Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 20 September 2014

Rokok Pangkal dari Alkohol dan Narkoba


Maraknya penggunaan narkoba pada remaja dan di lingkungan sekolah dan kampus semakin mengkhawatirkan. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar menilai merokok merupakan penyebab utama dari  penggunaan alkohol dan narkoba.

“Rokok itu membuat remaja menjadi candu dan juga membangkitkan rasa penasaran untuk mencoba yang lain. Akibatnya mulailah mereka mencicipi  alkohol dan berlanjut pada narkoba,” kata Linda. 

Ditambah, saat ini rokok sangat dijual bebas dengan harga yang sangat murah bahkan bisa eceran, sehingga bisa dibeli oleh anak-anak.

“Sekarang kalau kita lihat di jalan-jalan, anak-anak merokok, hari ‘gini’ masih banyak yang merokok, padahal pendidikan sudah meningkat, informasi tentang bahaya merokok di mana-mana,” katanya.

Linda juga menyayangkan masih banyaknya iklan, baliho dan rokok di mana-mana, dan imbauan bahaya merokok tidak membuat perokok jera.

“Stereotip perokok di iklan-iklan itu seolah-olah mereka ‘macho’, keren dan modern, itu ‘kan pemikiran yang salah, karenanya harus diberikan pemahaman kalau rokok itu berzat kimia yang mematikan,” katanya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Lentera Anak Indonesia Heri Chariansyah menilai rokok di Indonesia dipersepsikan dengan hal yang sangat biasa, bahkan untuk anak-anak.

“Di mana lagi negara yang ada ‘baby-smoker’-nya, di Indonesia ini sudah jumlah perokoknya tertinggi di dunia,” katanya.

Selain itu, dia mengatakan rokok diiklankan dengan sangat baik padahal kenyataannya jauh sekali dengan itu karena bisa merusak kesehatan, bahkan menimbulkan kematian.

“Di Indonesia harga rokok murah sekali Rp10.000 per bungkus dan bisa diecer, sementara di Singapura bisa sampai Rp100.000 per bungkus, gimana enggak banyak anak-anak muda merokok karena harganya terjangkau, ditambah bisa diecer,” katanya.

Heri mengimbau perlu adanya regulasi yang tegas dari pemerintah terkait rokok, sehingga penggunaannya bisa dikendalikan untuk memperbaiki generasi penerus bangsa ini.

“Menghadapi bonus demografi ini, Indonesia dalam hal rokok itu masih jauh tertinggal dengan Malaysia, Singapura dan Tiongkok. Kalau tidak segera ditangani, maka bukan terjadi bonus, tetapi musibah demografi,” katanya.

Terkait dengan bahayanya rokok, LPPOM MUI menolak permohonan proses sertifikasi beberapa perusahaan rokok. Penolakan tersebut, karena ada Fatwa MUI yang mengharamkan rokok, walaupun pengharamannya tidak bersifat mutlak. Sebab beberapa ulama ada pula yang berpendapat lain, yakni memakruhkannya, tidak sampai mengharamkan secara total.

Demikian dikemukakan Wakil Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Ir. Muti Arintawati, M.Si. “Kalau suatu produk telah diindikasikan kuat mengarah kepada yang haram, maka produk itu tidak akan disertifikasi halal oleh LPPOM MUI,” tuturnya. 

Dalam fatwa yang ditetapkan dalam Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa MUI se-Indonesia tahun 2009 tersebut, keharaman rokok terutama ditujukan bagi wanita hamil, anak-anak dan di tempat umum yang mengganggu orang banyak.

(Wahyu/berbagai sumber)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *