Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 17 June 2014

Muslim Zambia kenalkan Misi Damai Islam di Kalangan Non-Muslim


Worldbulletin.

Islam adalah agama damai dan begitu juga para pengikutnya. Sayangnya, citra agama kita sedang ternoda oleh beberapa individu dengan motif politik.

 

Citra Islam yang sempat tercoreng oleh orang-orang seperti kelompok militan Boko Haram Nigeria, membuat komunitas Muslim di negara Afrika Selatan Zambia berinisiatif untuk mengenalkan Islam yang damai kepada semua orang, termasuk anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah negeri itu.

“Menurut definisi, Islam berarti damai; pengikutnya diharapkan menjadi orang yang damai,” ujar Badru Kisalita, seorang pengkhotbah Muslim Uganda, kepada Anadolu Agency di sela-sela program dua-hari yang disponsori oleh Dewan Islam Zambia, guna mengenalkan misi damai Islam ke seluruh umat non-Muslim Nigeria.

“Tindakan Boko Haram tidak mencerminkan gambaran yang benar dari seorang Muslim yang baik,” katanya.

Boko Haram, yang dalam bahasa lokal Nigeria berarti “pendidikan Barat dilarang”, telah disalahkan atas sejumlah serangan – di tempat-tempat ibadah dan lembaga pemerintah—yang mengakibatkan ribuan kematian dalam lima tahun terakhir.

Pada pertengahan April, militan Boko Haram menyerbu sebuah sekolah tinggi di Nigeria timur laut Borno, dan menculik puluhan siswi.

Kisalita berharap bahwa interaksi rakyat Zambia dengan komunitas Muslim akan memperbaiki kesalahan persepsi yang diciptakan oleh Boko Haram dan aksi kekerasan tersebut.

“Islam adalah agama damai dan begitu juga para pengikutnya,” katanya. “Sayangnya, citra agama kita sedang ternoda oleh beberapa individu dengan motif politik.”

Minggu ini, Kisalita dan sesama dai lainnya menyelenggarakan sebuah program dua-hari yang cukup sukses, tidak hanya untuk mempromosikan Islam, tetapi juga untuk meningkatkan kesadaran tentang kekerasan berbasis gender, terorisme dan efeknya yang mengakibatkan kemiskinan.

“Kami berada di sini di Zambia dalam rangka untuk menyadarkan orang-orang tentang bahaya HIV / AIDS, terorisme, kemiskinan dan fundamentalisme, dan bagaimana mencegahnya degan pendekatan misi Islam yang damai,” katanya.

“Di antara pembicara dalam program ini adalah spesialis dalam membangun perdamaian dan ahli medis yang bukan Muslim,” tambah sang pendeta.

Para pembicara, katanya, bekerja untuk meningkatkan kesadaran tentang masalah-masalah yang dapat mempengaruhi semua orang, termasuk Muslim.

“Meskipun Zambia dianggap sebagai bangsa yang damai, namun beberapa masalah tersebut tidak luput menghampiri kami,” kata Kisalita.

“Jika dibiarkan akan berubah menjadi krisis, masyarakat Muslim juga dapat terpengaruh, seperti yang terjadi sekarang di Nigeria,” tambahnya.

Dia melanjutkan bahwa Muslim sejati akan ikut merasakan penderitaan non-Muslim, termasuk korban kekerasan gender, kemiskinan dan HIV / AIDs.

Mereka juga telah mencoba untuk mengajar orang-orang dari Zambia tentang Islam, berpakaian Islami bagi perempuan, pentingnya kebersihan, dan mengapa Muslim berpoligami, lanjut sang dai.

Presiden Dewan Islam Zambia Masuzyo Phiri, mengatakan mereka juga ingin menginformasikan orang-orang tentang bulan suci Ramadhan mendatang.

“Seperti Anda ketahui, kita sedang mendekati bulan suci Ramadhan,” katanya kepada AA. “Ada kebutuhan bagi kita untuk memberitahu orang-orang mengapa penting bagi mereka untuk tahu bahwa bulan ini sebagai bulan suci.”

Banyak non-Muslim yang menghadiri program ini menggambarkannya sebagai pembuka mata.

“Saya harus mengatakan, ini adalah acara yang mengesankan bagi saya untuk menghadirinya,” ujar John Zulu, seorang Kristen Baptis, kepada AA.

“Saya belajar banyak dari diskusi ini tentang perbedaan antara Kristen dan Muslim,” katanya.

Zulu (19 tahun), mengatakan bahwa selama bertahun-tahun ia berpikir Muslim tidak tahu apa-apa tentang Yesus Kristus.

“Saya terkejut bahwa bahkan Muslim mengakui kehadiran Yesus Kristus. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa Yesus dalam Islam diakui sebagai nabi, sementara kita orang Kristen mengakui dia sebagai Anak Allah,” tambahnya.

Melisa Sichone (25 tahun), sama-sama terkejut menemukan bahwa Muslim tidak menghendaki kekerasan.

“Yang saya tahu adalah bahwa Islam adalah agama yang militan,” katanya kepada AA.

“Acara ini telah mengubah persepsi saya selama bertahun-tahun,” kata Sichone. “Saya berharap penyelenggara acara ini akan terus membuat acara interaktif seperti ini di masa depan.”

Sumber: World Bulletin.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *