Satu Islam Untuk Semua

Monday, 27 January 2014

Kisah Bijak Para Sufi : Kebutuhanan yang Sangat Mendesak


anakkedahukm.com

Dikisahkan, di sebuah kerajaan di Turkistan hiduplah penguasa yang lalim. Namun, begitu menyukai tuturan kisah para sufi. Demi memuaskan kegemarannya itu, hampir setiap malam, ia mengundang darwis untuk menceritakan berbagai kisah.

Dan, pada suatu malam, atas undangan sang raja, datanglah darwis ke istana. Tak banyak berbicara, darwis pun segera memulai kisahnya. Ketika itu, darwis bercerita tentang kehebatan Khidir.  

“Khidir,” kata Darwis itu, “datang sebagai jawab atas suatu keperluan. Tangkaplah jubahnya ketika ia muncul, dan segala pengetahuan menjadi milik Tuan.”

“Bisakah hal itu terjadi atas siapa pun?” tanya raja itu.

“Siapa pun bisa,” kata darwis itu.

Usai darwis bercerita, sang raja pun berpikir keras, “Siapa yang lebih ‘bisa’ daripadaku?”

Tak ingin membuang waktu terlalu lama, esok harinya sang raja pun segera membuat maklumat yang berbunyi, “Barangsiapa sanggup menghadirkan ke hadapanku Khidir Sang Gaib, Pelindung Agung Manusia, akan kubuat kaya raya.”

Atas suruhan sang raja, maklumat itu pun disebarkan ke berbagai penjuru.

Mendengar hal itu, seorang lelaki tua yang miskin bernama Bakhtiar Baba, menyusun siasat. Katanya kepada istrinya, “Aku punya rencana. Kita akan segera kaya, tetapi sedikit waktu kemudian aku harus mati. Namun, itu bukan soal, sebab kekayaan kita akan bisa menghidupimu sepanjang hayat.”

Kemudian, Bakhtiar menghadap raja dan mengatakan bahwa ia akan menemukan Khidir dalam waktu empat puluh hari kalau raja berkenan memberinya seribu keping uang emas. “Kalau kau berhasil temukan Khidir,” kata raja itu, “kau akan mendapat sepuluh kali seribu keping uang emas itu. Kalau gagal, kau akan mati, dipenggal di tempat ini sebagai peringatan kepada siapa pun yang mencoba mengelabui rajanya.”

Bakhtiar menerima syarat tersebut. Ia pun pulang dan memberikan uang itu kepada istrinya sebagai bekal hidupnya seterusnya. Sisa hidupnya yang empat puluh hari itu ia pergunakan merenung, mempersiapkan diri memasuki kehidupan lain.

Pada hari keempat puluh ia menghadap raja. “Tuanku Raja,” katanya, “kerakusanmu membuatmu berpikir bahwa uang akan bisa mendatangkan Khidir. Namun Khidir, seperti kata orang, tidak akan datang memenuhi panggilan yang didasari kerakusan.”

Raja itu sangat murka, “Orang celaka! Kau akan kehilangan nyawamu. Siapa pula kau ini yang berani menyepelekan keinginan seorang raja?”

Bakhtiar berkata, “Menurut legenda, setiap orang bisa bertemu Khidir, tetapi pertemuan itu hanya akan berguna sejauh maksud orang itu benar. Khidir, kata orang, akan datang pada orang selama orang itu bisa memanfaatkan kedatangannya. Hal ini merupakan sesuatu yang tidak bisa dikuasai baik oleh Tuanku maupun aku sendiri.

“Kau tak usah membela diri!” kata raja itu, “sebab toh tak akan memperpanjang hidupmu. Hanya tinggal ,meminta para menteri yang berkumpul di sini memberi nasihat tentang cara terbaik mencabut nyawamu.”

Ia menoleh kepada menteri pertama dan berkata, “Bagaimana sebaiknya orang ini kita hukum?”

Menteri pertama berkata, “Bakar ia hidup-hidup sebagai peringatan.”

Menteri kedua, yang berbicara sesuai kedudukannya berkata, “Potong-potong tubuhnya, cincang anggota badannya.”

Menteri ketiga menjawab, “Sediakan kebutuhan hidup orang itu agar ia tidak lagi menipu demi menghidupi keluarganya.”

Sementara pembicaraan itu berlangsung, seorang bijaksana yang usianya sangat lanjut memasuki ruang pertemuan. Segera setelah Menteri Ketiga selesai berbicara, Sang Bijak itu berkata, “Setiap orang berpendapat sesuai dengan prasangka lama yang tersembunyi dalam dirinya.”

“Apa maksudmu?” tanya raja itu.

“Maksudku, Menteri Pertama dulunya tukang roti sehingga ia berbicara tentang panggang-memanggang. Menteri Kedua semula tukang daging, maka ia berbicara tentang potong-memotong. Sedangkan Menteri Ketiga, yang telah mempelajari ilmu tata negara, melihat sumber masalah yang kita perdebatkan ini.

Catatlah kedua hal ini. Pertama, Khidir muncul dan melayani setiap orang sesuai dengan kemampuan orang itu untuk memanfaatkan kedatangannya. Kedua, orang yang bernama Bakhtiar ini, yang kusebut Baba karena pengorbanannya, telah didesak oleh keputusasaan sehingga ia melakukan tindakan tersebut. Keperluannya sangat mendesak sehingga ia pun membuatku muncul di sini di hadapanmu.”

Ketika orang-orang itu memperhatikannya, Sang Bijak itu pun lenyap di depan mata mereka. Berusaha melakukan perintah Khidir, Sang Raja pun memberikan harta tetap kepada Bakhtiar. Menteri Pertama dan Kedua dipecat, dan seribu keping uang emas itu pun dikembalikan ke bendahara kerajaan oleh Bakhtiar dan istrinya yang tahu berterima kasih.

Bagaimana Sang Raja bisa bertemu Khidir lagi, dan apa yang tejadi di antara mereka, ada dalam dongeng tentang Dunia Gaib.

————————-

Bakhtiar Baba konon adalah seorang Sufi bijaksana yang hidup sederhana dan menyendiri di Khorasan sampai peristiwa dalam kisah ini terjadi.

Kisah ini, yang dikaitkan juga pada banyak syeh Sufi lainnya, menggambarkan konsep tentang jalinan antara keinginan manusia dengan makhluk lain. Khidir merupakan penghubung kedua ‘dunia’ ini

Judul ini diambil dari sebuah syair terkenal Jalaluddin Rumi:

“Bagian baru bagi pemahaman akan muncul sebagai jawaban atas keperluan. Karenanya, wahai manusia, buatlah semakin mendesak kebutuhanmu agar pemahamanmu bisa lebih tajam lagi”

Versi ini dituturkan oleh seorang Darwis guru dari Afghanistan.

Sumber: Idries Shah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *