Satu Islam Untuk Semua

Monday, 02 November 2015

Penggemar Harry Potter asal Palestina Kritik JK Rowling


Seorang wanita Palestina, Mia Oudeh,  menulis surat terbuka kepada JK Rowling, sang penulis Harry Potter. Seperti dikutip mondoweiss.net Selasa lalu, surat terbuka ditulis sebagai tanggapan atas sikap penulis Harry Potter itu yang turut menolak ‘boikot kultural’ Israel.

Dalam surat yang diunggah di akun facebook pribadinya itu, Mia si penggila novel karya Rowling itu menerjemahkan kisah sejumlah tokoh dalam  Harry Potter  ke dalam konteks penindasan Palestina. Mia menemukan banyak kesamaan antara perjuangan gerombolan Harry, Ron, dan Hermione dalam melawan invasi Lord Voldemort dengan apa yang terjadi di Palestina.

Wanita 25 tahun ini menyangkal adanya “dua kubu yang bisa disalahkan” dalam konflik Israel-Palestina, seperti yang menimpah Harry dan kawan-kawan. Ketika kubu Voldemort menduduki Hogwarts dan segala instansi kementrian sihir yang ada, dia menggunakan segala kekuatan, termasuk penegak hukum, untuk mengokohkan kekuasaannya—termasuk memberangus perlawanan Harry Potter. Di samping itu, kubu Harry yang tidak diam melihat penjajahan bergerak dalam kelompok kecil yang tersisa dan hidup dalam ancaman kematian, termasuk penangkapan, kapanpun kakinya diinjakkan di tempat umum. “Bagaimana mungkin kami bisa duduk bersama dan berdialog, sedangkan keduanya sama-sama disalahkan atas konflik dan ketika tak ada distribusi kekuatan yang adil? … Ini semua soal penindas dan yang tertindas,” katanya.

“Anda akan melihat di halaman-halaman koran yang menyebut ini konflik, tentara Israel bersenjata lengkap, dengan bom dan pesawat tempurnya ketika orang-orang Palestina hanya bersenjatakan batu!,” tambahnya.

Dalam dunia sihir, Death Eaters (kubu Voldemort) berlaku seenaknya dan merendahkan semua Muggle—penyihir yang tidak berasal dari keluarga penyihir. Penghinaan dan diskriminasi terhadap Muggle bukan rahasia, mereka lakukan di depan umum dan kapanpun. Bahkan satu persatu siswa Muggle keluar dari Hogwarts berkat tindakan diskriminatif tersebut. Hal ini, menurut Mia, sama seperti yang diterima orang Palestina oleh tentara Israel.

Mia mengambil contoh tentang pemuda berusah 13 tahun bernama Ahmed Salih Manasra yang tertembak beberapa pekan lalu. Seorang penonton Israel merekam videonya dan berteriak, “Mati kau, anak pelacur!,” sambil memerintah polisi, “Beri dia ‘satu’ lagi di kepala!,” ketika Ahmed terkulai berdarah dan berusaha bernapas di tanah.

“Saya merasa, dengan segala hormat, anda tidak pernah angkat suara untuk Palestina sebelumnya,” kata Mia sembari mengundang Rowling bertemu dengan keluarganya untuk memastikan apakah dialog yang mereka inginkan sebagai solusi?

“Mungkin anda harus bertanya pada ayahku, yang melewati tiga kali perang semasa hidupnya. Ia tumbuh besar bersama suara jet dan drone di atas kepalanya. Ketika sedang kuliah, ia kehilangan orang tua dan saudaranya yang diusir dari rumah. Ia tak diperbolehkan kembali ke tanahnya dan tak bisa melacak keluarganya. Atau Anda bisa bicara pada ibuku yang selama empat puluh tahun tak bisa melihat tanah kelahirannya lagi,” kata Mia.

Menurut wanita yang sedang tinggal di Skotlandia ini, ada enam juta pengungsi Palestina di seluruh dunia yang masih menantikan janji Kerajaan Inggris untuk mengembalikan mereka ke rumah asalnya—tempat kelahirannya sejak 1948. Namun, hal ini masih harus ‘menunggu’ Israel menuruti resolusi PBB nomer 194 (III) yang mengharuskan pemerintah yang berkuasa mengizinkan seluruh pengungsi  kembali dan hidup damai bersama tetangga. Termasuk membayar ganti rugi atas properti yang hancur, sesuai hukum dan keadilan internasional. “Tentu saja, mereka akan senang sekali berdialog dengan setiap zionis yang secara aktif berkontribusi atas pengusiran mereka dari rumah dan tanahnya,” tambah guru musik di Dunfermline, Skotlandia itu.

“Lalu bagaimana dengan penderitaan Israel?” tanya Mia. Ia menantang Rowling untuk sedikit menengok ke statistik dan sejarah, dimana jika dibandingkan, korban Israel tidaklah pantas disandingkan dengan jumlah korban yang tewas, dipenjara tanpa pengadilan, dan disiksa dengan tujuan mendapat informasi dari pihak Palestina.

Propaganda telah disebarkan, dan menggambarkan Palestina sebagai teroris dan Israel sebagai korban. Hal yang sama juga menimpa Harry yang dianggap berbahaya dan gila oleh komunitas penyihir. Mia berharap Rowling tak hanya membaca isu Palestina dari satu corong media yang mengambil sisi zionis, tapi juga sisi Palestina. Apalagi, Israel tidak membatasi sikap kasarnya pada Palestina; kabarnya, bulan ini saja seorang Inggris, Rabbi Yahudi, dan penduduk Israel juga diserang tentara Israel.

Di akhir, Mia menyarankan Rowling menarik dukungannya dalam melawan pemboikotan dan penjatuhan sanksi terhadap Israel—menyebutnya “simpatisan Nazi saat ini”. “Ini (boikot dan sanksi) berhasil menjatuhkan apartheid di Afrika, yang aku yakin Anda tak pernah dukung, maka ini pun akan berhasil pada penjajahan Israel,” katanya.

Surat Mia mendapat perhatian khusus di media sosial khususnya facebook. Selain tidak sedikit media yang meliputnya, hingga saat ini, lebih dari 7000 orang telah membagikan surat itu. Berbagai komentar dan dukungan pun tertulis, salah satunya, “Mia berhak mendapat jawaban yang setimpal!”

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Rowling bersama ratusan tokoh budaya di Inggris menandatangani petisi yang menyeru diadakan dialog dalam menyelesaikan konflik dan menentang pemboikotan lembaga-lembaga kultural Israel.

image

Sumber: mondoweiss.net

Muhammad/Islamindonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *