Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 21 August 2016

LIPUTAN–Cak Nun: Merdeka Itu Kemampuan Memilih Batas


IslamIndonesia.id – Cak Nun: Merdeka Itu Kemampuan Memilih Batas

 

Bagi Budayawan Emha Ainun Najib, kemerdekaan merupakan energi untuk dikelola demi menemukan batas. Ketidaktahuan pada ilmu kemerdekaan membuat seseorang lebih berkonsentrasi pada ‘bebas’ dan bukan pada ‘batas’. Padahal setiap manusia termasuk di Indonesia, bertempat tinggal di ruang-ruang yang mereka ukur dan untuk itu mereka mendirikan tembok-tembok. Manusia, kata pria yang akrab disapa Cak Nun ini, bertahan dalam ukuran dan ukuran adalah batas.

“Indonesia itu sudah diberi batas sejak persiapan kemerdekaan, kemudian ada konstitusi, dan segala macam. Itu semuanya kan lingkaran batas,” kata Cak Nun di depan hadirin yang memadati lokasi kajian Mocopat Syafaat  Yogyakarta, (17/8).

Sayangnya, Indonesia tidak mempertahankan kembali batas yang telah diberikan itu. Jebolan Alberta University Kanada yang juga putra Cak Nun, Sabrang ‘Noe’, mengeksplorasi lebih lanjut dengan analogi lingkaran yang digambar di atas papan tulis. “Mengapa lingkaran di papan tulis itu ada? Karena ada garis batasnya kan?” tanyanya memantik diskusi.

Keberadaan lingkaran itu hanya konsep di benak manusia akibat melihat batas yang berupa garis di atas papan tulis. “Kalau kita pegang,  aslinya ya papan tulis. Jadi keberadaan, kuncinya adalah batas,” kata pria yang telah menyelesaikan dua jurusan studinya sekaligus ini;  fisika dan matematika.

“Jika kita ngomong negara A atau B, pasti ada batas seperti batas teritorial. Lebih dalam lagi, kalau dikatakan kedaulatan manusia menentukan nasibnya sendiri, itu kan juga batas.”

Contohnya, jika benar 80 persen dari undang-undang di Indonesia itu merupakan intervensi dari luar negeri, berarti batas sudah ditembus.  “Nah, kalau batas sudah ditembus, sudah hilang, apakah keberadaan (negara) itu masih ada?” katanya sembari mencontohkan lingkaran di papan tulis dihapus hingga garisnya terputus-putus dan tidak utuh lagi.

Kalau pun dikatakan masih ada, yang tersisa hanya imajinasi dari bentuk utuh yang secara aktual tidak lagi demikian. “Untuk mengetahui apakah kita merdeka,  kita harus tahu batas kita yang tertembus. Apa yang sudah hilang dari batas kita? Apakah kita sudah tahu batas budaya, regulasi, hingga batas ekonomi kita seperti apa?”

Diskusi dinamis yang berlangsung pada 17 Agustus malam itu berawal dari tulisan Cak Nun soal kemerdekaan. Kemerdekaan manusia, masyarakat dan bangsa, kata Cak Nun adalah kemerdekaan untuk menemukan batas. Ketepatan batas itu berpedoman pada titik akurat dari kesejahteraannya, kesehatan dan keselamatannya. “Terlalu membatasi” atau “tidak terbatas” sama-sama mengandung ranjau atas kesejahteraan, kesehatan dan keselamatan.

Di usia kemerdekaan ini ke-71 ini, Cak Nun melihat Indonesia – dengan sederet persoalan bangsa yang berimbas pada rakyat kecil, – seakan di tengah badai, bahkan di tengah air bah yang luar biasa.

“Anda harus gravitatif. Anda harus Seimbang. Orang yang kuda-kudanya kuat, tidak mudah miring, tidak gampang dijegal orang lain. Seluruh mesin berfikir Anda kuda-kudanya harus kuat, sedemikian rupa hingga menjadi batinmu,” kata Cak Nun sembari mengapresiasi acara yang akan dibuat KH. Mustafa ‘Gus Mus’ Bisri bertajuk ‘Tegak di Tengah Badai’. []

 

YS/IslamIndonesia

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *