Satu Islam Untuk Semua

Friday, 30 May 2014

Kisah Khusnul dan Boneka Kain


foto:dokumentasi Khusnul

Berbekal sebuah boneka kain, dia mendatangi anak-anak TK dan SD. Diceritakannya berbagai hal tentang lingkungan: mulai dari bahaya polusi hingga akibat langsung membuang sampah sembarangan. 

 

UDARA sejuk. Hutan hijau. Air Sungai Kapuas mengalir tenang. Perahu kayu hilir mudik. Deretan situasi seperti itulah yang dikenang Khusnul Khatimah dari masa kecilnya di Pontianak, Kalimantan Barat. Khusnul ingat, tiap hari Minggu pagi, bersama almarhum ayahnya dia kerap jalan kaki menyusuri pinggir Sungai Kapuas.”Masih terasa, betapa sejuk dan menyenangkannya Pontianak waktu itu,”kenang putri kedua dari M.Syafei Rifa’i, seorang dosen di Universitas Tanjungpura, Kalimantan Barat tersebut. 

Situasi itu memang pernah terjadi di Pontianak. Tapi sudah lama, sekitar 20 tahun yang lalu. Sekarang Khusnul melihat perumahan berderet sepanjang Sungai Kapuas, hutan hijau pergi entah kemana, cerobong asap beberapa pabrik berlomba meludahi langit dan raungan mesin mobil memekakan telinga.”Bahkan tak jarang kabut asap datang tiba-tiba mengganggu semua,”kata perempuan kelahiran Ketapang, 17 Juni 1985 itu.

 Ada rasa sedih di dalam diri Khusnul saat melihat anak-anak yang lahir dan tumbuh saat ini. Para bocah tersebut, tak lagi merasakan situasi alam yang menyenangkan kala dia masih kecil dulu. Karena itu, wajar jika mereka tidak memiliki sikap sadar lingkungan.”Saya berpikir, bagaimana caranya menumbuhkan kesadaran soal lingkungan ini kepada mereka?”ujar Khusnul. 

Tak lama kemudian, ide pun muncul. Berbekal sebuah boneka kain milik pribadi dan buku cerita, dia datang ke beberapa taman kanak-kanak dan sekolah dasar di Pontianak. Dengan bantuan sang ibu yang seorang guru, dilobinya pihak sekolah agar memberi izin kepadanya untuk ”pentas” di depan para siswa. Gayung pun bersambut. Beberapa sekolah menyambut idenya itu secara antusias. Maka jadilah dia berpentas sebagai ”dalang” di hadapan anak-anak sejumlah sekolah dasar dan taman kanak-kanak.

Soal tema cerita? Apa lagi kalau bukan masalah yang terkait dengan masalah lingkungan. ”Saya menggunakan tokoh Lintang sebagai subyek cerita,”kata lulusan Kriminologi Universitas Indonesia (UI) tersebut. 

Salah satu cerita Khusnul yang memukau anak-anak adalah kisah tentang Si Lintang. Syahdan, ada seorang anak bernama Lintang. Dia hobinya berpetualang ke berbagai tempat. Banyak negeri yang disinggahinya, diantaranya adalah negeri mimpi dan negeri kayu. Di tiap negeri yang dikunjunginya itu, Lintang selalu memerangi segala bentuk kejahatan yang berkaitan dengan lingkungan.

Misalnya saat di negeri mimpi, bersama Peri Warna, Lintang pernah bertempur melawan Dewa Asap.Yang terakhir itu adalah tokoh antagonis yang kesukaannya membakar sampah-sampah yang dibuang secara sembarangan oleh manusia. Hingga menjadikan negeri mimpi berwarna putih karena asap.  Untuk membunuh Dewa Asap, Lintang dan Peri Warna membersihkan sampah-sampah sambil mewarnai negeri mimpi. Begitu negeri mimpi bersih dan kembali terwarnai, Dewa Asap marah. Karena tidak ada lagi yang bisa dibakar, sang dewa akhirnya membakar singasananya dan dirinya sendiri sampai mati. Di akhir cerita,”Agar Dewa Asap tidak hidup lagi, Peri Warna minta kepada Lintang untuk menyampaikan kepada manusia agar jangan buang sampah sembarangan dan membakarnya,”tutur Khusnul. 

Khusnul tak hanya mendongeng langsung. Sekitar Juli 2007, dia pernah mengisi sebuah acara untuk anak-anak di radio Pro I RRI Pontianak.Kendati, materinya tetap masih sekitar mendongeng namun ada sesi interaktifnya juga dengan melibatkan pendengar anak-anak.”Asyik juga, anak-anak itu ternyata antusias dan banyak yang kritis,”kata duta lingkungan hidup Kalimantan Barat itu. 

Karena kreatifitasnya itu, November 2007 Khusnul terpilih untuk terbang ke sebuah forum lingkungan internasional Bayer Young Environmental Envoy di Leverkusen, Jerman. Sebanyak 17 negara mengirimkan wakilnya termasuk Indonesia yang mengirimkan 4 wakilnya. Salah satu wakil Indonesia itu adalah Khusnul.  Selama di Leverkusen, Khusnul banyak bertukar pengalaman dengan anak-anak muda yang memiliki idealisme yang sama seperti dirinya. Dia juga menyatakan sangat iri dengan kesadaran lingkungan anak-anak di Jerman. Mau kaya atau tidak, anak-anak di Jerman ”Kalau pergi dan pulang sekolah, mereka menggunakan bus sekolah. Tidak ada ceritanya mereka diantar jemput pake mobil pribadi,”ujarnya. 

Wajar jika di sana, polusi bisa terantisipasi. Itu terjadi karena selain ketatnya aturan penggunaan mobil pada hari-hari kerja, juga karena keperdulian orang sana pada lingkungan sangat tinggi. Situasi tersebut tentunya tak akan terwujud jika tidak ditanamkan sejak dini.  Semua memang harus bermula dari pendidikan semenjak bocah. Itu wajib, agar udara kembali sejuk, hutan hijau, air sungai mengalir tenang dan perahu kayu hilir mudik. Seperti di zaman Khusnul waktu kecil. (hendijo)

 

Sumber: Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *