Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 08 May 2014

Kisah Panglima Persia di Madinah


foto:kanguri.wordpress.com

Ketika Khalifah Umar memaafkan Panglima Hormuzan.


TAHUN 640 Masehi, kota benteng Tustar di wilayah Khuzistan berhasil dikuasai oleh pasukan Arab Islam lewat suatu pertempuran yang seru dan berdarah-darah dengan para prajurit Persia. Kekalahan itu menjadikan pimpinan pasukan Persia yakni Panglima Hormuzan tertawan.  Karena pertimbangan terakhir mengenai nasib pucuk pimpinan pasukan musuh harus diputuskan oleh Khalifah Umar ibn Khattab sendiri, maka  panglima Persia yang sudah dua kali mengoyak-ngoyak perjanjian perdamaian dengan pihak Arab Islam itu dikirimkan ke Madinah.

Konon sesampai di Madinah dan bertatap muka dengan Khalif Umar, Hormuzan sangat terheran-heran dengan penampilan sederhana pemimpin negeri yang menaklukan negerinya tersebut. Sejarah mencatat dialog yang berlangsung antara keduanya:

“Wahai Hormuzan, apakah sudah kamu saksikan akibat dari setiap tipu muslihat yang kalian lakukan dan akibat tantanganmu terhadap Allah?” tanya Umar membuka pembicaraan.

“Sewaktu Allah itu tidak berada di pihak kalian maupun pada pihak kami pada masa lalu, kami berhasil menjadi penakluk kalian. Tapi sewaktu Dia berada di pihak kalian maka kalianlah yang justru berbalik menjadi penakluk kami,” jawab Hormuzan.

“Pada masa lalu, kalian berhasil menaklukan kami karena kalian bersatu sedang kami ada pada situasi tercerai berai. Kini apa yang  kamu inginkan wahai Hormuzan?”

Sambil menatap tajam Khalif Umar, Hormuzan menjawab: “Aku khawatir kamu akan menjatuhkan hukuman mati sebelum aku mengucapkan keinginanku…”

“Jangan takut, bicaralah Hormuzan!”

Hormuzan lantas mengatakan dirinya haus dan ingin meminum seteguk air. Umar lantas membawa mangkok bersisi air segar dan memberikannya langsung kepada Hormuzan. Alih-alih langsung diminum, Hormuzan hanya mememegang mangkok berisi air tersebut. Ia pun berkata untuk kedua kali: “Aku kuatir kamu akan menjatuhkan hukuman mati sebelum aku sempat meminum air ini…”

“Tidak ada masalah. Silakan minum, Hormuzan!”

Begitu mendengar jawaban tersebut, Hormuzan tidak jadi minum dan meletakan mangkok air tersebut di atas meja. “Aku tidak membutuhkan air itu lagi karena aku yakin kau telah memberikan jaminan keamanan kepadaku,” ujarnya.

Khalif Umar tersenyum sambil mengangguk. Sejak itu Hormuzan dibebaskan untuk tinggal di Madinah dan setelah memempelajari “agama baru” orang-orang Arab tersebut tak lama kemudian ia menyatakan memeluk Islam.

 

Sumber:  Joesoef Soub’yb, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin (1978)  

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *