Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 07 January 2017

Menag Lukman: “Kalau Sulit Hindari Hoax, Jangan Sampai Turut Menebar Mudaratnya”


islamindonesia.id – Menag Lukman: “Kalau Sulit Hindari Hoax, Jangan Sampai Turut Menebar Mudaratnya”

 

Di harian Republika (4/1), Menteri Agama Lukman Hakim Saefuddin menyebut bahwa pada pertengahan November 2016 silam, dirinya tak segan meminta maaf dan meralat sebuah informasi yang ia kirim ke Twitter tentang pembatalan biaya visa umrah. Kata maaf dan ralat, kata Menteri Lukman, segera ia sampaikan sebagai penebus kesalahan lantaran gegabah mencuit ulang informasi yang masih sumir substansi ataupun sumbernya.

“Segera pula saya sampaikan konfirmasi yang valid dari Kementerian Haji Arab Saudi. Sejak itu, saya lebih berhati-hati dalam menerima, memilah, dan menebar informasi,” katanya.

[Baca – Menag: Info Soal Saudi Batalkan Biaya Visa Haji Tidak benar]

Menyinggung fenomena banyaknya berita yang tak jelas sumbernya, pria jebolan Pondok Modern Gontor Ponorogo ini menyitir hadis Nabi SAW yang diriwayatkan Imam Muslim.

“Sesungguhnya Allah meridhai bagi kalian tiga perkara dan membenci kalian tiga perkara. Dia meridhai kalian agar beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukannya dengan sesuatu pun, kalian berpegang teguh dengan tali Allah, dan agar kalian tidak berpecah belah. Dan dia membenci bagi kalian qiila wa qaala, banyak bertanya, dan membuang-buang harta,” katanya mengutip sabda sang nabi.

Di antara deretan kalimat di atas, lanjut Lukman, ada satu istilah yang mungkin perlu penjelasan tersendiri. Yakni, kata qiila wa qaala. Karena itu, beberapa ulama memberikan keterangan khusus ihwal istilah itu dalam hadis tersebut.

“Imam Nawawi dalam “Syarah Sahih Muslim” mendefinisikan qiila wa qaala sebagai berikut; turut campur dalam kabar orang lain, menyampaikan informasi yang tak diketahui sendiri, dan menceritakan semua yang ia dengar,” jelasnya.

Secara teknis, istilah itu dapat diartikan mengabarkan informasi tanpa verifikasi atau menyebarkan desas-desus yang sumir. Kemudian Lukman menyinggung akhir penjelasan Imam Nawawi yang menambahkan peringatan dari sebuah hadis:

“Cukuplah seseorang itu dikatakan berdusta tatkala menceritakan semua yang ia dengarkan.”

[Baca juga – Menkominfo: Lebih 700 Ribu Situs Internet Sebarkan Berita Palsu]

Mantan Kepala Program Kajian Lakpesdam NU ini lalu mengurai bagaimana dampak negatif hoax dalam sejarah umat Islam hingga kini. Di sisi lain, ada ulama terdahulu seperti Imam Bukhari begitu cermat dalam memverifikasi konten sekaligus kredibilitas sumber pembawa informasi atau hadis.

Meski langkah para ulama itu sulit diterapkan pada era digital ini, bagi Lukman,  setidaknya ia berusaha bermedsos dengan lebih cermat. “Kata maaf dan ralat sebagaimana saya singgung di atas adalah upaya saya membonsai hoax agar tak tumbuh liar,” tuturnya.

Menteri Lukman menambahkan, “Pikiran saya sederhana saja. Kalaupun sulit menghindarinya, janganlah sampai turut menebar kemudaratannya. Kalaulah belum sanggup berbuat baik, setidaknya jangan berbuat kerusakan. Walaupun kecil, siapa tahu langkah itu menjadi catatan amal baik.”

Kembali Lukman mengingatkan sebuah hadis riwayat Imam Bukhari di mana Nabi berkata, “Seorang Muslim adalah seorang yang orang lain merasa aman dari (kejahatan) lisan dan tangannya.”

Catatan yang ia tulis di harian Republika ini, bagi Lukman, adalah sekadar introspeksi dirinya selama aktif sebagai warganet pada tahun lalu.

“Sengaja saya bermawas diri karena sadar segala tingkah laku di jagat maya akan terekam jelas sekali. Jika dianggap baik, silakan diikuti.”

Jika perlu dikoreksi, kata Lukman, ia akan terima sebagai bahan perbaikan diri. “Mengawali tahun ini, semoga kita dapat lebih beradab di jagat medsos yang makin tak pernah sepi.” []

[Baca juga: Kali ini Giliran Pemerintah Mesir Ungkap Foto Palsu “Bocah Berdarah” Aleppo]

YS/ islam indonesia

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *