Satu Islam Untuk Semua

Friday, 21 March 2014

Nurcholish Madjid: Modernisasi Itu Perintah Tuhan


www.ayogitabisa.com

Modernisasi merupakan suatu keharusan bagi umat Islam, malahan kewajiban yang mutlak—Cak Nur.

 

Tidak sedikit orang menolak kehadiran modernisasi. Sebagian mereka menganggap bahwa antara Islam dan modernisasi bagaikan air dan minyak, keduanya tidak bisa disandingkan secara bersamaan. Bahkan, ada pula yang menganggap bahwa modernisasi merupakan hal yang mustahil dalam agama Islam.

Namun, pernyataan itu tidak berlaku bagi Nurcholish Madjid. Menurutnya, modernisasi justru merupakan pelaksanaan perintah dan ajaran Tuhan yang Maha Esa.

Modernisasi bukanlah westernisasi. Makna yang paling dekat, identik, atau hampir identik untuk menggambarkan modernisasi yakni rasionalisasi. Demikian dikatakan Cak Nur dalam buku berjudul Islam Kemodernan dan Keindonesiaan.

Artinya, modernisasi itu bermakna suatu proses perombakan pola berpikir dan tata kerja lama yang tidak rasional, dan menggantinya dengan pola berpikir yang akliah.

Hal ini, lanjut Cak Nur, berguna untuk memperoleh daya guna dan efisiensi yang maksimal. Efisiensi itu dihasilkan berdasarkan penemuan mutakhir manusia di bidang ilmu pengetahuan.

Sedangkan pengetahuan, tidak lain merupakan pemahaman manusia terhadap hukum-hukum objektif yang menguasai alam, ideal dan material, sehingga alam ini berjalan menurut kepastian tertentu dan harmonis.

Orang yang bertindak menurut ilmu pengetahuan berarti ia bertindak menurut hukum alam. Sebaliknya, orang yang tidak menggunakan daya pikir sebagai konsekwensinya menjadi manusia, maka sesungguhnya ia menolak alam.

Jadi, menurutnya, sesuatu disebut modern itu jika bersifat rasional, ilmiah, dan bersesuaian dengan hukum-hukum alam. Sehingga, modernisasi merupakan suatu keharusan bagi umat Islam, malahan kewajiban yang mutlak.

Dasarnya, yakni tertera dalam berbagai ayat yang bertebaran dalam Al Qur’an, seperti dalam An Nahl ayat 3, yang menjelaskan bahwa Allah menciptakan seluruh alam ini dengan haq (benar), bukan batil (palsu).

Juga dijelaskan dalam Al A’raf ayat 54, bahwa Dia mengaturnya dengan peraturan Ilahi (Sunnatullah yang menguasai dan pasti).

Serta dalam surat Al Jatsiah ayat 13, bahwa Allah menciptakan seluruh alam raya untuk kepentingan manusia, kesejahteraan hidup dan kebahagiaannya, sebagai rahmat dari-Nya. Akan tetapi, hanya golongan manusia yang berpikir atau rasional yang akan mengerti dan kemudian memanfaatkan karunia itu.

Dan masih banyak ayat lainnya yang memerintahkan manusia untuk menggunakan rasio itu. Bahkan, Allah melarang segala sesuatu yang menghambat perkembangan pemikiran, terutama berupa warisan terhadap tradisi-tradisi lama, yang merupakan cara berpikir kaum terdahulu.

Cak Nur menambahkan, rasionalisasi atau modernisasi ini bertujuan untuk mendatangkan kebahagiaan umat manusia. Sebab, modernisasi berarti berpikir dan bekerja menurut fitrah atau Sunnatullah (Hukum Ilahi) yang haq (benar).

Sunnatullah, telah mengejawantahkan dirinya dalam hukum alam. Sehingga, untuk dapat menjadi modern, manusia harus mengerti terlebih dahulu hukum yang berlaku dalam alam itu (perintah Tuhan).

Jika sudah paham, maka akan melahirkan ilmu pengetahuan yang diperoleh manusia dari akalnya, sehingga modern berarti ilmiah, juga rasional.

Modernitas berada dalam suatu proses, yaitu proses penemuan kebenaran-kebenaran yang relatif, menuju ke penemuan Kebenaran yang Mutlak, yaitu Allah. “Akan Kami perlihatkan kepada manusia ayat-ayat (hukum-hukum) Kami, baik di seluruh cakrawala maupun dalam diri mereka sendiri, sehingga menjadi jelas bagi mereka bahwa Al Qur’an itu benar adanya. Tidak cukupkah Tuhanmu menjadi Saksi atas segala sesuatu?” (Qs. Fushshilat: 52)

Jadi, tujuan hidup manusia pada dasarnya menuju Kebenaran Akhir, Tuhan, atau Kebenaran Ilahi. Sehingga, tidak seorang pun berhak mengklaim suatu kebenaran insani sebagai suatu kebenaran mutlak, kemudian dengan sekuat tenaga mempertahankan kebenaran itu dan menolak adanya perombakan dan penemuan-penemuan lainnya.

Rasul sendiri mengingatkan, setiap kebenaran merupakan barang hilangnya seorang Muslim. Maka, barang siapa menemukannya, di mana dan kapan saja, pungutlah dan bawa kebenaran itu, meski harus ke negeri Cina.

Inilah bukti bahwa, seorang Muslim pada hakikatnya senantiasa modern, maju, progresif, terus menerus melakukan perbaikan, baik bagi diri sendiri maupun bagi masyarakatnya. Dan, inilah yang disebut ihsan, yang secara harfiah bermakna ‘memperbaiki’.

Sesungguhnya Allah memerintahkan kepadamu untuk berbuat adil dan ihsan” (Qs. Al- Nahl: 90)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *