Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 12 February 2017

Kiai Said: Menurut Kitab Kuning, Tidak Sah Khutbah Kalau Ada Caci Maki


islamindonesia.id – Kiai Said: Menurut Kitab Kuning, Tidak Sah Khutbah Kalau Ada Caci Maki

 

 

Meski telah lama diwacanakan, sertifikasi khatib Jumat kembali menjadi sorotan. Pasalnya, Kementerian Agama tengah menampung aspirasi sebagian umat Islam berupa keresahan terkait materi khotbah Jumat yang telah dinilai telah bergeser dari esensinya.

“Ini bukan gagasan pemerintah, Menteri Agama, untuk mengatur khatib. Ini bermula adanya keresahan, maka ini perlu ditata, dibenahi agar masyarakat bijak menyikapi perbedaan,” kata Menteri Lukman dalam perbicangan di tvOne, dan dikutip viva.co.id, Jumat, 3/2.

Laporan masyarakat yang didapat Kemenag, kata Lukman, terkait isi khotbah yang  justru berisi cacian, celaan dan kedengkian, yang berpotensi meresahkan umat.

Menanggapi wacana ini, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Said Aqil Siradj, menyatakan rencana standarisasi khatib seharusnya cukup diganti lewat upaya pembinaan dan pencerahan para khatib.

Hal ini juga tidak lepas dari kesaksikan Kiai Said soal masih banyaknya khatib salat Jumat yang sejatinya belum layak sebagai khatib.

“Belum saatnya jadi khatib, masih jauh ilmunya. Sehingga untuk memenuhi undangan khotbah, diisi dengan semaunya, caci maki lah. Menurut kitab kuning, enggak sah khotbahnya kalau ada caci maki,” ujar Said Aqil setelah menghadiri peringatan hari lahir NU ke-91 dan haul KH. Abdul Qadir Hasan (Guru Tuha) ke-40 Kalimantan Selatan, (11/2) seperti dilansir tempo.co

Menurut dia, khatib-khatib semacam ini sebaiknya mencaci-maki di luar khotbah. Sebab, kata Said, materi ceramah keagamaan yang dicampuri caci-maki justru membuat salat Jumat tidak barokah. “Malah enggak sah salatnya,” ujar dia.

Itu sebabnya, Said Aqil mendorong Kementerian Agama gencar memberikan penyuluhan, pengkaderan, dan memperkuat peran lewat Bimbingan Masyarakat Islam (Bimas Islam). Ketimbang ulama, menurut Said, pemerintah sebaiknya lebih berperan meningkatkan mutu khatib. “Tapi selama ini Depag (Kemenag) kurang menangani itu. Lahir lah khatib-khatib yang radikal,” Said Aqil melanjutkan.

Sementara itu, Cendekiawan Muslim Prof. Komaruddin Hidayat mengatakan sertifikasi itu tidak diperlukan, karena para khatib berasal dari seleksi alam.

“Hendaknya pemerintah memfasilitasi masjid melakukan penataan, buat angket survei kepada jemaah, apa yang disenangi dari kurikulum itu,” katanya usai menghadiri kegiatan Festival Madania, di Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu, 4/2 seperti dilansirtempo.co.

Komaruddin melanjutkan, “Memberikan khutbah di masjid ada rambu-rambunya, konten dan budaya masjid harus dijaga, jangan dilepas begitu aja. Karena memang ada beberapa masjid yang bahasanya keras.”

Setiap masjid, bagi eks rektor UIN Jakarta ini, seharusnya menata diri termasuk penceramahnya agar pesan dakwah yang disampaikan kepada masyarakat untuk meningkatkan ilmu dan ketakwaan tersampaikan.

“Jadi bukan sertifikat yang dibutuhkan, tapi konten dan budaya masjid itu yang harus ditata. Masjid yang menjaga kedamaian, meningkatkan keilmuan, ketakwaan, jangan jadi mimbar politik,” katanya.[]

YS/ islam indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *