Satu Islam Untuk Semua

Friday, 24 January 2014

Kisah Bijak Para Sufi: Sumpah


suhaisweet.blogspot.com

“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja.” (Q.s. Al-Maidah: 89)

 

Konon, di sebuah desa di India ada seorang lelaki yang sedang gelisah. Hal itu diakibatkan, ia menanggung berbagai masalah yang tak kunjung selesai. Hingga, pada suatu hari ia pun mengucap sumpah, jika masalah-masalahnya teratasi maka ia akan menjual rumahnya dan memberikan semua hasil penjualannya kepada fakir miskin.

Tak disangka, satu per satu masalah yang dinilainya amat berat tersebut ternyata dapat diselesaikan. Ia menyadari bahwa sudah saatnya untuk menepati sumpahnya tersebut. Tetapi, hatinya menjadi galau; ia tak ingin menyumbangkan begitu banyak uang. Akalnya segera bekeja mencari jalan keluar.

Rumah itu dijualnya seharga satu keping perak dengan syarat: pembeli harus membeli rumah itu beserta seekor kucing. Harga yang diajukannya untuk binatang ini adalah sepuluh ribu keping perak.

Dan, datanglah seorang tuan untuk menaksir rumah tersebut. Karena tertarik, si Tuan pun membelinya. Namun, demi terpenuhinya janji, lelaki pemilik rumah tersebut melancarkan aksinya untuk mengadakan perjanjian jual beli sepaket dengan harga kucing.

Si Tuan pun menyetujui. Dibayar tunai sesuai keseluruhan harga kucing dan rumah.

Sementara lelaki pemilik rumah tersebut, merasa sudah memenuhi sumpahnya. Ia memberikan sekeping perak kepada orang miskin, dan mengantongi sepuluh ribu keping perak itu bagi dirinya sendiri.

 ———————————-

Banyak orang memiliki pikiran seperti ini. Mereka berketetapan hati untuk mengamalkan suatu ajaran, tetapi mereka menafsirkan ajaran itu sesuai dengan keuntungan diri mereka sendiri. Selama mereka belum mengatasi kecenderungan tersebut dengan latihan khusus, mereka tidak dapat belajar sesuatu pun.

Muslihat yang digambarkan dalam kisah ini, menurut darwis penuturnya (Syeh Nasir el-Din Shah) mungkin disengaja atau mungkin melukiskan pikiran bengkok yang secara tak sadar merencanakan muslihat semacam ini.

Sang Syeh, yang juga dikenal sebagai ‘Lentera Delhi’, wafat pada tahun 1846. Ia dimakamkan di Delhi, India. Versi ini, yang ia tuturkan, berasal dari tradisi lisan tarekat Chishti. Kisah ini digunakan untuk memperkenalkan teknik psikologis yang dirancang untuk menyeimbangkan pikiran, membuatnya terbuka dan terhindar dari muslihat-muslihat penipuan diri sendiri.

 

Sumber: Idries Shah/ Harta Karun dari Timur Tengah – Kisah Bijak Para Sufi

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *