Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 23 April 2015

OPINI – Di Yaman, Arab Saudi Terjebak seperti Israel di Gaza


Koran Inggris The Independent menyimpulkan Arab Saudi terjebak di Yaman seperti Israel terjebak di Gaza dan Lebanon: serangan militer besar-besaran yang gagal mengubah realitas di lapangan. 

Kesimpulan itu sebenarnya merupakan pendapat banyak pengamat dan media massa Timur Tengah. Bagaimana tidak? Setelah 28 hari serangan udara massif —menurut organisasi kesehatan dunia, WHO, tidak kurang dari 944 orang warga Yaman tewas dan 3.487 orang terluka, puluhan instansi sipil dan pabrik hancur—kekuatan gerakan revolusioner Ansarullah atau kerap disebut Al-Houtsi, ternyata nyaris tidak tersentuh.

Malah, menurut sebagian laporan, gerakan Houtsi yang bergabung dengan tentara Yaman terus mengukuhkan kekuasaan di berbagai teritori baru di Yaman Selatan.

Operasi Decisive Storm (Badai Pengukuhan) yang dipimpin Arab Saudi sejak 26 Maret lalu memang kian mengingatkan kita pada pelbagai serangan udara Israel atas Lebanon dan Gaza selama 20 tahun terakhir.

Pertama, pihak penyerang mengklaim bahwa musuh telah dikalahkan lewat serangan udara yang massif, sambil menunjukkan betapa banyak korban musuh yang berjatuhan. Tapi kemudian segalanya menjadi jelas bahwa serangan udara lebih banyak menelan korban sipil. Dan puncaknya, dunia menuntut penghentian serangan udara yang hanya berujung pada penghancuran negara tersebut.

Maka itu, tak salah jika wartawan senior The Independent, Patrick Cockburn, menyimpulan bahwa Arab Saudi saat ini menghadapi frustrasi yang sama dengan Israel di Lebanon dan Gaza yang selalu telat menyadari betapa minimnya pencapaian militer mereka meski betapa besar kehancuran fisik yang terjadi setelahnya.

Gerakan Houtsi, yang punya basis massa luas di kawasan utara, ternyata tak sedikit pun mundur dari wilayah yang telah mereka rebut bersama militer Yaman. Sampai detik ini mereka tetap menguasai penuh Ibukota Sanaa dan bertempur di pusat Aden, kota pelabuhan di selatan. Situasi hari ini menunjukkan bahwa musuh-musuh tradisional Houtsi dari sejumlah kabilah Yaman justru lebih membenci Arab Saudi ketimbang Houtsi akibat serangan udara membabi buta yang terjadi.

Cockburn memaparkan bahwa Arab Saudi, seperti juga Israel, tak pernah jelas dengan tujuan serangan militernya. Mereka mengklaim bahwa Houtsi adalah proksi Iran karena kesamaan mazhab. Saat ini, klaim itu lebih pantas dianggap sebagai propaganda atau pernyataan yang tanpa dasar ketimbang fakta yang sebenarnya.

Gerakan Al-Houtsi sebenarnya adalah gerakan rakyat Yaman dengan kekuatan dan dukungan yang tidak berasal secara langsung dari Iran. Hasan Nashrallah, pemimpin Hizbullah Lebanon, pada 27 Maret lalu bahkan mengklaim bahwa Iran dan Hizbulllah sama sekali tidak pernah membantu Al-Houtsi. Pada fase sebelum 2004 sampai 2010, gerakan ini justru lebih banyak dibantu oleh Qatar dalam membendung Al-Qaedah dan menekan rezim Ali Abdullah Saleh yang didukung penuh oleh Arab Saudi.

Nah, kekuatan Al-Houtsi ini mula-mula dimanfaatkan oleh Qatar, yang  beraliansi dengan Turki dan Ikhwanul Muslimin di Mesir, untuk mereduksi kekuatan rezim Ali Abdullah Saleh dan Al-Qaedah yang tegak lurus kepada Arab Saudi. Inilah awal mula dukungan ‘asing’ kepada Al-Houtsi.

Saat ini, setelah segalanya menjadi rumit lantaran lepasnya Ali Abdullah Saleh dari medan gravitasi Saudi dan gagalnya berbagai skenario untuk melemahkan Houtsi, Riyadh ingin membangun koalisi sektarian melawan Houtsi dengan isu masuknya Iran dan Hizbullah dalam kancah Yaman. Padahal, para pengamat dan pelaku politik Timur Tengah seperti Iran dan Hizbullah telah menyatakan tak punya kaitan strategis apapun dengan Houtsi.

Kesimpulannya, Arab Saudi, seperti juga rezim Israel, seringkali terlibat dalam operasi militer yang menelan banyak korban hanya karena ilusi yang dibuat sendiri, atau seabrek kegagalan yang menimpanya sendiri.

 

(A. Muhammad/IslamIndonesi)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *