Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 22 January 2014

MUI Dianggap Urutan Teratas Pelanggaran Toleransi Beragama


antara

Tingginya intoleransi berupa pelanggaran kebebasan beragama terjadi di Indonesia sepanjang tahun 2013 yang berhasil di dokumentasikan oleh Setara Institut sebanyak 222 peristiwa. Di dalam 222 peristiwa itu, terjadi 292 tindakan.

Tak terlampau jauh dengan temuan Setara Institut, pantauan yang dilakukan oleh Wahid Institute selama Januari hingga Desember 2013, pelanggaran atau itoleransi yang ditemukan di Indonesia berjumlah 245 kasus.

Cakupan wilayah yang dipantau oleh Wahid Institute sebanyak 19 wilayah, di antaranya Jawa Barat, DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, NTB, Bali, Maluku, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Tengah, NAD, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Sumtera Selatan, Jambi dan Riau.

Dalam paparan hasil pantauan Wahid Institute yang dilakukan selama Januari hingga Desember 2013, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menduduki peringkat pertama sebagai pelaku pelanggaran intoleransi dalam beragama.

Diungkapkan oleh peneliti Wahid Institute M Subhi Azhari, MUI mendominasi dengan 18 jumlah kasus pelanggaran intoleransi.

“Yang paling tinggi itu MUI, kemudian FPI. Selain itu ada 28 kategori lainnya dari intitusi non state,” terang Azhari, dalam paparan temuan laporan Wahid Institute di ruang Cempaka, Balai Kartini, Jakarta, Senin (20/1).

Naik peringkatnya MUI, menurut Azhari bukan dalam kasus kekerasan. Melainkan karena sikap tidak toleransi, berupa pendapat-pendapat yang intoleran.

“Kalau MUI kan dia konteksnya bukan kekerasan, MUI itu lebih banyak soal tindakan intoleransi. Misalnya membuat Statement fatwa-fatwa yang cenderung intoleran, jadi karena itu dia naik. Ini trennya memang naik,” terang Zahari yang ditemui Metrotvnews.com, usai acara Laporan Tahunan Kebebasan Beragama, Berkeyakinan, atau Toleransi 2013.

Dalam kacamata Wahid Institute, kini MUI menyalip FPI yang dahulu peringkat pertama. Menurut Azhari, tingkat intoleran yang dilakukan FPI kemungkinan sama dengan MUI. Hanya saja, Wahid Institute hanya mencatat tingkat kekerasan FPI yang cenderung menurun.

Selain MUI dan FPI, pelaku intitusi lain yang masuk ke dalam pantauan Wahid INstitute di antaranya Forum Umat Islam dengan 8 kasus, Aliansi Ormas Islam dengan 5 kasus, 3 kasus dikoleksi oleh JAT, perusahaan, dan Aliansi Anti Ahmadiyah. Sementara dua kasus pelanggaran oleh GARIS, GP Ansor, Kampus, MMI, MTA, Muhammadiyah, dan LSM Muslim. Sisanya satu kasus oleh BASSRA, FBR, FKUM Pasar Minggu, Formasat TAsik, FUIB, GEMPA, Gerakan Masyarakat Peduli KErukunan, UNS Solo, Pengelola Website, Solidaritas INdonesia Anti Penindasan, KUIB, LDII, Lembaga Kajian, dan Ormas Almanar.

Dalam catatan Wahid Institute, total 81 pelaku yang tercatat dalam pelanggaran intoleransi yang dilakukan oleh organisasi.

“MUI dan FPI yang paling sering melakukan pelanggaran. Yang membuat kami prihatin ialah, adanya kelompok baru yang menunjukan sikap intoleran yakni kalangan kampus,” terang Direktur Wahis Institute, Yenny Zanuba Wahid.

Penelitian ini menggunakan metode berbasis peristiwa atau event-based methodology, yakni mengidentifikasi beragam tindakan baik commission atau omission yang dikategorikan sebagai pelanggaran kebebasan beragama.

Sumber: metrotvnews.com

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *