Satu Islam Untuk Semua

Friday, 24 April 2015

Nahdhatul Ulama Usulkan 22 Oktober Hari Santri Nasional


Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH Said Aqil Siradj

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH Said Aqil Siradj, mengusulkan 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional.

“Saya dari NU merekomendasikan hari santri adalah tanggal 22 Oktober,” kata Said Aqil saat menjadi pembicara pada Focus Group Discussion Pendidik dan Kependidikan Keagamaan, di Bogor, Kamis (23/4) malam.

Kyai Said mengaku kurang setuju dengan wacana penetapan HSN pada tanggal 1 Muharram. Sebab, lanjutnya, tahun baru Hijriyah merupakan hari di mana seluruh umat muslim dunia memperingati tahun baru Islam.

Moment yang pas, lanjut Kiai Said, ialah hari yang mempunyai kekhasan historis dalam konteks perjuangan Indonesia.

Kyai alumni Pesantren Lirboyo ini mengatakan, peranan santri dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia sungguh luar biasa.  Dalam peran itu, ada sebuah momentum  penting dalam sejarah perjuangan dan pembelaan kaum santri untuk Indonesia. Momentum itu terjadi pada tanggal 22 Oktober 1945 ketika lahir ‘Resolusi Jihad’ oleh KH Hasyim Asyari bersama ulama-ulama dari perwakilan berbagai organisasi masyarakat lainnya di luar NU, seperti Syarikat Islam dan Muhammadiyah.

“Saat itu, Mbah Hasyim mengajak santri agar menyambut kedatangan pasukan NICA dengan darah dan nyawa,” tukasnya dalam acara dengan tema ‘Hari Santri dalam Perspektif Lembaga Keagamaan’ yang dilansir laman kemenag.go.id, Jumat 24 April.

Sebelumnya, Kiai Said menjelaskan bahwa jauh sebelum Indonesia merdeka sudah ada santri. Santri  yang pertama kali datang ke Indonesia bernama Syeh Subakir. Dia datang pada masa Kerajaan Kalingga yang dipimpin oleh Ratu Shima di Jepara.

Pada periode selanjutnya, ada lagi seorang santri atau ulama bernama Syeh Washim yang menginjakkan ke bumi Nusantara bertemu Raja Jayabaya. Kitab yang dibawanya lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa dan diberi nama buku Joyoboyo. Kemudian pula ada nama Syeh Hasan dari Negeri Tirai Bambu yang berada di Rengas Dengklok pada masa Raja Siliwangi.

Singkat ceritanya, tutur Kyai Said, kemudian masuk Raja Majapahit V melalui jalur istri dari Campa yang melahirkan pangeran Jimbun, yang kemudian terkenal dengan Raden Fatah setelah memeluk Islam. Raden Fatah kemudian menjadi raja di kerajaan Islam Demak Bintoro sebagai Kerajaan Islam pertama di Tanah Jawa. Dalam perjalanan selanjutnya,  banyak rakyat Majapahit ingin menjadi santri Demak.

FGD ini diikuti oleh 90 orang terdiri atas beberapa unsur dari  Pimpinan Lembaga Keagamaan dan Pesantren, Ormas, dan akademisi. Narasumber yang hadir antara lain: Dirjen Pendidikan Islam, Ketum PBNU, Ketum PP Muhammadiyah, serta MUI.

(MH/IslamIndonesia)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *