Satu Islam Untuk Semua

Monday, 13 June 2016

OPINI–Abdillah Toha: Amanah menurut Islam


Islamindonesia.id–Abdillah Toha: Amanah menurut Islam

Berikut ini adalah teks utuh tausiyah yang disampaikan Abdillah Toha dalam rangka hari ulang tahun ke-80 dan peluncuran buku Bapak Sidarto Danusubroto pada 12 Juni 2016. Acara ini dihadiri oleh sejumlah tokoh nasional, antara lain Presiden Jokowi, Wapres Jusuf Kalla dan Mantan Presiden Megawati.

HUTSidarto-islamindonesia.id

———————————————————————

“Sesungguhnya Kami menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung. Namun mereka menolak dan khawatir untuk memikulnya. Dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim lagi amat bodoh.” (Al-Ahzab 72)

Amanah atau amanat dalam bahasa Arab mempunyai akar kata yang sama dengan iman, amn (rasa aman), mukmin, dan ameen (jujur/ dapat dipercaya). Amanah juga diartikan sebagai titipan atau kepercayaan yang diemban oleh seseorang. Amanah adalah titipan yang harus dijaga dengan aman dan mewujudkan rasa aman bagi penitip maupun penerima amanah.

Amanah juga berarti melaksanakan hukum dengan adil. Hal ini didasarkan pada firman ALLAH SWT: “Sesungguhnya ALLAH memerintahkan kalian untuk mengembalikan titipan-titipan (amanah) kepada yang memilikinya, dan jika menghukumi diantara manusia agar menghukumi dengan adil…” (QS An-Nisa:58)

Seorang muslim belum bisa dimasukkan kedalam kategori mukmin sebelum dia membuktikan sebagai penerima amanah yang bertanggung jawab. Menjaga amanah adalah bagian dari iman. Sabda Rasulullah SAW “Tiada iman pada orang yang tidak menunaikan amanah; dan tiada agama pada orang yang tidak menunaikan janji.”

Ameen (jujur) adalah salah satu syarat penerima amanah sebagaimana Muhammad SAW sebelum diangkat sebagai nabi dan rasul dikenal di tanah Arab dengan julukan Al-ameen.

Sejak di alam arwah manusia telah diberi amanah oleh Allah dan mengikat janji untuk hanya mengakui Allah sebagai satu-satunya penguasa alam yang esa. Karenanya, secara fitri setiap manusia sesungguhnya adalah pengemban amanah Allah. Kemudian manusia sering abai terhadap janji fitrinya karena desakan nafsu.

Begitu dilahirkan sampai dengan mencapai usia lanjut manusia diberi amanah oleh Allah sebagai khalifah di bumi. Bertanggungjawab untuk menjaga, memelihara, dan mengembangkan dirinya dan seluruh bumi dan isinya yang ditundukkan dibawah manusia untuk kebaikan bersama.

Amanah bukanlah sebuah hadiah tetapi sebuah beban dalam bentuk tugas dan tanggungjawab yang harus dipikul. Karenanya, seperti dikutip dalam ayat di awal tulisan diatas, Allah pada mulanya menawarkan amanah itu kepada (penghuni lain) bumi dan langit tetapi mereka berkeberatan karena khawatir tak sanggup memikulnya. Kemudian manusia yang zalim (terhadap dirinya dan cenderung berbuat dosa) menerima tawaran Allah karena bodoh dalam arti tidak menyadari sepenuhnya konsekwensi dari menerima amanah Tuhan.

Amanah atau titipan Tuhan kepada manusia dapat mengambil berbagai bentuk. Anak yang dititipkan kepada orang tuanya, alam yang harus dipelihara, kekuasaan yang diamanahkan oleh Allah melalui rakyat miskin dan tertindas kepada penguasa. Berbeda dengan mandat kekuasaan, amanah mengandung unsur spiritual yang bukan hanya harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat tetapi juga kepada Sang Pencipta.

Manusia dan politisi yang memperebutkan kekuasaan sebenarnya sedang memperebutkan beban berat yang harus dipikulnya. Ketika diangkat sebagai menteri atau jabatan lain banyak pihak yang bersujud syukur sedang seharusnya mereka mengucap istighfar dan memohon ampun dan pertolongan Allah agar beban amanah yang dipikulnya   dapat dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan dengan sempurna.

Amanah juga mengandung prinsip meritokrasi, yakni menempatkan orang yang mampu di tempat yang sesuai dengan keahliannya atau lebih dikenal dengan istilah “the right man in the rigth place”.  Rasulullah SAW bersabda, “Jika amanah diabaikan maka tunggulah kiamat.” Sahabat bertanya, “Bagaimanakah amanah itu disia-siakan, wahai Rasulullah?” Rasulullah saw. menjawab, “Jika suatu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancuran.” (HR Bukhari)

Dengan kata lain amanah hanya bisa diberikan kepada manusia yang minimal memenuhi tiga syarat. Bila berkata tidak berdusta, bila berjanji ditepati, dan bila menerima amanah tidak berkhianat.

Sebuah keluarga, pertemanan, masyarakat, negeri, atau bangsa akan mengalami kekacauan dan kekalutan bila sifat amanah telah hilang di tengah-tengah mereka. Hanya sebuah negeri dan pemerintah yang amanah yang akan menjamin negeri menjadi baldatun thoyyibah dan rabbun ghafur. Negeri aman sentosa, berkeadilan, makmur, dan damai.

sidarto-danusubroto-islamindonesia.id

AJ/IslamIndonesia/Sumber: teks tausiyah/kultum Abdillah Toha pada HUT ke 80 dan peluncuran buku Bapak Sidarto Danusubroto, 12 Juni, 2016.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *