mengalir bak sungai yang bermuara sampai ke Samudra Atlantik. 

Kenapa Israel hanya memerangi ‘teror’? Apakah kejahatan perang, pembunuhan massal dan hukuman kolektif yang diterapkan Israel di Gaza bukan teror dan tidak layak diperangi? Bagaimana pemukim Israel bisa duduk santai di perbatasan dan menonton bahkan bergembira ria menyaksikan pembantaian yang sedang berlangsung di Gaza? Ini membuktikan bahwa Israel sama sekali tidak ingin perdamaian sebagaimana klaim mereka.

Perang yang tengah berkecamuk di Palestina bukan perang antar negara. Tapi agresi brutal rezim Israel. Karena itu, warga Palestina berhak melawan agresor dan mempertahankan tanah air mereka. Mereka juga berhak menentukan siapa yang akan memerintah mereka, Hamas atau Fatah.  

Sejuta delapan ratus ribu warga Gaza berhak menikmati hak-hak dasar mereka. Dan itu akan terjadi jika Israel menghentikan agresinya. [A/electronic resistence] 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *