Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 19 February 2014

Pertahanan Terakhir Legiun Romawi


foto: picstopin.com

“…Aleppo termasuk kota yang menjadi benteng terkuat legiun Romawi di tanah Syiria. Terletak pada puncak bukit terjal, hingga jalan untuk mendekatinya  hanya dari satu jurusan saja yakni dari arah Gerbang Depan.” (Historians History of the World jilid VIII).


Gustave Le Bon adalah salah satu manusia yang kadung terpikat dengan kemajuan ilmu pengetahuan orang-orang Muslim di masa lampau. Sejarawan besar asal Prancis itu menyebut mereka sebagai pionir kegairahan akan semangat intelektual dan spiritual setelah bangsa Yunani. 

“Sejak abad ke-9, kota-kota yang dibangun oleh orang-orang Muslim nyaris selalu menjadi pusat peradaban,”  tulis Le Bon dalam La Civilisation des Arabes. Salah satukota yang disebut Le Bon sebagai pusat peradaban itu adalah Aleppo.

Pertama kali, nama Aleppo muncul dalam sebuah manuskrip kuno dari abad ke-3 SM. Tapak Aleppo juga terbaca selama masa kekuasaan Raja Akkadian, anak Sargon (2530 SM – 2515 SM). Disebutkan Aleppo purba pernah mengalami zaman keemasan  kala Raja Hammurabi berkuasa di Babilonia. 

Pada abad ke-5, Kekaisaran Romawi menguasai kotayang terletak dekat kawasan Antiokia tersebut. Seiring menancapnya kuku kekuasaan Romawi maka tersebar pula  agama Kristen di ranah Aleppo.

Aleppo bukan sekadar kota biasa bagi para penguasa Romawi. Kota tersebut adalah pertahanan terkuat legiun Romawi di kawasan Syiria. Anggapan itu tentu saja disesuaikan dengan kondisi lapangan di Aleppo yang sangat strategis secara militer.  “…Terletak pada puncak bukit terjal, hingga jalan untuk mendekatinya  hanya dari satu jurusan saja yakni dari arah Gerbang Depan,” tulis Historians History of the World jilid VIII.

Namun tidak ada kekuatan yang abadi. Pada 637 M, Aleppo dikepung oleh pasukan Arab Islam pimpinan Panglima Khalid ibn Walid. Dikisahkan proses pengepungan tersebut berlangsung sangat dramatis dan alot. Kendati sudah menjalankan pengepungan selama berbulan-bulan, Aleppo tak jua terkuasai.

Demi mendengar ketidakmajuan gerak pasukan Arab Islam di Aleppo, Khalifah Umar merasa tidak sabar. Rasyidin kedua itu akhirnya mengirimkan bantuan pasukan tambahan dari Madinah. Sebagian besar adalah kekuatan kavaleri yang terdiri dari pasukan berkuda dan pasukan berunta.

Tersebutlah, di dalam pasukan tambahan itu seseorang bernama Demas. Ia merupakan seorang anak muda yang memiliki perawakan tinggi besar dan berbadan tegap. Saat menyaksikan Demas dan kawan-kawannya yang juga memiliki perawakan serupa, muncul “ide gila” di otak Khalid. Ia lantas membicarakan rencana berani dan berbahaya itu kepada Panglima Besar Abu Ubaidah.

“Dengan kepercayaan diri yang sangat kuat, Khalid menyodorkan sebuah rencana teramat berani. Ia menyatakan akan memimpin satu regu pasukan khusus untuk menembus dinding tembok yang menghadap tubir bukit batu yang terjal dan curam dari bentengAleppo,” tulis Joesoef Sou’yb dalam Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin.

Pada mulanya Abu Ubaidah menolak rencana Khalid tersebut. Alasannya, ia khawatir cara itu hanya akan menelan korban sia-sia di pihak pasukan Arab Islam. Tetapi setelah memberikan alasan yang meyakinkan dan disertai komitmen rela untuk syahid dari pasukan berani mati tersebut, Abu Ubaidah akhirnya luruh juga.

Akhirnya pada suatu malam saat bulan dan bintang malas menampakan diri di langit Aleppo, satu regu kecil pasukan memanjati  pinggir benteng yang paling terjal itu. Dengan kelincahan seperti musang, mereka merayapi bongkah demi bongkah batu hingga tiba pada sisi tembok benteng.

Lantas tujuh orang diantara mereka yang paling kuat menyediakan diri sebagai tangga, dengan saling berdiri pada bahu masing-masing; 4 orang di bawah, 2 orang berdiri pada bahu keempat orang itu dan seorang lagi berdiri pada tingkat ketiga.

Melalui tangga manusia tersebut, satu persatu anggota pasukan berhasil mencapai puncak dinding tembok benteng. Lantas seperti serombongan hantu, mereka bergerak ke arah gerbang benteng. Demi menghadapi serangan mendadak itu, para pengawal benteng yang tengah terkantuk-kantuk dibuat tak berdaya.

Saat sebagian berkelahi dengan para pengawal benteng yang jumlahnya cukup besar, sebagian anggota penyusup lainnya melepaskan rantai benteng. Begitu pintu gerbang benteng terbuka, suara takbir pun menderu diikuti banjir pasukan kavaleri yang merangsek seluruh area benteng Aleppo.

Saat matahari mencapai puncak, pertempuran bersejarah itu pun berakhir dengan hasil gemilang di pihak pasukan Arab Islam. Kota benteng Aleppo yang selama berabad-abad tak tertaklukan akhirnya harus bertemu dengan batas takdirnya: jatuh di bawah kekuasaan Kekhalifahan Arab Islam.

Akibat pertempuran tersebut, korban tewas pada pihak Romawi tak terkirakan jumlahnya. Sumber-sumber Romawi menyebut jumlah ribuan, termasuk di dalamnya seorang panglima besar mereka yang bernama Vartanius.” Dengan jatuhnya Aleppo maka lumpuhlah seluruh pertahanan imperium Romawi di Syiria,”ungkap Historians History of the World jilid VIII.

Usai berlalunya kekuasaan para rasyidin,Aleppo kembali menjadi rebutan berbagai bangsa. Silih berganti dinasti yang datang dan pergi, mulai dari Umayyah dan Abasiyyah hingga Mongol dan Turki. Aleppo kembali mencapai kejayaannya pada era Dinasti Ayyubiyah (579-659 H/1183 M – 1260 M). Salah satu raja yang tersohor waktu itu bernama Ghazi Ibn Salah Eddine. Ia menjadi pelindung Aleppo dan membuat kota tua tersebut kembali harum dan disegani. Era keemasan itu berakhir pada 1260 M, ketika bangsa Mongol di bawah pimpinan Hulagu Khan menghancurkan Aleppo.

Namun terlepas dari itu semua, sejarah mengakui sejak Islam datang, gambaran Aleppo berubah: dari sekadar kota benteng menjadi pusat ilmu pengetahuan. Dari kota itu, muncul sederet ilmuwan terkenal. Sebut saja filosof termasyhur, Al Farabi, Bapak Aljabar, Al Khawarizmi dan Ibnu al Mahasin.

Nama terakhir itu adalah dokter spesialis mata yang sangat terkenal. Pada 1260 M, dia menulis sebuah buku setebal 564 halaman yang mengupas dan memberi gambaran tentang beragam peralatan bedah, termasuk 36 peralatan bedah mata. Ia juga membahas tentang saluran kecil yang menghubungkan mata dengan otak dan menulis tentang 12 macam operasi katarak.

Aleppo pun dikenal sebagai gudang buku dan manuskrip berbagai disiplin ilmu di zamannya.Bidang ilmu seperti  matematika, kedokteran, biologi, kimia, filsafat, militer dan sosiologi bermunculan bak cendawan di musim hujan. Banyak orang Eropa yang datang untuk belajar ke Allepo. Bahkan tak jarang, di antara mereka yang terpikat dan jatuh hati kepada kota tua tersebut. Laiknya Gustave Le Bon. 

Sumber: Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *