Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 20 December 2014

‘Muslim Indonesia Paling Moderat Sedunia’


Meskipun memiliki masyarakat multikultural, keberadaan jumlah penganut agama Islam yang mayoritas tidak mempengaruhi berjalannya proses demokrasi di negara ini. Hal ini tentunya menjadi modal penting sebagai sarana diplomasi kita, yang mana Indonesia bisa membuktikan diri sebagai negara yang toleran.

Sikap toleran dan moderat dari Muslim Indonesia bahkan diakui oleh Syeikh Hisham Khalifa, ulama dari Daar Al Fatwa Lebanon, lembaga tertinggi Suni di Lebanon. Syeikh Hisham memuji sikap moderat umat Islam di Indonesia. “Sikap moderat umat Islam di Indonesia menjadi contoh terbaik bagi kehidupan Muslim di negara-negara lain di dunia,” kata Syeikh Khalifah dalam seminar tentang radikalisme yang digelar di Lebanon, beberapa hari yang lalu.

Seminar yang bertemakan “The Rise of Radicalism in Islam in the Middle East: How to Address the Problem through National Unity” itu diprakarsai Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCI-NU) Lebanon, bekerja sama dengan KBRI Beirut. Seminar ini membahas peran penting prinsip persatuan national dalam menghadapi makin meningkatnya masalah radikalisme kelompok Islam garis keras di Timur Tengah saat ini, terutama dengan adanya aksi-aksi kekerasan, pembunuhan yang mengancam stabilitas kawasan.

Sejumlah tokoh dan ulama lintas sekte di Lebanon hadir sebagai nasasumber dalam seminar itu, yakni selain Syeih Hisham Khalifa, juga Syeikh Ahmed Qabalan dari Dewan Tinggi Syiah (Otoritas Syiah), Syeikh Sami Abilmona dari Dewan Spiritual Druze (otoritas muslim Druze), Sheikh Hassan Abdullah (Muslim Syiah), Syeikh Abdul Nasser Jabri (Suni). Sementara, tokoh Indonesia dari Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) KH Abdul Malik Madani.

Terkait masalah radikalisme, tokoh Syiah Syeikh Ahmad Qabalan berpendapat bahwa meskipun di antara umat Muslim terdapat perbedaan pendapat, tetapi wajib mengedepankan sikap moderat dan menolak sikap radikalisme.

Syeikh Qabalan mengutip perkataan Imam Ali, sahabat dekat Nabi Muhammad SAW, bahwa sesama umat Islam wajib saling melindungi.”Kita harus memelihara kedamaian di antara umat Islam dan saling menjaga guna menghadapi hasutan atau provokasi dari kelompok radikalisme dan ekstrimisme,” katanya.

Pernyataan senada diutarakan Syeikh Sami Abilmona. Sementara itu KH Abdul Malik Madani dari PBNU menegaskan bahwa Indonesia menolak keras radikalisme dan ekstremisme, seperti yang saat ini dipraktikkan ISIS dan Nusra Front, karena bertentangan dengan dasar negara Pancasila dan prinsip Negara Kesatuan RI.

“Umat Islam Indonesia konsisten menerapkan prinsip Ukhuwah Islamiyah, persaudaraan di antara sesama muslim, dan termasuk memberikan perlindungan bagi umat beragama lain dalam bingkai persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia,” paparnya.

Duta Besar RI untuk Lebanon Dimas Samodra Rum dalam sambutannya menggarisbawahi bahwa aksi radikal oleh sekelompok orang Islam terjadi akibat buruknya kondisi politik, ekonomi, dan sosial budaya yang dialaminya.

“Kelompok radikal tersebut merasa mendapat perlakuan tidak adil dalam masalah politik dan ekonomi, serta secara sosial budaya mereka mendapatkan pengaruh yang kuat mengenai persepsi lain atas Islam sehingga berakibat hilangnya pemahaman esensi Islam sebagai agama damai, rahmattan lil alamin,” tuturnya. Atas dasar tersebut, seminar ini mencoba mengangkat peran penting kesatuan di antara sesama Muslim untuk membendung munculnya ideologi yang bertentangan dengan ajaran Islam sebagai agama damai.

 

(Wahyu/berbagai sumber)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *