Satu Islam Untuk Semua

Friday, 09 October 2015

PALESTINA – Lepas Bendera Berkibar di Markas PBB


“Mereka membuat kami tidak punya pilihan selain bersikeras bahwa kami tetap satu-satunya yang berkomitmen untuk pelaksanaan kesepakatan, sementara Israel terus melanggar kesepakatan.” Demikian petikan pidato Mahmoud Abbas (30/9), Presiden Palestina, di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB),  merujuk pada kesepakatan Oslo. Kesepakatan ini merupakan perundingan damai antara Israel dan Palestina yang menjadi dasar solusi “Dua-Negara”. Kesepakatan ini tentunya juga menuai kontroversi  di internal Palestina sendiri, khususnya dari Hamas, seteru politik Fatah. Tidak lama setelah pidato presiden dukungan fraksi Fatah itu, bendera Palestina dikibarkan yang pertama kalinya dalam sejarah di markas PBB. Upacara pengibaran berlangsung damai dan disaksikan oleh 119 pimpinan negara yang mendukung dikibarkannya bendara Palestina di PBB itu.

Israel, menurut Abbas, bukan hanya ingkar janji untuk melepaskan orang-orang Palestina yang ditahan, tapi juga terus mencaplok tanah di Tepi Barat dan Yerussalem Timur. ‘Kenakalan’ Israel yang sering dilakukan ini tidak bisa lagi ditolerir, katanya. Kesabaran Abbas nampaknya habis dan kesepakatan Oslo tidak lagi berguna untuk dijadikan pijakan resolusi konflik.

“Tidak berguna lagi menghabiskan waktu untuk negosiasi demi menentukan negosiasi lain. Apa yang diperlukan adalah memobilisasi upaya internasional untuk mengawasi berakhirnya pendudukan sesuai dengan resolusi legitimasi internasional,” kata Abbas di depan para pemimpin negara yang hadir di Sidang Umum PBB.

Sebaliknya, Israel yang juga turut menolak dikibarkannya bendera Palestina di PBB, menuding Abbas telah bermain-main dengan perjanjian yang telah disepakati. Perdana Menteri Benyamin Netanyahu bahkan menyebut otoritas Palestina “tidak punya niat baik” untuk perdamaian dengan melanggar kesepakatan.

“Faktanya, dia melakukannya lagi dan lagi, menolak perjanjian ini adalah bukti paling kuat yang menunjukkan bahwa dia tidak berniat mencapai perjanjian damai,” kata Netanyahu merespon pidato Abbas.

Berbagai upaya dilakukan oleh berbagai pihak untuk menyelasaikan konflik Israel dan Palestina yang belum berhenti menjatuhkan korban jiwa dari sipil. Perjanjian Oslo, merupakan satu dari berbagai negosiasi yang perjalanannya mengalami pasang surut. Perundingan yang dilakukan secara rahasia pada 1992 dan 1993 itu mencanangkan semacam ‘pemerintahan sementara’ di Palestina dan pengembalian 2 % wilayah (Jalur Gaza dan Tepi Barat) yang dijajah Israel.

Bagaimana dengan internal Palestina sendiri? Berbagai media memperlihatkan eforia penduduk Palestina di beberapa tempat ketika melihat bendara Palestina secara resmi berkibar di PBB. Apakah ini berarti kemerdekaan Palestina dan akhir dari kependudukan Israel atas tanah mereka telah ada di depan mata? Apa yang diusahakan oleh ‘otoritas’ Palestina untuk perundingan ‘damai’ dengan Israel tidak selalu mulus. Salah satu sebabnya, Fatah belum dianggap mewakili mayortias penduduk Palestina. Sebagian penduduk Palestina yang bersikukuh menolak solusi ‘Dua-Negara’, lebih mendukung Hamas yang memenangkan pemilu parlemen pada 2006.

Jika Abbas baru saja mengumumkan kekecewaannya tentang perjanjian Oslo di hadapan dunia, Hamas telah lama menolak isi perjajian yang mengakui berdirinya ‘negara baru’ Israel di atas tanah Palestina. Fatah dan Hamas hingga kini berseturu meskipun sempat berdamai dan membentuk pemerintahan bersama. Hamas menguasai wilayah Gaza sedangkan Fatah menguasai wilayah Tepi Barat. Praktis, apapun perundingan yang dilakukan oleh Fatah akan alot selama Hamas dengan pendukungnya yang tidak sedikit, masih bersikukuh menolak berdamai dengan Israel.

“Otoritas Palestina di Tepi Barat terlalu banyak fokus ke aksi-aksi simbolis” kata Ghazi Hamad, salah satu petinggi Hamas, kepada Al Jazeera (1/10) menanggapi upacara pengibaran bendera Palestina di PBB. Bagi Hamad, persatuan Gaza dan Tepi Barat jauh lebih konkrit untuk mencapai kemerdekaan yang sebenarnya.

Perundingan Oslo, bagi Hamas, menunjukkan Fatah telah ‘berkhianat’ pada rakyat Palestina yang merindukan kemerdakaan. Dalam perjanjian Oslo 1993, Fatah yang dianggap ‘Otoritas Palestina’ berjanji mengamankan Israel dari segala bentuk serangan ‘terorisme’. Dengan demikian, Fatah dianggap bersedia menjadi ‘tameng’ bagi Israel yang selama ini selalu mendapat ‘teror’ dari pasukan Hamas. Kedua, pada perjanjian tersebut, konsesi yang didapatkan Palestina hanya berupa pengembalian 3% dari wilayah yang ditetapkan Resolusi 181.

Lalu apa yang diharapkan dari pengibaran bendara yang berwarna hijau, putih dan hitam itu di markas PBB itu? Perdana Menteri Palestina, Rami Hamdallah, mengatakan “Ini memberikan harapan kepada rakyat kami bahwa dunia internasional masih mendukung kemerdekaan negara Palestina.”

Ya, minimal mayoritas negara, yang direpresentasikan dukungan 119 pimpinan negara, masih menunjukkan dukungannya untuk kemerdekaan Palestina. Berkibarnya bendera Palestina mengingatkan dunia bahwa di abad 21 ini, kolonialisme secara telanjang masih dibiarkan. Simbolisasi ini menjadi lonceng untuk para pemimpin dunia yang mayoritas mendukung kemerdekaan Palestina untuk mulai bekerjasama dan bekerja lebih keras lagi. Termasuk memikirkan persatuan internal Hamas-Fatah yang sangat diyakini memberikan dampak bagi jalan kemerdekaan Palestina.

“Saya anggap ini baru peristiwa simbolik (pengibaran bendera Palestina di Markas PBB), harus ada yang lebih substantif yaitu pengalian penuh terhadap kedaulatan negara Palestina” kata Fahri Hamzah, salah satu pimpinan DPR, menyambut berkibarnya bendera Palestina di PBB.

Edy/ IslamIndonesia. Foto: telesurtv.net

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *