Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 04 September 2014

Kisah Sukses Kosmetika Islami


Tahun lalu kami dapat penghargaan ICSA (

Selama ini kosmetik selalu diidentikkan dengan sesuatu yang glamour dan jauh dari nilai-nilai keagamaan. Namun, stigma itu dipatahkan oleh Wardah Cosmetic, merek kosmetika nasional ternama yang lekat dengan nuansa kecantikan muslimah. Kesuksesan yang diraih Wardah ini tentunya bukan seperti membalikkan telapak tangan. Ada kisah di belakang kesuksesan ini.

Semuanya itu berawal dari halaman rumah di kawasan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Saat itu di tahun 1985, Nurhayati Subakat dibantu dengan pekerja pertama hanya seorang pembantu rumah tangganya memulai bisnis ini. Pekerjaan itu ditekuni setelah dia keluar dari sebuah perusahaan kosmetik ternama dan meninggalkan gaji yang terhitung besar. Merek pertama yang dibesut adalah Putri. Pekerjaan itu ditekuni. Kerja keras dan pantang menyerah.

Dari modal yang hanya Rp 2 juta, saat ini kosmetik bergenre halal di bawah payung PT Paragon Technology and Innovation sudah memiliki omzet mencapai Rp 200 miliar perbulan. Angka yang sangat fantastis.

Pasar lokal telah ditaklukkan Wardah. Merk-merk kosmetik dunia berhasil disusul bahkan dilampaui. Pertumbuhan Wardah juga tidak tanggung-tanggung.  Sukses meraih keyakinan pasar lokal, kini Wardah berusaha merangsek ke pasar dunia.  “Kami sedang persiapkan,” ujar wanita berdarah Minang ini.

Hasilnya baru dia nikmati 25 tahun kemudian. Wardah Cosmetic kini menjadi yang terbesar di segmennya. Dari hanya 1 orang, kini jumlah karyawannya kini 4000 orang. Memiliki pabrik seluas 6 hektare di Tangerang, Banten. Setumpuk penghargaan pun sudah diraih. “Tahun lalu kami dapat penghargaan ICSA (Indonesiia Customer Satisfaction Award), Superbrand, Top Brand, dan Economic Challenges,” ujar Nurhayati.

Namun, bukan hanya kisah sukses yang dialaminya. Saat di pertengahan merintis bisnisnya itu, Nurhayati pernah hampir putus asa saat pabriknya dilanda kebakaran. Selain itu, hantaman krisis juga membuatnya harus memecat 250 karyawannya. Tapi kepahitan itu adalah obat yang memberinya pelajaran dan membuat perusahaannya kini meraksasa.

Kini, di usianya yang ke 63 tahun, Nurhayati lebih banyak memberi arahan saja. Pengendali bisnis kini diserahkan kepada kedua anaknya dan para profesional. Kedua anaknya yang juga lulusan ITB, memegang peranan penting di perusahaan. Bos pemasaran dan petinggi produksi. Dua sektor penting yang menjadi ujung tombak kesuksesan perusahaan.

Nurhayati juga tidak pernah melupakan asal usulnya. Dia sadar bahwa sebelum sukses seperti saat ini, dirinya juga pernah bekerja sebagai karyawan. “Jadi saya tidak pilih kasih atau berat sebelah. Saat anak saya yang bekerja di sini ingin naik gaji, semua karyawan juga harus naik gaji,” ujarnya.

(Wahyu/Islam Indonesia)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *