Satu Islam Untuk Semua

Monday, 30 December 2013

Ratusan Anak Muda Hadiri Peluncuran ‘Slilit Sang Kiai’


Suasana peluncuran buku Slilit Sang Kiai di Yogyakarta (foto:hendijo)

Cak Nun sendiri mengaku “gembira sekaligus sedih” dengan peluncuran kembali buku yang pertama kali diterbitkan pada 1991 itu. Ia merasa gembira karena dengan diterbitkannya kembali buku Slilit Sang Kiai, setidaknya generasi muda bisa kembali mengkritisi apa yang ia tulis puluhan tahun lalu itu. Sedihnya, Cak Nun melihat apa yang ia kritik dari bangsa ini puluhan tahun lalu ternyata saat ini masih terjadi dan malah semakin menggila.

Banyak hal yang ditulis  Emha Ainun Najib (Cak Nun) dalam buku Slilit Sang Kiai puluhan tahun lalu ternyata masih relevan hingga kini. Demikian pernyataan akademisi Universitas Gajah Mada (UGM) Dr. Najib Azca di sela-sela peluncuran buku tersebut di Jalan Barokah  287 Kadipiro, Yogyakarta pada Kamis malam (26/12).

“Keabadian pesan-pesan yang disampaikan Cak Nun dalam buku ini begitu kuat,”ujar dosen FISIP UGM tersebut.Najib menyebut salah satu tulisan pertama yang dijadikan judul buku tersebut yakni Slilit Sang Kiai sangat relevan dengan kondisi saat ini. Menurutnya, jika seorang kiyai bisa “terhalang” masuk sorga hanya karena ia mengambil bagian kecil kayu yang diambil dari pagar orang lain untuk mengambil slilit (sisa makanan) yang nyelip di sela-sela giginya tanpa izin, maka apa yang terjadi dengan  para koruptor seperti Aqil Mochtar yang mengambil hak rakyat begitu besar untuk kepentingan pribadinya?

 ” Di sini saya melihat kepiawaian Cak Nur dalam mengungkapkan ironi-ironi dari bangsa ini dalam bahasa nyantai,”ujar Najib.

Agak berbeda dengan Najib Azca, Toto Rahardjo menyoroti buku yang diterbitkan kembali oleh Mizan Pustaka ini berisi hal-hal yang sangat universal dan bisa dimengerti oleh siapa saja. Menurut aktivis sosial dari Yogya itu, buku Slilit Sang Kiai menjadi jembatan dua pihak yang selama ini mengalami gap: dunia para aktivis dan dunia santri.

“Jika selama ini kaum santri tidak mengerti apa yang disampaikan kaum akademisi dan begitu juga sebaliknya, buku Cak Nun ini justru bisa dimengerti oleh keduanya,”ujar Toto.

Saat diminta tanggapannya, Cak Nun sendiri secara pribadi mengaku “gembira sekaligus sedih” dengan peluncuran kembali buku yang pertama kali diterbitkan pada 1991 itu. Ia merasa gembira karena dengan diterbitkannya kembali buku Slilit Sang Kiai, setidaknya generasi muda bisa kembali mengkritisi apa yang ia tulis puluhan tahun lalu itu. Sedihnya, Cak Nun melihat apa yang ia kritik dari bangsa ini puluhan tahun lalu ternyata saat ini masih terjadi dan malah semakin menggila.

” Dulu saat menulis buku ini saya masih memiliki harapan besar semua yang terjadi saat ini tidak akan terjadi, tapi nyatanya, anda tahu sendiri Indonesia seperti apa sekarang…”ujar budayawan asal Jombang tersebut.

Peluncuran kembali buku Slilit Sang Kiai sendiri mendapat sambutan antusias dari kalangan muda di Yogyakarta. Itu terbukti dengan kehadiran sekitar 500 mahasiswa, santri dan akademisi yang memenuhi aula tempat tinggal Cak Nun di Kadipiro tersebut. Diskusi buku ini pun berlangsung hangat dan seru hingga waktu mendekati tengah malam. 
Sumber: Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *