Satu Islam Untuk Semua

Tuesday, 22 September 2015

Kuota Haji: Kenapa Jakarta (selalu) Kalah Lobi? 


mekah-haji

Pada 21 September, saat mendampingi anggota parlemen yang meninjau kondisi jamaah Indonesia di Arab Saudi, Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, menyampaikan sesuatu yang, menurutnya, kabar baik: kuota haji pada 2016 bertambah 20.000 kursi. Dia bilang separuh dari angka itu hasil lobi Presiden Joko Widodo saat bertandang ke Istana Raja Salman bin Abdulazis Al Saud, dua pekan sebelumnya. Separuhnya lagi, percisnya 10.000 kursi, adalah ‘bonus’ kuota tahun ini. “Karena diberitahunya mepet, yaitu seminggu sebelum ‘closing date’ masuk Makkah, maka kuota tersebut tidak terpakai sehingga menjadi tambahan kuota tahun 2016,” katanya.

Yang tak Lukman sampaikan adalah Saudi juga membagikan bonus serupa ke sejumlah negara lain. Malaysia misalnya, kebagian kuota ekstra 2.100 kursi alias seperlima bonus kursi Indonesia. Yang mengejutkan Malaysia mampu memanfaatkan kuota ekstra itu meski dalam tempo yang mepet. Lebih menohok lagi, Malaysia memberangkat 2.100 jamaah ekstra itu dengan pesawat yang paling nyaman dan berkelas saat ini: Airbus A380. Sekali jalan pesawat raksasa itu mampu mengangkut 490 penumpang.

Kenapa Malaysia bisa? Ini pertanyaan seharga omset perusahaan ONH Plus di musim haji. Menteri Lukman sendiri, tentunya, tak ingin dianggap lambat gerak. Toh, memberangkatkan 10.000 jamaah dari selusin embarkasi dalam hitungan hari bukan perkara mudah. Apalagi, bila mau jujur, kuota ekstra itu tak sepenuhnya berlatar “kemurahan hati” Saudi. Bagi-bagi kuota ekstra muncul berselang hari setelah horor krane patah di Masjidil Haram yang menewaskan sedikitnya 107 jamaah dari berbagai negeri, termasuk 11 orang dari Indonesia, dan melukai ratusannya pada 11 September.

Nah, bisa jadi, kuota ekstra itu memang bagian dari manuver Saudi untuk melarutkan kekentalan duka dan keresahan banyak negara akan tingginya kerawanan dan bahaya yang memgintai jamaah haji di Tanah Suci. Malaysia misalnya, termasuk yang berduka dalam Tragedi Crane Masjidil Haram. Dua jamaahnya ikut tewas dalam tragedi itu. Ironis, jasad kedua jamaah tak kunjung ditemukan meski Kuala Lumpur telah mengirimkan dua sample DNA ke Riyadh untuk membantu pencarian.

* * *

Bagi Menteri Lukman, penambahan kuota 2016 itu tak menyurut tekad Jakarta melobi Riyadh agar kuota haji kembali ke level normal, sekitar 210.000 jamaah per tahun. “Kuota haji dihitung berdasarkan satu per seratus dari total umat muslim di suatu negara,” katanya seperti dilansir situs Kementrian.

Lukman mungkin khilaf. Formula kuota haji, bila merujuk pada resolusi OKI Maret 1998, adalah 1.000 jamaah haji per satu juta Muslim di setiap negeri. Dengan formula itu, bila populasi Muslimin Indonesia pada 2010 yang jadi acuan, yakni 204 juta orang, kuota haji Indonesia otomatis sekitar 204.000.

Nah, sejak tiga tahun silam, kuota jamaah Indonesia terpangkas 20%. Saudi berdalih pemangkasan, yang diklaim jamak, berlatar menyusutnya daya tampung Makkah dan Madinah akibat mega proyek renovasi dua Kota Suci. Berbagai laporan media Saudi menunjukkan untuk musim haji tahun ini, Riyadh hanya menyediakan visa untuk 2 juta jamaah.

Penelusuran Islam Indonesia menunjukkan Jakarta gagal memanfaatkan kekuatan strategis Muslimin Indonesia, paling tidak sebagai yang terbesar di dunia, dalam meraup kuota yang lebih besar.

Memang, di musim haji tahun ini, Indonesia masih memegang rekor jamaah haji terbanyak dengan total 168.000 orang jamaah. Tapi angka itu sukar bermakna bila dibandingkan dengan kuota yang dinikmati negara yang populasi Muslimnya jauh lebih kecil.

Ambil contoh Malaysia. Dengan populasi Muslimin sekitar 17 juta, jiran itu bisa menikmati kuota haji 22.320 kursi. Thailand, dengan populasi Muslim sekitar empat juta, dapat jatah 10.400 kursi. Australia, dengan populasi Muslim 400.000 orang, justru kebagian kuota 4.000 kursi.

Hingga saat ini, Saudi tak pernah memberi penjelasan yang mendetil ihwal kenapa tak ada acuan standar dalam penetapan ataupun pengurangan kuota haji. Inilah yang juga kemudian memicu spekulasi Saudi memperdagangkan visa haji atau setidak-tidaknya menggunakannya sebagai “alat politik”. Indikasi soal yang terakhir misalnya terlihat dari keputusan Saudi mengkavling 700.000 kursi, dari alokasi 2 juta jamaah haji tahun ini, khusus untuk warga Saudi. Padahal, bila merujuk formula kuota OKI, dengan populasi Muslim 25 juta orang, warga Saudi mestinya hanya kebagian kuota 25.000 kursi.

Saudi boleh saja punya diskresi dalam soal kuota, termasuk membagi-bagikan jatah haji negara miskin Afrika ke negara tertentu.

Yang jadi soal, menurut sejumlah kalangan, Saudi kerap mengalokasikan seperempat dari total jamaah haji setiap tahunnya untuk warganya sendiri. Tak heran negara Muslim selebihnya harus legowo berebut tiga perempat sisanya. Jangan heran pula bila di sejumlah negara, antrian jamaah haji bersaing dengan umur siswa SMP. Di Indonesia sejak beberapa tahun lalu, masa antrian haji mencapai 14 tahun. Kabarnya, di sejumlah provinsi, kini angkanya kian molor hingga 17 tahun. Per 2011, ada 1,4 juta pendaftar haji di Indonesia.

Tapi, menurut seorang kolumnis Turki, di belakang layar Riyadh aktif meredakan tekanan dari banyak negara yang terus mendesak perbesaran kuota lantaran panjangnya antrian masa tunggu haji. Salah satu alasan yang kerap dibawa diplomat Saudi, katanya, adakah kecemasan mereka pada apa yang mereka gambarkan sebagai upaya Iran, yang notabene lawan politik mereka, memanfaatkan momentum Haji untuk “membangkitkan dan menggalang kekuatan politik Muslimin dunia”.

Bila cerita itu benar, Saudi nampaknya memang patut cemas. Apalagi bila mengingat ekspedisi militer Saudi, bersama belasan negara Teluk, di Yaman yang terus memuntahkan darah dan kematian di saat berjuta-juta jamaah haji khusuk beribadah di Makkah dan Madinah.

Sebagai catatan akhir, Riyadh memilih tak menerbitkan visa haji untuk sebagian Muslimin Yaman, utamanya dari kawasan kelompok revolusioner Ansharullah, tahun ini. Sementara untuk Muslimin Suriah, ini sudah tahun keempat Riyadh, yang dikenal aktif mensponsori kelompok militan asing untuk menjatuhkan pemerintahan berdaulat di Suriah, memutuskan tetap menutup akses visa haji.

Menteri Lukman nampaknya tak menyampaikan dua hal terakhir itu ke pejabat parlemen yang datang untuk pasang telinga ke Makkah akhir pekan lalu.

Zainab/Edy/RR/IslamIndonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *