Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 13 February 2014

Pesan Damai Lelaki Palestina


foto: itsdilovely.com

Bagaimana seorang dokter asal Gaza menyelesaikan dendam dan rasa marah dalam dirinya

 

Apa yang dilakukan oleh seorang  lelaki yang kehilangan dua anaknya dan satu keponakannya karena sebuah pembunuhan yang disengaja? Tentu saja ia akan menabung dendam dan akan memuntahkannya jika ada kesempatan. Kalau sulit menemukan pembunuhnya, ia akan melampiaskan hasrat dendamnya tersebut kepada sesuatu yang identik dengan sang pembunuh. Bisa saudara dekatnya, orang sebangsanya, sesama penganut agamanya  atau sesama rasnya. 

Tapi dr.Izeldin Abuelaish bukan jenis lelaki seperti itu. Baginya, balas dendam tidak ada dalam kamus hidupnya. Ia tidak ingin memelihara kebencian yang berkarat. Ia yakin pada dasarnya, semua manusia menginginkan perdamaian. “Hanya kesombongan dan kebodohan saja yang membuat manusia betah berkutat dengan konflik,”tulisnya dalam I Shall Not Hate. 

I Shall Not Hate adalah buku  terbitan Mizan yang ditulis oleh dokter asal Jalur Gaza tersebut. Berisi berbagai pengalaman dan kiprah sang dokter, mulai saat masa bocah hingga kini. Termasuk sepakterjangnya  saat harus wara-wiri Palestina-Israel, hanya untuk menemui pasien-pasiennya yang terdiri dari orang Arab dan Yahudi. 

Dalam kenyataannya Izeldin memang pro perdamaian. Tidak ada yang bisa menggeser posisinya dari prinsip tersebut. Tidak pula kematian dua putri dan satu keponakannya tersebut. “Saya sangat sedih kehilangan mereka. Tak ada alasan apapun bagi tentara Israel membom rumah saya, terlebih membunuh mereka,”katanya  dalam nada  haru yang tertahan. 

Namun ia tidak ingin larut dalam kesedihan. Dengan tragedi itu, justru Izeldin bertekad menginvestasikan apa yang terjadi dengan dirinya untuk kebaikan hidup.  Bisakah ia melewati rasa dendam dan kesedihan? “ Semuanya sangat mungkin.Kecuali mengembalikan putri-putri saya.”Lantas bagaimana caranya? Tentu saja dengan keahliannya sebagai tenaga medis: merawat setiap orang, tanpa  pandang bulu apakah yang dirawat adalah seorang Palestina atau seorang Israel. 

Sikap dr.Izzeldin disebut oleh koleganya dari Indonesia: dr.Joserizal Jurnalis, sebagai sikap yang memang seharusnya dimiliki oleh para tenaga medis. Dokter “spesialis” kawasan konflik itu menyatakan seorang dokter yang mengabdi kepada kemanusiaan memang tidak boleh dibatasi sekat-sekat. “Dan dr.Izeldin bagi saya merupakan orang yang bisa mengendalikan rasa marah, kecewa, sedih menjadi sebuah energi kebaikan bagi sesamanya,”ujar dr.Joserizal. 

Beberapa waktu lalu, saat berkunjung ke Jakarta, ia sempat berbicara tentang tema-tema pedamaian di depan forum mahasiswa dan anak-anak muda. Begitu mengesankannya kisah dan pendirian Izeldin hingga seorang  anak muda dalam sebuah kesempatan diskusi mengaku terkesima dengan sikap – sikap pro perdamaian dari sang dokter tersebut “Saya tidak kenal anda sebelumnya, tapi saya yakin dan sepakat dengan jalan hidup anda. Siapa yang menginspirasi anda sebenarnya?” ujar anak muda itu. 

Ditanya demikian, Izeldin terdiam sejenak. Setelah menghela nafas, ia berkata, “Ibu.Ya Ibu saya,”jawab Izeldin,” Dialah yang membuat segalanya mungkin, dialah yang memulai segala sesuatunya dengan gemilang dari nol, saat tanah kami dirampas orang-orang Israel.”

 

Sumber: Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *