Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 19 March 2014

Memulai Perjalanan Kembali Kepada Allah (Bagian 1)


en.wikipedia.org

Setiap manusia, pada hakikatnya musafir—yang sedang melakukan perjalanan menuju-Nya

 

Sekali waktu, kami tidak di sini.

Sekali waktu, kami berada di Syurga.

Ayah kami, Adam, dan ibu kami, Hawa (Eve), berada di rumah di hadapan Ilahi

Kemudian, dengan keputusan dan kebijaksanaan dari Allah, mereka harus meninggalkan syurga. Tapi dari rahmat-Nya pula, Allah menunjukkan mereka jalan kembali kepada-Nya,

“Turunlah kamu semuanya dari syurga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati” (Qs. Al-Baqarah: 38)

Allah telah memberi kita bimbingan dan sekarang kita semua dalam perjalanan, perjalanan yang harus kita ambil, tidak hanya dengan anggota tubuh fisik kita, tetapi dengan hati kita. Ini adalah perjalanan hati untuk kembali pulang.

Demikianlah yang diungkapkan Sheikh Mokhtar Maghraoui dalam sebuah kuliah. Ia memperkenalkan cara yang sangat sederhana mengenai pengetahuan hati, pengetahuan yang membantu kita memurnikan dan menjaga hati kita agar sehat, sehingga mereka dapat melakukan perjalanan ke Tuhan mereka.

Pengetahuan Hati

Banyak orang menyadari akan pentingnya mempelajari pengetahuan hati, namun pada tingkat praktis, dalam konteks kehidupan kita yang sibuk, justru hal itu sering dilupakan, tak terkecuali dengan penulis.

Tapi memahami pentingnya pengetahuan terkait hati dan bekerja untuk memurnikannya sangatlah penting bagi semua Muslim. Allah memberitahu kita dalam Qur’an bahwa pengetahuan merupakan bagian dari alasan mengapa Nabi Muhammad Saw. diutus :

“Sungguh Allah telah memberi karunia kepada orang-orang yang beriman ketika Allah mengutus di antara mereka seorang rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, membersihkan (jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka Al Kitab dan Al Hikmah. Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan Nabi) itu, mereka adalah benar-benar dalam kesesatan yang nyata. (Qs. Ali-Imron: 164)

Sebuah Persamaan Sederhana

Agar jantung bekerja dengan benar, ia harus didorong dengan ilmu yang bermanfaat dan ibadah.

Islam tidak mengajarkan kepada kita bahwa satu-satunya hal yang harus dilakukan dengan fokus adalah hati. Sebaliknya, Islam mengajarkan bahwa jantung berfungsi sebagai kompas internal untuk membantu seseorang mengarungi kehidupan ini.

Agar jantung bekerja dengan benar, ia harus didorong dengan ilmu yang bermanfaat dan ibadah, serta harus dimurnikan melalui proses Tazkiyah, yang melibatkan pelatihan dan mendisiplinkan diri (nafs). Ketika itu terjadi, seseorang dapat memenuhi tujuan dia diciptakan dan mendapatkan pahala dari Allah.

Islam menetapkan sebuah persamaan yang sangat sederhana bagi orang yang percaya.

Keyakinan yang benar + sikap yang benar = Reward dari Allah

Persamaan ini tidak untuk penulis seorang diri. Keyakinan (Iman) hampir selalu digabungkan dengan melakukan kebenaran (‘amal shalih) ketika Allah menggambarkan orang-orang yang akan menerima imbalan-Nya.

“Barang siapa beriman kepada Allah dan mengerjakan amal yang saleh niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam syurga-syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya Allah memberikan rezeki yang baik kepadanya. (Qs. At-Thalaq: 11)

Allah telah memberi kita Qur’an dan Sunah sebagai referensi yang menjadi dasar penilaian kita tentang apa yang benar dan salah. Namun, ketika hati seseorang sedang sakit, rusak atau jahat, ia mungkin tidak dapat membedakan kebenaran dari kepalsuan. Inilah sebabnya mengapa hati ini begitu penting.

Memahami Nafs

Kemampuan kita untuk memenuhi persamaan ini, untuk menyempurnakan keduanya, keyakinan dan tindakan kita tergantung pada kesehatan hati kita. Islam mengajarkan bahwa kesehatan hati kita dimulai dengan pemurnian dan perjuangan batin melawan nafs kita, bagian dari diri kita yang cenderung untuk mengedepankan keinginan. Terganggu karena hal duniawai, nafs memiliki kecenderungan untuk menyeret hati manusia ke dalam kesombongan. Jantung pun demikian, akan sangat sulit mendeteksi debarannya ketika berada dalam kapasitas sombong atau terfokus pada satu sisi, yakni keduniaan.

Memurnikan nafs memungkinkan jantung untuk dibebaskan dari hal tersebut, tidak hanya dari keinginan, tapi keraguan, khawatir, dan penyakit hati lainnya yang dapat merugikan jantung. Ini merupakan tanda bahwa orang yang percaya (beriman) sudah berhasil, bukan hanya ketika hidup di dunia ini, tapi juga di akhirat.

 

Sumber: On Islam

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *