Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 03 September 2016

NASIHAT– Jangan Riya, tapi Pikatlah Sang Pemilik Hati


Asmaul Husna Al-Akram

Islamindonesia.id–Jangan Riya, tapi Pikatlah Pemilik Seluruh Hati

Riya adalah tindakan menampakkan atau menonjolkan amal-amal saleh, sifat-sifat terpuji atau akidah yang benar demi memperoleh kekaguman dalam hati satu atau banyak orang. Lalu melalui kekaguman itu dia akan dikenal di antara mereka sebagai orang baik, mustaqîm (orang yang lurus), jujur, taat dan sebagainya. Namun semua upaya itu dia lakukan tanpa niat untuk meraih keridhaan Allah yang sebenarnya. Dalam hadis disebutkan bahwa perbuatan riya ini adalah syirik yang tersembunyi, karena di sini sang hamba telah menempatkan makhluk sebagai tujuan dari amal saleh, sifat terpuji maupun akidahnya yang benar.

Dalam rangka mengobati penyakit berbahaya yang sangat merugikan penderitanya ini, seorang sufi pernah menuliskan sebuah nasihat yang menghunjam. Dia menerangkan bahwa Allah Yang Mahakuasa dengan seluruh kekuatan-Nya yang meliputi segala sesuatu dan mengatur seluruh maujud alam semesta tentu saja mampu mengendalikan hati seluruh hamba-Nya. Tidak ada suatu apapun yang berada di luar jangkauan kekuasaan-Nya dan berada di luar wilayah kerajaan-Nya; dan tidak seorang pun dapat menempati hati manusia tanpa seizin-Nya dan kehendak-Nya. Bahkan, para ahli suluk yang telah banyak mendidik dan mengasah kepekaan hati mereka sebenarnya juga tidak memiliki kendali atas hati mereka tanpa seizin Dzat Yang Mahakuasa.

Karena itu, Allah adalah Dzat yang secara sejati memilik hati manusia dan berkuasa penuh atasnya. Dan kita sebagai hamba yang lemah dan tidak berdaya, tidak akan bisa menguasai hati kita sendiri tanpa seizin-Nya. Kehendak-Nya berada di atas kehendak diri kita maupun kehendak seluruh makhluk lain. Oleh karena itu, riya dan manipulasi yang kita lakukan, jika dimaksudkan sebagai cara untuk memikat hati sesama hamba Allah dan memperoleh penghargaan atau penghormatan mereka, ketahuilah bahwa itu tidak akan membuahkan hasil karena semuanya berada di luar kendali kita dan sebaliknya sepenuhnya berada di bawah kekuasaan-Nya semata. Dialah Pemilik dan Pengatur semua hati. Dia menjadikan hati manusia sebagai tempat bersemayamnya cinta kepada siapa pun yang Dia kehendaki-Nya. Mungkin sekali perbuatan kita membuahkan hasil yang bertentangan dengan keinginan kita. Perhatikanlah nasib orang munafik yang bermuka-dua, yang hatinya tidak bersih tapi berlagak seperti orang suci. Nasib mereka kelak akan dikutuk dan apa pun yang mereka inginkan tidak dapat mereka peroleh, malah sesuatu yang tidak mereka sukai akan terjadi.

Salah satu tafsir ayat terakhir surah Al-Kahfi yang berbunyi “Barangsiapa yang ingin berjumpa dengan Allah, maka dia harus melakukan perbuatan baik dan tidak menyekutukan Allah dalam ibadahnya,” adalah sebagai berikut: “Seseorang yang melakukan perbuatan baik bukan untuk Allah dan perbuatannya dilakukan hanya agar dia dianggap sebagai orang suci dan saleh serta mengharapkan orang lain mengetahui perbuatannya maka orang seperti itu dianggap sebagai orang musyrik yang menyekutukan Allah. Tidak ada seorang pun di dunia ini yang menyembunyikan perbuatan baiknya dan dalam perjalanan waktu Allah tidak menyebarkannya. Sebaliknya, tidak seorang pun di dunia ini yang dapat menyembunyikan perbuatan jahatnya selama-lamanya karena perbuatan-perbuatan itu akan Allah sebarkan sebelum dia berakhirnya dunia ini.”

Oleh karena itu, carilah reputasi dan nama baik di sisi Allah. Cobalah menarik hati makhluk dengan pertama kali menyenangkan Pemilik dan Pencipta semua hati. Bekerjalah untuk Allah semata-mata, maka Allah Yang Mahakuasa, selain akan mencurahkan pelbagai rahmat dan kemuliaan ukhrawi, Dia juga akan memberikan pelbagai kemuliaan kepadamu di dunia ini dan menjadikanmu dicintai oleh para hamba-Nya. Dia akan meninggikan kedudukanmu dan mengangkatmu di alam dunia ini dan alam akhirat sekaligus.

Satu-satunya yang harus kita kerjakan adalah mengikhlaskan hati sepenuhnya untuk bersusah payah dan menyucikan batin sehingga segala perbuatan menjadi suci dan tidak tercemar oleh rasa cinta dunia apalagi benci kepada sesama. Hadapkanlah wajah semata-mata kepada Allah, beningkan ruh dan hilangkan noda-noda ego dari diri kita. Apakah gunanya rasa cinta apalagi rasa benci hamba-hamba yang lemah, atau apakah manfaatnya memperoleh kemasyhuran dan penghargaan di mata para makhluk yang tak mampu berbuat apa-apa? Kalaupun ada manfaatnya, itu pun pastilah manfaat kecil yang berumur pendek. Mungkin saja keinginan ini justru akan membawa kita untuk berbuat riya dan—semoga Allah menghindarkan kita—mengubah kita menjadi musyrik, munafik atau kafir.

Jika lantaran riya ini kita mampu menghindari kehinaan dunia ini, maka pasti kita tidak akan mampu menghindari kehinaan di alam yang akan datang di hadapan keadilan Ilahi, di hadapan para hamba-Nya yang saleh, para nabi yang mulia dan para malaikat-Nya yang terdekat. Di sana kita akan dihinakan dan dibuat tak berdaya. Itulah kehinaan di hari itu, dan tahukan engkau apakah kehinaan di hari itu? Hanya Allah yang tahu kegelapan macam apa yang akan menyertai kehinaan hari itu. Inilah hari yang dikatakan oleh Allah sebagai … dan orang-orang kafir akan berkata, “Seandainya saja dahulu aku adalah debu” (QS Al-Naba‘ [78]: 40). Akan tetapi, tentu saja angan-angan itu tidak akan ada gunanya.

Wahai sobat, hanya demi cinta yang remeh dan kedudukan yang tidak bermanfaat di mata para makhluk, patutkah kita sia-siakan semua kemuliaan di sisi Allah dan kehilangan keridhaan-Nya hingga menyulut murka-Nya?!
Layakkah amal-amal yang sebetulnya dapat memberi kemuliaan di sisi Allah, kehidupan bahagia yang abadi dan maqâm tertinggi di surga ‘illiyyîn kita gantikan dengan kegelapan syirik dan nifâq, dan kelak semua itu akan menyebabkan penyesalan, siksaan yang paling pedih dan mengubah diri kita sebagai penghuni sijjîn (neraka yang paling dasar)?!

Dalam sebuah hadis Rasul Saw. bersabda, “Sesungguhnya ketika malaikat Allah dengan suka cita sedang membawa amal baik manusia ke surga tertinggi, tiba-tiba Allah memerintahkannya untuk membawa amal-amal itu ke sijjîn karena semuanya tidak diperuntukkan bagi Allah semata.”

Kita tidak mungkin membayangkan apakah sijjîn itu; dan kita tidak dapat menduga apa yang akan ditimpakan kepada para pendosa di sana. Sekali kita ditempatkan di sana, kita tidak lagi dapat keluar karena segala sarana tobat telah terputus.

Marilah kita insaf dan hindari kecerobohan. Timbanglah perbuatan kita dengan sebaik-baik timbangan akal, sebelum ditimbang di alam lain. Bersihkan cermin hati dari debu syirik dan nifâq. Jangan biarkan debu syirik dan kufr mengotori cermin hati hingga tidak mungkin lagi dibersihkan dengan musibah dunia. Jangan biarkan cahaya fitrah kita berubah menjadi kesuraman kufr. Jangan menjadi penghianat diri sendiri dan jangan hancurkan amanah yang telah diberikan Allah kepadamu, ketika Dia mengatakan, “Fitrah Allah yang dengannya Dia menciptakan manusia …(QS Al-Rûm [30]: 30).

 

AJ/IslamIndonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *