Satu Islam Untuk Semua

Monday, 09 June 2014

Mesir Larang Ulama berkhotbah Tanpa Izin Pemerintah


Al Arabiya.

Pemerintah yang didukung militer melihat masjid sebagai lahan perekrutan partai-partai Islam.

Mesir telah melarang pengkhotbah yang tidak memiliki izin dari pemerintah setempat untuk memberikan khotbah atau pengajaran Islam di masjid-masjid dan tempat umum lainnya, menurut sebuah dekrit pada Sabtu (07/06), menandai langkah lebih lanjut dalam upaya untuk mengekang pengaruh resmi Islam.

Bahkan, keputusan yang dikeluarkan oleh kantor Presiden interim Adly Mansour juga akan memberikan denda dan penjara bagi imam non-Pemerintah tersebut, terutama jika mereka mengenakan pakaian klerikal—yang berarti menandakan golongan rohaniawan tertentu—yang tidak terkait dengan al-Azhar sebagai pusat pembelajaran Suni di Kairo yang cukup dihormati.

Karyawan terpilih dari kementerian keagamaan akan diberdayakan oleh kementerian kehakiman untuk menangkap siapapun yang tertangkap melanggar keputusan tersebut, tambahnya.

“Tidak akan ada lagi pengkhotbah yang naik mimbar Jumat berikutnya tanpa izin,” kata kementerian itu di halaman Facebook-nya, mengacu pada mimbar tradisional di sebuah masjid yang digunakan khotbah tanpa izin. Keputusan itu diambil untuk “menjaga keamanan nasional,” katanya.

Pemerintah yang didukung militer melihat masjid sebagai lahan perekrutan partai-partai Islam dan telah membuat mereka harus ada di bawah kontrol ketat sejak militer menggulingkan Presiden Mohamed Mursi dari Ikhwanul Muslimin Juli lalu.

Pada April lalu lebih dari 17.000 ulama negara disetujui untuk memberikan khotbah Jumat guna menghentikan jatuhnya masjid “ke tangan ekstremis.”

Banyak orang Mesir berdoa di masjid-masjid kecil lingkungan di luar kendali negara, di mana orang luar dapat dengan mudah bergerak untuk mengambil alih dan memberitakan aliran mereka yang bercorak dalam Islam.

Denda dan penjara

Ikhwanul Muslimin, gerakan yang paling terorganisir tahun lalu di Mesir, telah menyebarkan pahamnya secara sembunyi-sembunyi, dengan sebagian besar pemimpin mereka di penjara, dan menyangkal terlibat dalam serangan mematikan terhadap pasukan keamanan sejak penggulingan Mursi.

Menurut keputusan tersebut, “Pemerintah hanya mengizinkan orang-orang tertentu yang ditunjuk, seperti dari Departemen Agama dan Wakaf dan al-Azhar yang diijinkan untuk berkhotbah di depan umum dan memberikan pelajaran agama di masjid-masjid atau tempat umum yang serupa.”

Hanya pejabat dan lulusan al-Azhar, juga pengkhotbah dari kementerian atau kantor grand mufti yang akan diizinkan untuk memakai “sorban” tertentu—topi merah dengan pita kain putih—dan jubah yang menunjukkan bahwa ia merupakan seorang ulama al-Azhar, katanya.

Pengkhotbah yang tidak sah akan diberi denda hingga 50.000 pound Mesir atau setara dengan $7.000, dan kurungan penjara hingga satu tahun lamanya. Mengenakan atau merendahkan pakaian al-Azhar dengan cara apapun akan mendapat hukuman yang sama, tambahnya.

 Sebelumnya, tiga imam di provinsi Minya telah dihapus dari data administratif pemerintah dan dilarang memberikan khotbah Jum’at karena dituduh mencampurkan agama dan politik.

 Menanggapi keputusan itu, situs Ikhwanul Muslimin di seluruh dunia, yang masih beroperasi—meskipun gerakan ini dilarang pemerintah Mesir, memprotes penghapusan tiga imam tersebut. [LS]

 Sumber: Al Arabiya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *