Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 09 July 2013

Musim Buah Petani Kota


Bagaimana para petani  timun suri di Jakarta menyambut tibanya bulan Ramadhan?

Suatu siang di kawasan Kembangan, Jakarta Barat.

“Gile, Sir…Harga perangsang buah naik lagi,” ujar seorang laki-laki tengah baya. Tangannya sibuk memperbaiki gagang pacul yang terlepas dari besinya. Sementara itu udara terasa semakin panas. Lalu lalang kendaraan di jalan raya seolah tak mengenal kata berhenti.

Laki-laki muda yang dipanggil Nasir hanya  tersenyum kecut. Dijentiknya sebatang  rokok yang tengah dipegangnya. Abu rokok pun bertebaran kemana-mana, ditiup angin Jakarta yang sedikit kencang.  “Ya gimane lagi, emang sekarang zamannya susah, Beh,” katanya pasrah. Ditatapnya hamparan hijau pohon timun suri yang tengah berbunga.  

Asep dan Nasir adalah bagian dari para petani kota. Itu adalah sebutan untuk para petani asli Betawi yang tak memiliki lagi lahan garapan. Hidup mereka kini, betul-betul tergantung pada kebaikan para pemilik tanah. “Istilahnye, kalau kate pemilik tanah pergi, ya kite pergi dah,” ujar Asep dalam logat Betawi yang sangat kental. 

Sudah sekitar 3 tahun Asep dan Nasir memanfaatkan secara gratis lahan kosong milik PT.Metropolitan itu. Tanah seluas 1 hektar tersebut, digarapnya bersama 12 orang kawan lainnya. Masing-masing mereka mendapat jatah 2 kotak. “Kite tanamin ama bayem, kangkung,sawi,” ujar Nasir. 

Namun setiap bulan Rajab datang, mereka mengkhususkan untuk menanam timun suri. “Dengan harapan, pas bulan puasa, kite bisa panen gituh,” kata ayah dari dua putra itu. 

Praktis bagi para petani kota, panen timun suri merupakan peristiwa istimewa. Selain itu merupakan panen buah satu-satunya, biasanya penjualan timun suri agak banyak untungnya dibanding sayuran. “Dari modal 100 ribuan, kite bisa dapat untung sampai 300 ribu,” kata Asep, yang mengaku menjual sendiri hasil panen timun suri miliknya ke Pasar Patra, Jakarta Barat. Lalu dari mana bibit timun suri didapat?

“Kite sih biasanye ngebibitin sendiri,” kata kakek dari dua cucu itu.

Kendati selalu menguntungkan, bukan berarti pekerjaan mereka tanpa kendala. Selain harga pupuk dan perangsang buah yang terus meroket, uang untuk modal kadang juga selalu terpakai, “Ya buat anak sekolahlah, buat ke ondanganlah,”ujar Asep. 

Kini, masalah baru mulai muncul. Sekitar dua tahun lagi, kata Asep, PT.Metropolitan akan berencana membuat apartemen di kawasan kebun mereka. Kalau sudah begitu, mau tidak mau mereka harus menyingkir. Lantas apa yang akan mereka lakukan tanpa tanah garapan? “Paling jadi pedagang atau kuli panggul di Pasar Patra,” ujar Asep. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *