Satu Islam Untuk Semua

Monday, 25 February 2019

Peran Penting Ulama Wujudkan Pemilu Damai


islamindonesia.id – Peran Penting Ulama Wujudkan Pemilu Damai

 

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menilai ada elemen penting mewujudkan Pemilu serentak 2019 yang damai. Salah satunya adalah peran para pemimpin dan tokoh agama untuk menurunkan tensi politik.

“Persoalan sekarang adalah ulama atau pemimpin agama kadang-kadang menjadi pihak yang menggunakan identitas agama untuk menyerang masing-masing kubu dan menggunakan ini atau istilahnya mempolitisasi terhadap agama,” kata peneliti senior LIPI yang juga petinggi Muhammadiyah, Ahmad Najib Burhani.

Lebih lanjut, Najib mengatakan para politisi mengetahui bahwa ini adalah persoalan kekuasaan dan juga kepentingan. Namun, bagi umat yang di bawah itu kadang kala menganggap sebagai agama itu sendiri. Jadi mendukung 01 atau 02 dianggap sebagai perjuangan agama dan ini kemudian menjadi syarat atau rentan politisasi terhadap pemilu.

Seperti, yang terjadi saat ini bukan sekadar Islam versus non-Muslim tetapi Islam dan yang lebih Islam atau antara kelompok yang misalnya santri milenial melawan santri tradisional dan sebagainya. Kemudian wacana ini menjadi sangat panas terutama terkait hoax di media sosial.

“Yang terjadi di media sosial itu lebih panas daripada realitas. Ini yang biasanya kalau kita membaca teori itu sama seperti cyber jahiliyah teori,” jelas Najib.

Elemen lainnya, lanjut Najib, penyelenggara pemilu KPU dan kemudian bagaimana mereka menyelenggarakannya secara adil dan kemudian tidak berpihak. Penyelenggara pemilu yang damai itu juga tergantung kepada dua calonnya, baik kubu 01 dan 02 itu bagaimana mereka bisa mengendalikan dan mengontrol pendukungnya. Dan terakhir, kata dia, tergantung pada pendukung masing-masing.

“Nah pemilu damai itu tergantung pada elemen yang tadi,” ucap Najib lagi.

Najib melanjutkan dalam hal ini Muhammadiyah sudah mulai berpikir untuk rekonsiliasi pasca Pemilu 2019. Dia kembali mengingatkan bahwa pemilu adalah ritual politik lima tahunan, jangan sampai proses pesta demokrasi itu mengorbankan persatuan dan kesatuan.

“Itu kebetulan dekat dengan Idul Fitri, jadi bagaimana kemudian umat yang terbelah ini kemudian bisa rekonsiliasi. Esensi dari pemilu adalah bagaimana kelompok minoritas itu bisa tenang bisa mendapatkan hak-haknya, yang kalah juga merasa damai. Jadi ini adalah esensi daripada demokrasi dan ini kadang-kadang menjadi seperti momok menakutkan dan disebarluaskan kepada masyarakat seakan-akan kalau si A nomor 1 atau nomor 2 menang itu menjadi ancaman bagi kelompok yang lain,” papar Najib.

“Pesan damai jangan sampai memecah masyarakat itu perlu ditekankan dalam pemilu saat ini,” tuturnya menambahkan.

Terakhir, Najib mengimbau agar dua kubu khususnya para pendukung mengurangi peran media sosial sebagai alat untuk mencaci-maki lawan. Kata dia, beda pilihan politik bukan berarti persoalan hidup dan mati, akan tetapi sebagai proses politik biasa. Pemahaman ini diperlukan untuk mengendurkan tensi di media sosial.

“Muhammadiyah misalnya menjembatani antara dua kelompok untuk bisa saling komunikasi. Seperti saya sebutkan tadi bahwa peran ulama itu bukan seperti partai politik. Mereka mestinya terus mendengungkan sebagai jembatan sebagai orang yang menghubungkan dan menyebarkan hal positif dalam pemilu. Nah itu yang diputuskan dalam Tanwir Muhammadiyah di Bengkulu,” tutupnya.

 

EH / Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *