Satu Islam Untuk Semua

Wednesday, 03 July 2019

Melihat Lebih Dekat Festival “Bodho (hari raya) Apem”


islamindonesia.id – Melihat Lebih Dekat Festival Bodho (hari raya) Apem

Para pengunjung mengantri di depan stan apem gratis. Para remaja tanggung yang bertugas membagi, sibuk mengiris kue apem yang ukurannya jumbo itu. Remaja lainnya menyiapkan piring kertas kecil dan menaruh irisan apem. Yang lain menyiramkan gula merah cair diatas apem dan sigap membagikan.

Tak berlangsung lama, satu demi satu, irisan apem yang imut nan legit itu pun ludes disantap pengunjung yang hadir.

Sambil menikmati kue apem itulah, sudah dua irisan yang saya makan,  saya ngobrol santai dengan mas Roni dan juga mas Tri.

Nguri-nguri budaya peninggalan orang tua, itulah kalimat pertama yang dilontarkan Roni  (43), saat ditanya Islamindonesia ihwal gelaran acara siang itu.

Roni adalah ketua panitia Festival Suguh Apem di Desa Sukodonon Tahunan Jepara yang dihelat 29-30 Juni 2019 lalu. Roni dan para pemuda di desa itu mencoba menghidupkan kembali tradisi dan budaya yang ada di desanya.

Acara dua tahunan yang digarap para pemuda desa itu adalah upaya menggali kembali  tinggalan budaya orang-orang tua terdahulu.  Yah, mungkin di jaman milenial ini tinggal remah-remah diambang punah.

“Sebenarnya ini adalah satu respon acara tradisi barikan apem atau bodho apem yang sudah berlalu beberapa minggu yang lalu,” ungkapnya.

Apem adalah makanan khas nusantara dengan beragam nama, bentuk dan warna tergantung daerahnya. Terbuat dari tepung beras dicampur telur, santan, gula, tape dan sedikit garam.

Bodho (hari raya) Apem sendiri adalah acara  yang biasa dilakukan masyarakat Jepara di beberapa desa. Hingga sekarang masih dilestarikan dan menjadi even budaya.

Biasanya di bulan Syawal sampai Apit (Zulkaidah) selepas Ramadan, masyarakat kembali berkumpul di masjid atau musala dengan suguhan kue apem sebagai menu utamanya.

Masyarakat berbondong-bondong sambil membawa apem dari rumah masing-masing lalu dikumpulkan jadi satu. Jika sudah menggunung didoakan bersama-sama dengan bacaan tahlil untuk diambil berkahnya dan dibagikan kembali ke masyarakat

Menurut hikayatnya, istilah apem berasal dari kata bahasa Arab “afwan”, yang artinya maaf atau memaafkan. Harapannya jika masih ada kesalahan pada sesama di sisa Idulfitri, maka saling memafkan kembali digelar dengan kembali berkumpul melalui suguhan kue apem.

“Kami tidak ingin mencampuri acara sakral bodho apem yang sudah ada di masyarakat,” ungkap Roni. “Acara ini hanya ungkapan khas dan cara anak muda yang lebih bebas dalam menggali filosofi kue apem,”

Filosofi dari apem dan dimaknai dalam Festival Suguh Apem, menurut Roni, karena kami ingin belajar untuk terus berbagi.

“Bahwa orang Sukodono sangat menghormati aturan dan menjaga persaudara,” katanya.

Hal lain, ungkap Roni, agar anak-anak muda di desanya berani menunjukan potensi yang dimiliki mereka, tidak malu dengan kelebihan yang ada pada diri mereka.

“Kita punya, kita bisa. Kami sebagai pemuda itu harus kreatif. Ada yang bisa seni, ukir,  pertunjukan, punya usaha, bisa musik bahkan kuliner dan beragam UMKM kami hadirkan di festival ini,” katanya. “Semuanya asli dari pemuda Desa Sukodono,”

Di sekitar komplek desa itu terpajang beragam hasil ukiran, bahkan keris ikut dipajang, aneka macam makanan atau jajan pasar ikut menghiasi stan UMKM. Cendera mata, gantungan kunci dari kayu, foto tokoh-tokoh nasional dalam media kayu juga ikut mejeng, dan beragam hiasan dinding lainya juga tertata rapi.

“Semuanya adalah hasil karya para pemuda desa kami,” imbuh Roni.

Ciri khas kue apem desa Sukodono, lanjur Roni, adalah bentuknya yang  besar, dan terdiri dari dua sisi apem yang disatukan.

“Namun yang penting bagi kami adalah apa yang bisa kita gali. Sebesar dan sedalam apa kita bisa menggali potensi yang ada, atau  kelebihan apa yang ada di desa kami, itu yang ingin digali,” lanjutnya.

Meskipun lingkupnya hanya di desa, namun pengunjung yang datang dari berbagai daerah tidak hanya dari Jepara, aku Roni. Ada yang dari Kudus, Demak bahkan Malang.

Pagelaran lain selama dua hari dua malam itu juga ada wayang, perkusi, stan up, drumband thethek, wayang tatal kontemporer dan tari apem.

MUH/IslamIndonesia/Foto Fitur: IslamIndonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *