Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 11 September 2014

Penggalan Doa Arafah


ldii.info

DI ANTARA SEKIAN banyak buah renungan spiritual adalah tumbuhnya ketundukan, kerendahan hati, keyakinan penuh pada Allah, dan sikap keras pada diri sendiri tapi lemah lembut pada sesama manusia. Jiwa yang telah menyentuh altar kudus Ilahi akan merasa lega, lapang, terangkat dari kepengapan kehidupan dunia. Namun, di sisi lain, akibat persentuhan dengan kemahadahsyatan Allah, dia akan rebah dalam ketundukan, bersujud dalam kerendahan dan kekhusyukan.

Ada perasaan bersahabat yang berkesinambungan sekaligus menggentarkan dengan Tuhan; sesuatu yang pada puncaknya berujung pada kesediaan menyerahkan diri dalam kendali-Nya. Dia akan hidup dengan cara paling bersahaja agar tidak ada yang mengganggu hubungannya dengan Tuhan, Sang Kekasih Mutlak. Tak peduli betapa besar kesulitan di jalan itu, dia akan merasa tegar dalam ketundukan, kerendahan hati dan kekhusyukan.

Jiwa—sehebat apapun ia—tidak bisa menemukan ungkapan atau sikap yang lebih tepat dalam menghadapi agungnya kebesaran dan kesempurnaan Allah kecuali dalam ketundukan dan kekhusyukan. Tak sekadar pada momen-momen perjumpaan dengan-nya, melainkan semua momen kehidupan, ketundukan dan kekhusyukan itu akan mewarnai jiwa hamba tersebut. Inilah saat jiwa tenggelam dalam kekhusyukan, mengetahui dan meyakini betapa sukarnya berbicara tentang Tuhan Yang Tinggi. 

Dalam sebuah doa di Padang Arafah, Husein, cucu Nabi, menggambarkan kebesaran Tuhan dalam penggalan-penggalan kalimat ini: “Apa yang ditemukan oleh orang yang tidak menemukan-Mu dan apa yang tidak ditemukan oleh orang yang telah menemukan-Mu … Bagaimana mungkin sesuatu yang wujudnya bergantung pada-Mu dijadikan petunjuk untuk mengenal-Mu?! Mungkinkah selain-Mu memiliki ketampakan yang tak Kau miliki sehingga ia menjadi penampak-Mu?! Kapan kiranya Kau hilang-sirna sehingga Engkau memerlukan sesuatu untuk menunjukkan-Mu?! Kapan Kau pernah menjauh sehingga jejak-jejak-Mu (yakni ciptaan-ciptaan-Mu) menjadi pengantar untuk menuju-Mu?!” Setelah berujar seperti itu, Husein meneruskannya: “Butalah mata hati orang yang tak melihat-Mu dalam keadaan selalu mengawasinya! Dan merugilah kegiatan hamba yang tidak diiringi dengan kecintaan kepada-Mu!”

(MK/Islam Indonesia)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *