Satu Islam Untuk Semua

Friday, 18 August 2017

Pilih Dendam atau Memaafkan? Ini Dampaknya Menurut Riset  


islamindonesia.id – Pilih Dendam atau Memaafkan? Ini Dampaknya Menurut Riset

 

Banyak hal buruk dalam hidup terasa seperti meminta dibalas dengan keburukan yang lebih mengerikan lagi daripada sebelumnya. Dimulai dari rusak parahnya cat mobil karena tergores mobil orang lain di jalan sempit karena dipaksakan oleh pengendara lain di jalan raya, hingga tekanan mental dari orang-orang tertentu dalam kasus kekerasan. Namun, apakah pembalasan adalah solusi terbaik? Benarkah dengan memberi karma secara langsung kepada penjahat itu mampu memberikan hal setimpal bagi mereka dan memberi kita kepuasan diri sepuas-puasnya?

Menurut Michael E. McCullough, penulis Beyond Revenge: Evolution of the Forgiveness Instinct, balas dendam adalah sifat universal manusia berbentuk emosi negatif yang kuat karena telah diperlakukan tidak menyenangkan oleh orang lain. Parahnya, menurut berbagai penelitian, ketika dendam disimpan dalam jangka waktu lama, orang-orang yang menyimpan dendam lebih sering mengalami depresi, cemas, dan rasa permusuhan. Namun, menurut Hank Pellissier, ia yang mampu melepaskan perasaan marah saat mereka dianiaya mengalami kesejahteraan psikologis yang lebih besar.

 “Pembawa perdamaian, penyair, serta peneliti setuju, pengampunan menyembuhkan sakit dan bagus untuk pengampunan – bahkan bagi anak muda sekalipun” – Anonim

Terlepas dari beberapa hasil penelitian tentang dampak dari memaafkan dan tidak memaafkan trauma yang terjadi pada seseorang, serta labelling sosial untuk orang-orang pemaaf adalah lemah, memberi pengampunan pada penjahat-penjahat itu mampu melepaskan emosi negatif dari rasa dendam. Selain itu, pikiran bisa langsung fokus pada perihal yang lebih penting dan hidup kita akan dikelilingi emosi positif. Munculnya rasa pengertian, empati, dan kasih sayang terhadap orang yang menyakitimu malah akan muncul.

Menurut Loren Toussaint, memberi pengampunan pada orang-orang jahat mampu membuat kesehatan kita lebih terjaga. Penyebabnya karena jika kita terus menerus memikirkan kebencian, zat kimia stres, seperti adrenalin, kortisol, dan norepinephrine masuk terus menerus pula ke dalam otak kita. Zat-zat tersebut menghambat kemampuan pemecahan masalah otak, kreativitas, penalaran, kontrol impuls, dan penurunan fungsi akademik karena memunculkan emosi negatif berbentuk ketakutan dan kemarahan.

Tetapi, pengampunan yang menyehatkan hanya diartikan sebagai pelepasan energi buruk dalam diri kita karena pengampunan tak selalu menganggap kejahatan tersebut adalah hal biasa atau kejahatan tersebut baik-baik saja untuk dilakukan. Sikap pemaaf, menurut Hank Pellissier, dapat membantu seseorang untuk pulih dari rasa sakit itu daripada terjebak oleh situasi trauma ketika kejahatan itu baru saja terjadi. Ketika kita mengingat kejadian yang menyakitkan tersebut, ingatan kita otomatis flashback merespons stress yang terjadi saat itu.

Rekomendasi terbaik bagi orang-orang untuk kepuasan diri sendiri jangka panjang bisa dilakukan dengan mengampuni orang-orang jahat. Hal itu, menurut Kira M. Newman, meski menyimpan dendam atau membalaskan dendam cukup menenangkan dalam jangka pendek, kesehatan psikologis kita rusak dalam jangka panjang. Akhirnya, pendekatan terbaik yang dapat dilakukan adalah menjaga diri tetap rileks dan aman sampai kita merasa cukup kuat untuk menghadapi rasa sakit setelah melewati masa-masa trauma tersebut.

 

EH / Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *