Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 23 January 2019

Orang Arif Menurut Ibnu Sina


islamindonesia.id – Orang Arif Menurut Ibnu Sina

 

 

Meski dikenal sebagai filsuf dan ilmuan, Ibnu Sina juga menulis tema tasawuf dalam karyanya. Tema yang berjudul Makam Orang-orang Arif ini dituangkan dalam bab akhir bukunya Al Isyarat wa Tanbihat.

Menurut peneliti tasawuf Husain Heriyanto, apa yang dilakukan oleh Ibnu Sina adalah hal baru dalam tradisi filsafat pada masanya. Namun setelahnya, banyak filsuf Muslim yang menutup perjalanan intelektualnya dengan tasawuf.

Pada Al Isyarat wa Tanbihat, Ibnu Sina menulis, orang arif adalah mereka yang menempuh perjalanan jiwa menuju alam suci seperti alam malakut dengan pertolongan cahaya pengetahuan Allah demi mendekatkan diri pada-Nya. Perjalanan itu melalui tafakkuh dan tafakkur.

“Mereka menempuh perjalanan jiwa memasuki alam-alam ruhani sehingga memperoleh hikmah,” kata Husain dalam kajian Belajar Arif pada Ibn Sina di Pesantren Tasawuf Virtual Nur Al-Wala. Orang-orang seperti ini digambarkan dalam Al-Qur’an pada surat Al-Baqarah, ayat 269, sebagai Ulul Albab.

“Allah menganugerahkan hikmah  kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran.”

Dalam pembahasan ini, filsuf yang dikenal juga dengan nama Avicenna menyinggung tiga kelompok manusia: zahid, abid dan arif.

Zahid ialah orang yang melakukan praktik zuhud dengan menjauhkan diri dari kenikmatan duniawi dan seminimal mungkin membutuhkan duniawi. “Kalau bahasa sekarangnya: asketis,” kata Husain.

Adapun abid ialah mereka yang tekun melaksanakan ibadah termasuk ibadah sunah. Namun, baik zahid maupun abid, jika masing-masing dilakukan tanpa kesadaran sebagai orang arif, mereka seperti sedang bertransaksi. Mereka menjual dunianya demi memperoleh kenikmatan akhirat seperti pahala atau surga.

Sementara orang arif, ibadah dan hidup zuhud itu seperti bentuk latihan (riyadah) untuk memperkuat jiwa. Dengan menguatkan jiwa, seorang dapat mengarahkan perhatiannya hanya kepada Allah.

Dengan demikian, menurut Ibnu Sina, tidak setiap zahid dan abid itu adalah arif. Namun untuk menjadi arif, seorang harus menjalankan praktik zuhud dan ibadah.

Penjelasan orang arif ini juga tercermin dalam doa yang pernah diajarkan oleh Sayidina Ali bin Abi Thalib: Ya Allah, aku menyembah-Mu bukan karena aku takut pada neraka-Mu atau mengharapkan surga-Mu, tapi karena Engkau memang patut disembah.

 

 

 

YS/islamindonesia

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *