Satu Islam Untuk Semua

Friday, 07 February 2014

Mengapa Kita Membiarkan Sejarah Islam di Makkah Lenyap?


Pembangunan banyak gedung di sekitar Masjidil Haram

Makkah perlahan menyerupai Las Vegas. Jam dinding besar, hotel mewah, dan pusat perbelanjaan mewarnai kota suci ini. Ulama Saudi berbeda pendapat perihal pembangunan dan pengusiran situs bersejarah di Makkah dan Madinah.

Kerajaan Saudi mendapat dukungan dari Wahabisme sebagai pegangan resmi sejak keluarga Saud menjadi penguasa Jazirah Arab sejak abad ke-19. Dalam pandangan ulama Wahabi, situs sejarah dan tempat suci mendorong terjadinya syirik. Perilaku syirik ini sangat ditentang oleh paham wahabi karena menyebabkan dualism dari keesaan Allah.

Kecemasan paham wahabi berada sejalan di proyek ini sudah dicermati beberapa organisasi keagamaan. Ulama Saudi diluar paham Wahabi khawatir bahwa proyek mercusuar tersebut ditunggangi motif agama—ajaran tertentu. Pemerintah Saudi memang hanya menetapkan paham wahabi sebagai paham resmi kerajaan.

Demi membangun gedung pencakar langit. Benteng Aiyad peninggalan era Ottoman abad 18 dihancurkan. Pada ujung lain dari komplek Masjid Agung, rumah istri pertama Rasul, Khadijah, telah berubah menjadi blok toilet. Nasibnya tak pasti dan menunggu dihancurkan secara merata tergantikan gedung tinggi. NY Times, menyebut penghancuran ini sebanding dengan bangunan terkini.

“Ini merupakan bentuk komersiali­sasi Rumah Allah,” papar Sami Angawi, arsi­tek Saudi yang tengah menggarap riset tentang isu haji. “Bayangkan saja, di bangunan yang berada dekat masjid berdiri apartemen mewah yang disewakan kepada pihak swasta selama 25 tahun. Jadi, jika ingin melihat pemandangan Masjidil Haram, Anda harus membayar tiga kali lipat,” katanya seperti dikutip dari NY Times, pekan lalu.

Dalam tulisannya, NY Times juga mengkritik pemerintah Arab Saudi, yang dinilai mengabaikan akomodasi pertum­buhan penduduk Makkah dengan mem­buat bangunan-bangunan yang justru membuat sempit ruang gerak para calon jama’ah haji. “Dari pandangan arsitek, dan pejabat pemerintah, motif pemba­ngunan kota Makkah adalah uang. Buah keinginan untuk mengeruk keuntungan dari kota yang sangat disucikan,” kritik NY Times.

Surat kabar itu juga menambahkan, eksploitasi secara berlebihan kota Mak­kah dapat mengancam keberadaan pe­ninggalan Nabi Muhammad SAW. “Sepanjang pengamatan, dapat ter­lihat bangunan mewah dan eksklusif mengelilingi masjid suci, dan membuat kaum miskin kian terpinggirkan,” tulis NY Times.

NY Times mengakui, pembangunan kota Makkah jauh melebihi pembangun­an kota besar negara-negara Barat, se­perti New York. Proyek-proyek pemba­ngunan yang ada tidak pernah dibuat sebelumnya, sebuah karya orisinal dari ahlinya. Karya luar biasa juga tercermin dalam pembangunan terminal haji di Skidmore, Owings & Merrill, Bandara Internasional King Abdul Aziz. Bangunan terminal begitu menyentuh tradisi lokal dan kearifan lingkungan tanpa menghi­langkan sisi modernitasnya.

Dalam sebuah tulisan feature, Harian The Independent mengupas sisi dalam Kota Suci. “Meski Nabi Muhammad da­tang untuk menekankan kesetaraan, kini Makkah berubah menjadi taman ber­main bagi kaum kaya, tempat kapitalis­me se­cara kasatmata mengaburkan nilai spiri­tualitas kota,” tulisnya, mengutip kata-kata seorang kritikus

The Independent berhasil mewawancarai warga yang menyatakan ketidakpuasanya atas perubahan kota Makkah. Seorang perempuan muda yang rumahnya telah dihancurkan menyebut bahwa mereka belum mendapatkan kompensasi. “Ada sedikit peringatan, mereka hanya datang dan mengatakan bahwa rumahnya akan dibuldozer,” kata perempuan tersebut menceritakan penghancuran rumahnya.

Dr.  Alawi berharap masyarakat internasional sadar dan tergerak melihat perubahan yang terjadi pada kota suci Makkah. “Kami tidak akan mengizinkan seseorang untuk menghancurkan piramida, tapi mengapa kita membiarkan sejarah Islam lenyap,” ucap dr. Alawi.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *