Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 06 March 2014

Musuh VOC dari Tjiandjoer (2): Jaringan Intelijen Haji Prawata Tergulung


foto:repro lukisan Kang Sony

Seratus tahun lebih sebelum Pangeran Diponegoro  mengobarkan Perang Jawa, di tatar Pasundan seorang menak (bangsawan) bernama Haji Prawatasari telah memimpin sebuah pemberontakan besar terhadap kompeni (VOC). Bagaimana perlawanan itu berlangsung? Hendi Jo dari Islam Indonesia coba menyajikan hasil penelusurannya terhadap sepak terjang  pejuang yang namanya hampir tak dikenal oleh generasi sekarang tersebut

 

BANYAK kalangan sejarawan menyebut kemenangan Haji Prawatasari, tidak lepas dari kepiawaiannya memainkan trik-trik intelijen. Ia disebut-sebut memiliki seorang informan di dalam tubuh tentara VOC bernama Ki Mas Tanuwidjaya. Siapakah Ki Mas Tanu? Dalam De Geschiedenis van Buitenzorg (1887), CHF Riesz, menyebutnya sebagai orang Sunda dari Sumedang yang berhasil membentuk “pasukan pekerja” dan mendapat perintah dari Camphuijs untuk membuka Hutan Pajajaran. Ia lantas mendirikan Kampung Baru yang menjadi tempat “kelahiran” (de bakermat) Kabupaten Bogor yang didirikan kemudian.

“Tanuwidjaya adalah penguasa Bogor versi VOC.Ia disebut “Luitenant der Javanen” (Letnan orang-orang Jawa dan merupakan Letnan Senior diantara teman-temannya,”tulis Gunawan Yusuf.

Pada mulanya Ki Mas Tanu sangat loyal terhadap VOC. Sejarah mencatat, bersama seorang sersan Belanda bernama Scipio, ia memimpin Ekspedisi Ciliwung, yang menjadikan kawasan-kawan hutan sekitar bantaran sungai tersebut pemukiman penduduk. Sebut saja kawan-kawasan itu seperti Depok, Pondok Cina dan Kedung Halang.

Almarhum M.A. Salmun pernah menulis dalam Majalah Intisari (salah satu nomor tahun pertama), bahwa yang dimaksud MENAK KI MAS TANU dalam lirik lagu Ayang-Ayang Gung (sebuah lagu populer yang sering ‘dihariringkeun’ oleh ibu-ibu Sunda saat meninabobokan anaknya) adalah Letnan VOC Ki Mas Tanuwidjaya . Secara akademis, memang belum ada penelitian resmi soal ini. Namun jika disimak hampir tiap bait lirik lagu tersebut, kita pantas ‘mencurigai’ pendapat itu mungkin saja benar adanya.

 

Ayang-ayang gung

Gung goong na rame

Menak Ki Mas Tanu

Nu jadi wadana

Naha maneh kitu

Tukang olo-olo

Loba haru biru

Rucah jeung kumpeni

Niat jadi pangkat

Kantun kagorengan

Nganteur Kangjeng Dalem

Lempa lempi lempong

Ngadu pipi jeung nu ompong.

 

Menurut MA. Salmun, bisa jadi ‘penyair baheula’ menyindir Tanuwijaya dengan “lempa lempi lempong, ngadu pipi jeung nu ompong”. Artinya, Letnan VOC itu telah mengejar harapan kosong dan bermesraan dengan orang tidak bergigi. Konon yang dimaksud “orang tidak bergigi” di sini adalah Prawatasari yang pada akhirnya kalah dalam perjuangan.

Lantas mengapa “Si Anak Emas Kompeni” yang tadinya “niat jadi pangkat (ingin meraih jabatan) itu berbalik ‘mengkhinati’ majikannya dengan menjadi agen ganda? Sejarawan Gunawan Yusuf menyebut itu terjadi tidak lepas dari kecemberuan sekaligus ketidakpuasan lelaki Sunda itu kepada pihak VOC. Kendati seorang Letnan, secara de facto Ki Mas Tanu harus ‘tunduk’ kepada seorang Sersan Scipio yang bule totok.

Namun motiv jabatan itu sempat “disangkal’ habis oleh sebagian sejarawan Sunda. Bahkan pernah dalam suatu waktu (1998), terjadi polemik antara “Kuncen Bandung” Haryoto Kunto dengan sastrawan Sunda Aan Merdeka Permana. Haryoto Kunto menyatakan bahwa Ki Mas Tanu yang berdarah muda, ambisius dan setia kepada Kompeni Belanda itu, dijuluki oleh warga masyarakat kala itu sebagai “Si Raja Tega.”

“Kekejaman dan kelaliman Ki Mas Tanu diperlihatkannya ketika ia memimpin kerja rodi, susuk bendung babad jalan, membangun dan melakukan pengerasan jalan antara Bogor sampai Batavia,”tulis Kunto dalam Gung Goongna Rame (Pikiran Rakyat, 19 Februari 1998)

Aan Merdeka Permana tidak setuju dengan pendapat Kunto. Dalam sebuah artikel balasannya berjudul Benarkah Ki Mas Tanu Pengkhianat? (Pikiran Rakyat, 23 Februari 1998), alih-alih menganggap Ki Mas Tanu sebagai pengkhianat atau ‘Si Raja Tega’ ia malah menggambarkan tokoh tersebut sebagai pahlawan, pionir penemuan kembali peninggalan warisan Sunda yakni Pajajaran.

“Berdasarkan riset yang saya lakukan, Ki Mas Tanu berasal dari keluarga bangsawan Sumedanglarang yang notabene masih berkerabat dengan Kerajaan Pajajaran. Bahkan kita tahu Sumedanglarang dalam perkembangannya menjadi pengganti kerajaan Pajajaran,”tulis Aan.

Siapa yang benar, tentunya kita harus membuat riset yang lebih mendalam lagi mengenai soal tersebut. Namun yang jelas, sekitar 1705, persekutuan Haji Prawatasari dan Ki Mas Tanu terbongkar oleh telik sandi VOC. Akibatnya Wedana Bogor itu ditangkap dan dibuang oleh VOC ke Tanjung Harapan, Afrika Selatan.(Bersambung)

 

Sumber: Islam Indonesia

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *