Satu Islam Untuk Semua

Monday, 17 October 2016

Mantan Petinggi JI: Radikalisme Remaja Akibat Situs “Jihad” dan Kedangkalan Pemahaman Agama


IslamIndonesia.id — Mantan Petinggi JI: Radikalisme Remaja Akibat Situs “Jihad” dan Kedangkalan Pemahaman Agama

 

Mantan pimpinan kelompok Jamaah Islamiyah (JI) Asia Tenggara, Abdurrahman Ayyub mengungkapkan bahwa salah satu sebab maraknya radikalisme di kalangan remaja adalah karena kedangkalan pemahaman keagamaan mereka. Oleh karena itu dia berpesan kepada para orangtua agar lebih jeli dalam melihat perkembangan anak-anak mereka, terutama menyangkut isu sensitif seperti masalah jihad.

“Saya berpesan kepada para orang tua agar lebih dekat dengan anak-anaknya. Remaja saat ini rawan disusupi paham radikalisme, karena kedangkalan agama bisa salah memahami makna jihad,” demikian disampaikan Abduurahman Ayyub, saat memberi pembekalan pada Tim Cyber Anti Narkoba dan Radikalisme yang dibentuk Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama di Jakarta.

Lulusan Akmil Afghanistan ini menjelaskan, selain minimnya pemahaman agama, faktor lain adalah seringnya remaja dilanda rasa frustasi, stress dan galau yang kerap mereka alami. Kondisi itu lantas disebutnya sebagai kesempatan dalam melakukan perekrutan.

“Untuk mendoktrikn orang agar bersedia jadi ‘pengantin’ (pelaku bom bunuh diri) hanya butuh 3 menit untuk remaja stress dan 3 hari untuk remaja galau. Untuk orang normal, mungkin butuh waktu sekitar 3 bulan,” jelas Abdurrahman.

Di hadapan 99 Tim Cyber Anti Narkoba dan Radikalisme, Abdurrahman mengisahkan pertama kali memasuki gerakan Islam radikal sejak duduk di bangku sekolah teknik menengah.

“Kerjaan saya dulu tawuran. STM itu kan Sekolah Tidak Mikir. Tapi begitu didakwahi orang yang saya percaya sebagai Ustadz, tujuan hidup saya pun sontak berubah,” kisahnya.

Ternyata dakwah sang Ustadz menarik perhatian Abdurrahman kepada agama. Semangat jihadnya terbakar, begitu mendapat penjelasan mengenai ayat-ayat dan hadis mengenai perang suci.

Disitulah sang Ustadz mengajarkan kepadanya bahwa Indonesia negara jahiliyah, karena berpedoman pada Pancasila dan UUD 1945, bukan pada Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad. Maka, sah bagi Abdurrahman untuk memeranginya.

“Saya tidak pernah ngaji dan masuk pesantren, ya telan saja. Soalnya saya diberitahu: kalau kamu tidak hijrah batin dari NKRI ke Negara Islam Indonesia, maka shalat, puasa, dan ibadah kamu sia-sia. Kalau mati tidak berbaiat, maka mati dalam keadaan jahiliyah. Kalau kamu dengan NKRI sama saja kafir dan mati jahiliyah. Siapa yang tidak ngeri?” kata Abdurrahman.

Kini, Abdurrahman telah berubah haluan dan aktif melakukan kampanye serta menjadi pembicara di banyak forum untuk membongkar kesalahan pemahaman kelompok teroris. Dirinya juga mengungkapkan seluk-beluk dunia terorisme dan penanggulangganya.

Kepada Tim Cyber, mantan Kombatan ini berpesan agar lebih jeli mengenali bahaya radikalisme dan terorisme, serta melakukan upaya nyata untuk melakukan pencegahan terhadapnya.

“Ingat, untuk membuat bom sudah ada tutorialnya di Youtube, cara menggunakan senjata juga ada, bahkan perekrutan ISIS itu justru bukan bertatap muka tetapi melalui media, bayangkan saja. Oleh karena itu kita harus bekerja keras memblokir konten media seperti itu dan mengganti dengan konten yang positif,” urai Bapak yang selalu mengontrol telepon genggam anak-anaknya ini.

Eks Jihadis yang pernah melanglang buana ke berbagai wilayah konflik dari Afghanistan, Filipina hingga ke Australia ini juga mengingatkan bahwa orang yang memiliki pikiran teroris radikal itu betul adanya, bukan buatan intelijen. Keahlian mereka juga nyata dan tidak semata-mata ada hubungannya dengan Amerika.

“Ada yang tidak percaya silahkan, tapi bom Bali satu dan dua itu saya tahu betul, itu hasil ‘karya’ Amrozi dkk. Mereka mampu membuat bomb high explosive.  Beberapa orang dari mereka masih hidup. Kalau tidak percaya bisa kita buktikan,” ungkap Abdurrahman yang disambut tawa riuh peserta.

Terkait dengan konten radikalisme yang banyak diunggah di dunia maya, pria yang kini aktif sebagai staff ahli Badan Nasional Penaggulangan Terorisme (BNPT) ini menegaskan, situs radikal sebaiknya ditutup, minimal kontennya yang mengandung muatan radikal terorisme.

“Ya situs bermuatan radikal terorisme harus ditutup, minimal kontennya. Konten radikal sangat bahaya, lebih bahaya dari narkoba dan pornografi karena efeknya selain merusak dirinya, keluarga, Negara juga orang di seluruh dunia,” pungkasnya.

 

EH / Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *