Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 24 June 2014

Pengadilan Malaysia Tetap Pertahankan “Allah” untuk Islam


Arab News

Larangan kata “Allah” bagi umat non-Muslim dinilai sebagai bukti kegagalan Pemerintah Malaysia dalam mempertimbangkan hak-hak semua minoritas di negara mayoritas Muslim. 

 

Pengadilan tinggi Malaysia tetap mempertahankan kata “Allah” bagi umat Islam dan menolak diadakan banding oleh pihak gereja. Keputusan sidang yang dipimpin oleh hakim ketua Malaysia, Arifin Zakaria ini dikeluarkan pada Senin (23/06), dengan menyatakan bahwa non-Muslim tidak dapat menggunakan kata “Allah” untuk menyebut Tuhan.

Keputusan itu sekaligus mengakhiri perdebatan kontroversial yang telah terjadi di Malaysia terkait maraknya keluhan agama minoritas yang diperlakukan tidak adil di negara bermayoritas Muslim.

Dalam keputusan itu pula, Pengadilan Federal menolak banding oleh pihak Gereja Katolik Roma dan tetap melarang umat non-Muslim menggunakan kata tersebut.

Selama ini, sebagian besar umat Kristen di Malaysia beribadah dalam bahasa Inggris, Tamil atau berbagai dialek Cina, dan merujuk kepada Tuhan dalam bahasa mereka. Tapi, beberapa orang berbahasa Melayu di Pulau Kalimantan memiliki istilah lain untuk merujuk Tuhan, yakni “Allah”, kata Melayu yang berasal dari bahasa Arab.

Menanggapi keputusan pengadilan tersebut, pihak Gereja telah menegaskan bahwa larangan tersebut merupakan bukti kegagalan Pemerintah Malaysia dalam mempertimbangkan hak-hak semua minoritas di negara mayoritas Muslim. Kasus-kasus pengadilan yang panjang, yang dimulai pada tahun 2009, telah juga mengangkat pertanyaan mendasar apakah kebebasan beragama yang dijamin oleh konstitusi adalah nyata.

“Kami kecewa. Empat hakim ditolak haknya hanya untuk mengajukan banding. Ini tidak menyentuh hak-hak dasar fundamental minoritas,” kata Rev Lawrence Andrew, editor surat kabar Herald, seperti dilansir ArabNews pada Selasa (24/06).

“Ini akan membatasi kebebasan beribadah,” katanya. “Kami adalah kelompok minoritas di negeri ini, dan ketika hak-hak kami dibatasi, orang merasakannya.”

Pengadilan Federal memutuskan bahwa gereja tidak memiliki alasan untuk mengajukan banding atas keputusan pengadilan tahun lalu yang melarang penggunaan “Allah” dalam ibadah mingguan berbahasa Melayu. Gereja Katolik dapat meminta pengadilan untuk meninjau kembali keputusan tersebut, kata Andrew.
 
Pemerintah mengatakan kata Allah hanya digunakan secara eksklusif bagi umat Islam, yang membentuk hampir dua-pertiga dari negara yang berpenduduk 29 juta orang. Sebab menurutnya, penggunaan kata Allah bagi umat non-Muslim akan membingungkan umat Islam dan cenderung mengarahkan mereka untuk pindah agama.

Sementara itu, dilansir World Bulletin, pemimpin Kristen menyangkal hal ini, dengan alasan bahwa larangan tersebut tidak masuk akal karena orang Kristen di Malaysia Timur yang terdiri dari banyak kelompok etnis, telah lama menggunakan kata Allah dalam Alkitab, doa dan lagu mereka.

Lebih lanjut, pemimpin yang juga pengacara Kristen tersebut menegaskan bahwa larangan itu justru hanya menunjukkan pelanggaran kebebasan dan ekspresi.

“Keadaan ini menyedihkan dan hanya menunjukkan seberapa jauh toleransi beragama merosot tajam di Malaysia,” kata Phil Robertson, juru bicara Human Rights Watch, dilansir Arb News. “Pemerintah Malaysia harus bekerja untuk mempromosikan kebebasan beragama bukan politik memanfaatkan isu agama.”

Hanya di Malaysia 

Masalah ini tidak muncul di negara-negara mayoritas Muslim lainnya dengan cukup besar minoritas Kristen.

Di Mesir, di mana setidaknya 10 persen populasi adalah orang Kristen, baik Muslim dan Kristen menyebut Allah sebagai “Allah,” dan hal ini tidak menimbulkan kontroversi apapun atau kemarahan.

Kristen sering menyebut Tuhan dalam liturgi mereka dengan kata “al-Rab”, tetapi dalam kehidupan sehari-hari, mereka lebih sering menggunakan kata “Allah”.

Hal yang sama berlaku untuk Indonesia, negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia. Kedua kelompok menggunakan kata “Allah” – meskipun orang-orang Kristen mengucapkannya “Al-lah” dan Muslim mengatakan “Al-loh,” sehingga Anda bisa membedakan mana agama pembicara – tetapi ini tidak menyebabkan perselisihan.
“Pertanyaan saya adalah, jika di negara lain, ‘Allah’ sebagai istilah untuk Allah tidak dibuat eksklusif, saya terkejut kenapa penggunaan istilah ini dapat dibatasi oleh agama apapun di tempat lain di dunia,” kata Fr. Francis Lucas, presiden Catholic Media Network Corp. [LS]

 

Sumber: Arab News/World Bulletin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *