Satu Islam Untuk Semua

Monday, 20 February 2017

Prof. Sumanto dan Abdillah Toha Prihatinkan “Akal Sehat” Umat


islamindonesia.id – Prof. Sumanto dan Abdillah Toha Prihatinkan “Akal Sehat” Umat

 

Seperti yang pernah disinggung oleh KH. Ahmad ‘Gus Mus’ Mustafa Bisri, istilah ulama di Indonesia termasuk definisi ‘karet’. Akibatnya, tidak sedikit yang diberi gelar ulama meski secara keilmuan dan integritas moral belum layak. Demikian halnya juga dengan gelar ‘ustadz’ dimana Gus Mus menyebut, “Kalau sudah pernah tampil di TV adalah ustad. Asal pinter jubahan meski kelakuane (kelakuannya) preman.”

Fenomena yang mewarnai umat Islam Indonesia ini, tambah Prof. Sumanto Al-Qurtuby, memang antik. Alih-alih dijadikan rujukan, orang yang telah memenuhi paling tidak kriteria-minimal sebagai ulama, disesatkan bahkan dikafirkan.

“Bagaimana tidak? Para sarjana dan ilmuwan hebat yang berpuluh-puluh tahun mendalami kajian keislaman, bergelar profesor doktor, menulis puluhan buku dan karya akademik lain, dan jelas-jelas memenuhi kualifikasi sbagai seorang alim / ulama tidak dianggap ulama, tidak dijadikan panutan, eh ironisnya, malah dicaci-maki dan dikafir-liberal-Syiahkan,” kata dosen di di King Fahd University of Petroleum & Minerals.

Sebut saja mereka yang mengalami hal ini, lanjut Sumanto, ialah Quraisy Shihab, Azyumardi Azra, Syafi’i Ma’arif, Said Aqiel Siradj, dan masih banyak lagi. Tetapi, lucunya, para dai atau penceramah yang pandai membual mengisi pengajian, ustadz karbitan, khatib provokator, seleb mualaf, atau tukang demo malah dianggap ulama, dijadikan panutan, dan dipuja-puji dengan histeris.

“Oh Tuhan YME. Jika kalian tidak bisa membedakan mana alim-ulama dan mana penceramah/khotib atau “ustad karbitan”, mungkin akan lebih baik jika kalian kembali lagi saja jadi sperma daripada malu-maluin jadi manusia…” katanya via akun facebooknya.

Hal senada juga diutarakan oleh pengamat sosial-budaya dan keagamaan, Abdillah Toha. Ia memandang “definisi karet” soal ulama ini tak lepas dari akal sehat sebagian umat Islam Indonesia.tan, eh ironisnya, malah dicaci-maki dan dikafir-liberal-Syiahkan.

Tetapi, lucunya, para dai/penceramah unyu-unyu yang pandai membual mengisi pengajian, ustad karbitan, khotib provokator, seleb mualaf, atau tukang demo malah dianggap ulama, dijadikan panutan, dan dipuja-puji dengan histeris. Oh Tuhan YME. Jika kalian tidak bisa membedakan mana alim-ulama dan mana penceramah/khotib atau “ustad karbitan”, mungkin akan lebih baik jika kalian kembali lagi saja jadi sperma daripada malu-maluin jadi manusia…

“Memang, akal sehat sebagian umat termasuk yang katanya terpelajar sudah sangat memperihatinkan. Semoga Allah menolong kita semua,” kata Abdillah menanggapi pendapat Sumanto via akun twitternya.

Mengutip Ahmad Sarwat Lc., MA, Abdillah menjelaskan, yang disebut ulama dalam arti sebagai ahli dalam agama Islam, paling tidak harus menguasai ilmu-ilmu tertentu, seperti ilmu Al-Quran, ilmu hadits, ilmu fiqih, ushul fiqih, qawaid fiqhiyah serta menguasai dalil-dalil hukum baik dari Quran dan Sunah. Juga mengerti masalah dalil nasikh mansukhdalil ‘amm dan khash, dalil mujmal dan mubayyan dan lainnya.

“Dan kunci dari semua itu adalah penguasaan yang cukup tentang bahasa Arab dan ilmu-ilmunya. Seperti masalah nahwu, sharf, balaghah, bayan dan lainnya. Ditambah dengan satu lagi yaitu ilmu mantiq atau ilmu logika ilmiyah yang juga sangat penting,” katanya.

Juga tidak boleh dilupakan adalah pengetahuan dan wawasan dalam masalah syariah, misalnya mengetahui fiqih-fiqih yang sudah berkembang dalam berbagai mazhab yang ada.

Semua itu merupakan syarat mutlak bagi seorang ulama, agar mampu mengistimbath hukum dari Quran dan Sunah.
“Juga, ulama dalam kehidupan modern saat ini tidak bisa mengisolasi diri dari perubahan dan kemajuan ilmu pengetahuan yang sangat pesat dalam beberapa dekade terakhir, dan karenanya pula dalam hal-hal tertentu tidak dapat menafsirkan ajaran Islam yang terlepas dari pemaknaan secara multi disiplin.”

Diluar itu, dan yang terpenting adalah syarat khasyiya rabbah, takut kepada Sang Pemelihara, bagi ulama. “Sesungguhnya yang takut (khasyiya) kepada Allah di kalangan hamba-hambaNya hanyalah para ulama”. (QS. 35:28)

Khasyiya menurut Dr. Quriash Shihab berarti takut yang bercampur kekaguman atas keagungan Tuhan. Manusia yang beginilah yang kemudian menjadikan dirinya rendah hati dan memiliki akhlak yang mulia, serta terus menerus menggali kedalaman tuntunan agama dengan niat yang tulus.

Berapa banyak kiranya mereka yang menyebut dirinya ulama, kiai, ustad, atau habib, di negeri kita yang memenuhi semua persyaratan diatas?[]

 

YS/ Islam Indonesia

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *