Kisah Bijak Para Sufi: Si Penanam Duri
Di sebuah kota bernama Konya, hiduplah seorang pemuda yang punya kebiasaan aneh. Ia suka menanam pohon berduri di hadapan rumahnya—yang juga merupakan jalan umum. Siapa pun berhak melewati jalan tersebut.
Tiap hari, ia pun tak pernah sekali pun melupakan hobinya tersebut. Sebelum atau sepulang berkegiatan, ia selalu menyempatkan melakukan hobinya itu.
Alhasil, pohon itu terus tumbuh dan menjadi besar. Awalnya orang-orang yang lewat jalan itu tidak merasa terganggu oleh adanya duri-duri tersebut. Namun, ketika duri itu mulai bercabang dan mempersempit jalan yang dilalui, mereka pun satu per satu mulai protes.
Sebab hampir setiap orang pernah tertusuk duri itu. Menariknya, bukan orang lain saja yang terkena tusukan duri. Si penanamnya pun berulang kali tertusuk duri tanaman yang ia pelihara.
Sayangnya, Si Penanam Duri tak mengindahkan ucapan orang-orang yang menegurnya tersebut. Bahkan, ia semakin merasa ingin membuktikan bahwa dirinya itu benar, dan tidak mengganggu siapa pun.
Tak nyaman dengan kondisi itu, petugas kota Konya pun turun tangan. Membujuknya dengan berbagai cara agar segera menebang tanamannya tersebut.
Akhirnya, ia pun luluh dan berjanji untuk mengakhiri hobinya itu dan juga memangkas habis semua pohon hasil peliharaannya.
Tapi ternyata pada hari berikutnya, ia menunda pekerjaannya. Demikian pula hari berikutnya. Hal itu berlangsung terus-menerus hingga akhirnya orang itu sudah menjadi sangat tua dan tanaman berduri itu sudah menjadi pohon yang sangat kokoh. Orang tua itu sudah tak sanggup lagi untuk mencabut semua pohon berduri yang ia tanam, sampai akhirnya meninggal.
————
Kisah ini merupakan adaptasi dari hasil karya Jalaludin Rumi, seorang pujangga sufi yang hidup di kota Konya (sekarang Turki). Ajaran-ajaran beliau tentang cinta kasih dan keluhuran budi sampai kini terus dipelajari.
Secara sepintas, kisah ini menggambarkan tentang orang-orang yang memiliki kebiasaan dan sifat buruk, perilaku tercela yang selalu dipelihara dan sirami–dengan menggunakan perumpamaan tanaman berduri.
Karena perilaku buruk itu, banyak sudah yang menjadi korban. Dan korban yang paling menderita adalah diri sendiri (Si Penanam Duri), yang terus menunda menebang duri itu.
Dalam kisah ini, Rumi bersyair:
Ingatlah rumpun berduri itu setiap kebiasaan burukmu
Berulang kali tusukannya menyobekkan kakimu
Berulangkali kamu terluka oleh akhlakmu yang keji
Kamu tak punya perasaan, bebal dan keras hati
Jika terhadap luka yang kamu torehkan pada orang
Yang semua dari watakmu yang garang
Kamu tak peduli, paling tidak pedulikan lukamu sendiri
Kamu menjadi bencana bagi semua orang dan diri sendiri
Ambillah kapak dan tebas layaknya lelaki
Runtuhkan benteng Khaibar, laksana Ali
(Matsnawi, hal 1240-1246).
Leave a Reply