Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 02 November 2016

Peserta Demo 4 November Layak Renungkan Pesan Habib Ali al-Jufri ini


islamindonesia.id – Peserta Demo 4 November Layak Renungkan Pesan Habib Ali al-Jufri ini

 

Sudahkah Anda mengenal siapa sosok Habib Ali al-Jufri?

Habib bernama lengkap Ali Zainal Abidin bin Abdurrahman al-Jufri ini dilahirkan di kota Jeddah, Arab Saudi tepat sebelum fajar pada hari Jumat, 16 April 1971 bertepatan 20 Safar 1391 H, dari orang tua yang masih keturunan Imam Husein bin Ali bin Abi Thalib ra.

Habib Ali al-Jufri mempunyai penampilan fisik yang menonjol: tampan, berkulit putih, tinggi, besar, berjenggot tebal dan rapi tanpa kumis, sehingga kehadirannya di suatu majelis sering menyita perhatian orang.

Tetapi kelebihannya bukan itu, jika berbicara di forum, orang akan dibuat kagum dengan penguasaannya dalam ilmu Agama cukup luas dan mendalam serta kaitannya dengan masalah-masalah kontekstual di era modern.

Intonasi suaranya membuat orang tak ingin berhenti mengikuti pembicaraannya. Pada saat tertentu, suara dan ungkapan-ungkapannya menyejukkan hati pendengarnya. Tapi di saat yang lain, suaranya meninggi, menggelegar, bergetar, membuat mereka tertunduk, lalu introspeksi, mengoreksi diri sendiri.

Materi yang dibawakan bukan hanya mengandalkan retorika semata, melainkan penuh dengan pemahaman-pemahaman baru, sarat dengan informasi penting, dan ditopang argumentasi-argumentasi yang kukuh. Wajar ceramahnya mampu menyentuh kalbu dan membuat audiens seperti memperoleh tambahan ilmu dan wawasan baru, juga semangat dan tekad baru untuk mengoreksi diri sendiri dan membuat ‘perubahan’.

Mungkin itu sebabnya, Habib Ali bin Abdurrahman al-Jufri menjadi sosok ulama dan da’i muda yang nama dan kiprahnya dikenal luas di berbagai negeri Muslim, bahkan juga di dunia Barat.

Di antara tausiyahnya yang mungkin kontekstual dengan apa yang belakangan terjadi di Tanah Air, yakni terkait soal penistaan agama yang diduga telah dilakukan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok, yang adalah seorang Nasrani, dan dianggap telah menistakan Alquran dan ulama Islam.

Maka patut kiranya kita cermati, ketika beliau menyampaikan dengan tegas bahwa dirinya mencintai orang Nasrani, Yahudi, Budha, dan bahkan Atheis, karena sejatinya mereka semua adalah manusia ciptaan Allah.

Untuk memahami lebih mendalam apa sebenarnya yang mendorong beliau meneguhi prinsip yang demikian, berikut ini kami kutipkan beberapa pernyataan beliau dalam salah satu tausiyahnya.

“Saya mencintai seorang Muslim walaupun ia berselisih pendapat dengan saya dalam masalah agama, walaupun ia mengkafirkan saya, walaupun ia halalkan darah saya, walaupun ia tampakkan kebencian di hadapan saya, saya tetap mencintainya.”

“Saya benci akhlaknya tapi saya mencintainya, sebab di dalam dirinya ada cahaya Laa ilaha illallah. Dia dinisbahkan kepada Sayyidina Muhammad karena dia bagian dari umatnya.”

“Begitu juga… saya mencintai non-Muslim, seorang Nasrani… Iya betul saya mencintai Nasrani. Tidak… lebih dari itu adalah Yahudi, saya mencintai Yahudi. Saya benci penjajah dengan jajahannya di sana… Zionis yang menghalalkan tanah dan harga diri saya, dan saya siap memeranginya. Tapi hati saya menginginkan hidayah untuknya dan ingin ia kembali kepada kebenaran.”

“Tapi tidak… saya tidak membenci Yahudi karena dia Yahudi. Dia membenciku, Allah mengajarkan saya bahwa ia akan menjadi orang yang paling memusuhiku dan kenyataan menjadi saksinya.”

“Tapi saya cinta kepada orang Nasrani dan Yahudi dan Budha dan Atheis. Saya benci kekafiran seorang kafir tapi tidak benci kepada orang kafir. Saya benci kemaksiatan pendosa tapi saya tidak benci sosoknya.”

“Saya siap mengekspos hal ini dan bertukar pikiran dengan para ulama dari golongan yang memandang ucapan saya tidak benar. Saya akan cium tangan mereka tapi saya berbeda pendapat dengan mereka dalam hal ini.”

“Ini yang saya pelajari… ini yang saya pelajari dari akhlak Rasulullah SAW. Ta’zhim terhadap karunia Allah atas seseorang ‘Kami telah muliakan anak-anak Adam’… jenazah seorang Yahudi sedang lewat di hadapan beliau lalu beliau SAW berdiri. ‘Wahai Rasulullah, itu adalah jenazah seorang Yahudi!’ Beliau menjawab, ‘Bukankah ia seorang manusia?’ Seperti dalam hadis Shahih dari Nabi, agar beliau ajarkan kita adab yang tinggi ini.”

“Baik… apa maknanya dakwah jika kosong dari makna cinta? Dakwah adalah keinginan menyampaikan hidayah, bukankah begitu? Hidayah untuk pendosa, hidayah untuk kafir agar masuk Islam.”

“Lalu Anda ingin mengajarkan saya bahwa dakwah secara rasio yang benar dan lurus secara ruh dan akal agar saya berkata, ‘Saya benci dan tidak suka padamu karena itu Allah dan saya mengajakmu untuk masuk Islam. Saya benci padamu dan marilah masuk Islam!’

Itulah di antara untaian pesan bernas sekaligus sarat hikmah dari Habib Ali al-Jufri yang patut kita renungkan bersama, khususnya bagi para ulama dan tokoh agama, agar dalam berdakwah lebih memilih cara-cara dan adab mulia, penuh cinta kasih kepada semesta, agar Islam benar-benar dikenal sebagai agama rahmatan lil ‘alamin sebagaimana telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW.

 

EH / Islam Indonesia

0 responses to “Peserta Demo 4 November Layak Renungkan Pesan Habib Ali al-Jufri ini”

  1. mas jun says:

    trims admin atas tausiyah – tausiyah yang menyejukkan demi terpeliharanya kerukunan di Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *