Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 06 August 2019

Menyemai Benih Toleransi: Para Remaja Live In Bersama Masyarakat yang Berbeda


islamindonesia.id – Menanam Benih Toleransi ke Remaja, Live In Bersama Masyarakat yang Berbeda

Desa Plajan di kecamatan Pakisaji Jepara Jawa Tengah, disamping desa wisata juga desa toleransi. Pasalnya di desa yang terletak di lereng pegunungan Muria Utara itu ada empat agama yang berdampingan. Sejak lama masyarakat senantiasa rukun dan guyub; Islam, Kristen, Hindu dan Budha.

Alasan itulah, Desa Plajan menjadi pilihan acara Social Justice Youth Camp 2019 (SJYC) Jawa Tengah, dari 1- 4 Agustus 2019.

25 peserta yang datang dari berbagai daerah di Jawa Tengah dan beragam agama itu, live in di rumah penduduk. Makan, tidur dan yang paling penting berinteraksi dengan masyarakat secara langsung dengan latar belakang agama yang berbeda.

Dari proses tersebut, para peserta diharapkan bisa memahami makna keadilan sosial, tumbuhnya empati dan memahami keragaman secara langsung, serta “mampu melakukan internalisasi nilai-nilai (tersebut) dalam keseharian,” kata Ikfina Maufuriyah selaku Ketua Panitia.

Acara yang digagas Jalin Damai Jepara dan Gusdurian Jepara itu, menghadirkan para pembicara yang memang sudah lama konsen berkiprah di tengah masyarakat untuk mewujudkan perdamaian dan keadilan sosial, baik di Indonesia maupun di tingkat dunia. Seperti Martadinata ‘Nathan’ Bashir dari Indonesian Social Justice Network (ISJN), Irfan Amalee (Direktur Peace Generation), dan Alberto Gomes dari Dialogue, Empathic Engagement & Peacebuilding (DEEP).

Para peserta adalah remaja usia SMA. Alasannya, karena merekalah yang diharapkan nantinya menjadi agen utama untuk menyebarkan virus perdamaian dan jiwa keadilan sosial di lingkungan mereka. Melihat aktifnya para remaja saat ini di dunia maya, maka pembekalan materi ke peserta menyesuaikan dengan dunia yang mereka hadapi saat ini. Upaya menebar toleransi, perdamaian dan kesadaran lingkungan melalui Instagram, Facebook, YouTube dan sejenisnya.

“Agar kaum muda memiliki kesadaran untuk menjaga lingkungan hidup dan mampu dengan mudah menghargai perbedaan. Membangun kesadaran bahwa keadilan sosial harus diperjuangkan,” kata Nathan direktur ISJN asal Palembang itu.

Dialog dengan tokoh-tokoh berbagai agama dan kunjungan ke tempat ibadah dan pesantren menjadi agenda utama. Seperti kunjungan ke gereja GKMI Plajan, Pura Dharma Loka dan pesantren Darut Taqrib yang bermazhab Syiah.

Mustika Saadah, peserta asal Purworejo mengungkapkan kegembiraannya mengikuti kemah remaja itu. Sebagai generasi millenial, dirinya sadar memiliki tanggung jawab mengisi kemerdekaan, dan menjaga persatuan negeri tercinta.

“Ini adalah tanggung jawab yang harus  kita emban bersama. Saya muda, saya Indonesia, saya siap menjadi agen perubahan dan pejuang keadilan sosial,” tegas siswi SMKN Pati Jawa Tengah itu.

Harapan senada disampaikan peserta Kristen Serhemia Rahayu. Siswi SMKN 1 Pakis Aji Jepara itu berharap saudara sebangsa dan semua teman-temannya bisa menerapkan nilai-nilai keadilan sosial dalam kehidupan bermasyarakat dan mampu menjalin hubungan persaudaraan yang baik dengan orang yang berbeda, baik agama, suku, budaya, ras, dan latar belakang.

Karena keadilan sosial yang bisa menjadikan negara kita aman, damai, makmur, dan persatuannya semakin kuat, tegasnya.

Kabupaten Jepara, khususnya Desa Plajan merupakan miniatur Indonesia, beragam tapi senantiasa rukun, kata Plt. Bupati Jepara Andi Kristiandi saat membuka acara. “Mayoritas melindungi minoritas dan minoritas menghormati mayoritas. Saling bekerjasama dan saling menghargai.”

Menurut Petinggi Desa Plajan, di wilayahnya ada satu RW dimana masjid Muhammadiyah bersebelahan dengan Gereja, Pura dan masjid NU. Bahkan ada makam ‘Tritunggal’, pekuburan bagi tiga agama; Muslim, Kristen dan Hindu.

Saat kunjungan ke Gereja GKMI Plajan, Pendeta Sumihar Tambunan  mengatakan bahwa di Plajan setiap tahun empat agama diberi kesempatan berdoa secara bergantian.

“Ibu kepala desalah, Priyatin, yang berperan sebagai petinggi yang mengayomi perbedaan dan menjunjung tinggi perdamaian. Menjadikan rakyatnya selalu rukun dan sengkuyung membangun desa meski berbeda,” kata pendeta asal Toba Sumatra Utara itu.

Mari rayakan perbedaan, bahagia dalam kerukunan.

MUH/IslamIndonesia/foto fitur: islamindonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *