Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 20 April 2014

Khurasan: Dari Dinasti ke Dinasti


foto:iranview.org

“Pada zamannya, Khurasan adalah sebuah kawasan yang menjadi pusat perkembangan intelektual peradaban Islam…” ( Encyclopedia Americana jilid 18).

 

BELUM LAMA INI, pemerintah Republik Islam Iran menetapkan provinsi Khurasan sebagai cagar budaya yang dilindungi. Keputusan tersebut tentunya sangat tepat mengingat di Khurasan saat ini terdapat sekitar 1.170-an bangunan dan puluhan ribu manuskrip yang memiliki nilai sejarah yang sangat penting. Sebut saja diantaranya adalah menara Akhangan di utara kota Tus atau Masjid Goharsad di pusat kota Masshad.

Secara keseluruhan, wilayah yang disebut Khurasan meliputi negara-negara yang sekarang bernama Afghanistan, Iran, Turkmenistan, Uzbekistan dan Pakistan. Di sebelah selatan, kawasan itu berbatasan dengan Pegunungan Hindukush dan di sebelah timur dan utara, berbatasan dengan Pegunungan Thian San dan Laut Kaspia.

Namun seiring berjalannya waktu, kawasan yang dijuluki sebagai tanah matahari terbit itu, ruang lingkupnya mengecil. Dengan luas sekitar 314 kilometer persegi, kini  Khurasan masuk ke dalam salah satu provinsi milik Republik Islam Iran.

Kisah kemunculam Khurasan dalam peta dunia, diawali oleh kedatangan Alexander Agung (356-323 SM) ke kawasan tersebut pada abad ke-6 SM. Dalam rangka menaklukan kota-kota di Asia Tengah, Alexander Agung membangun sebuah pangkalan militer di sana. Sepeninggal Alaxander Agung, kota militer yang diberi nama Merv itu, disempurnakan oleh Antiochus I (280-261 SM) dari Dinasti Seleucids (305-64 SM). 

Tahun 637 M, pasukan Arab Islam berhasil mengalahkan pasukan Kekaisaran Persia di Jalula.Raja Persia yang bernama Khosru Yezdegrid III lantas meluputkan diri ke Merv. Dari kota militer itulah, Khosru Yezdegrid III melancarkan serangan balik ke kubu pasukan Arab Islam.

Demi menuntaskan ekspedisi penaklukan Persia, Khalifah Umar ibn Khattab memerintahkan pasukannya menyerang Khurasan. Maka dibawah pimpinan Panglima Ahnaf ibn Kais Al Tamimi, ribuan pasukan Arab Islam bergerak menuju Merv.

Penyerbuan Panglima Ahnaf dimulai dari Basra. Mereka bergerak seolah gelombang air bah yang tak tertahankan. Sepanjang perjalanan, beberapa kota berhasil mereka taklukan. Salah satunya adalah Tabasan, sebuah kota yang terletak antara Nishapur, Isfahan dan Kirman. Tabasan juga dikenal sebagai pusat persinggahan kafilah dagang dari berbagai penjuru Arab.

Dari Tabasan, pasukan Arab Islam melancarkan penyerbuan ke Merv. Dengan gegap gempita dan diselilingi takbir bergemuruh, mereka menjebol benteng pertahanan pengikut Khosru Yezdegrid III. Setelah berhari-hari melakukan duel pasukan panah dan pelontar batu, pasukan Khosru Yezdegrid III mundur ke Oxus. Tahun 643 M, secara resmi seluruh Khurasan jatuh dan menyatakan tunduk di bawah kekuasaan Kekhalifahan Arab Islam.

Setahun setelah penaklukan Khurasan, Khalif Umar gugur dibunuh seorang budak Persia. Utsman ibn Affan lantas diangkat menggantikan posisi Umar. Di masa kepemimpinan rasyidin ketiga itu, terjadi sebuah pemberontakan di Khurasan. Pimpinan pemberontakan tak lain adalah Khosru Yezdegrid III yang berhasil luput saat terjadi penyerbuan pasukan Panglima Ahnaf.

Rupanya usai kekalahan itu, Khosru Yezdegrid III tidak tinggal diam. Bersama seorang cucu lelakinya,  Sang Khosru mengumpulkan kembali pasukannya yang tercerai sekaligus menjajaki pendekatan militer ke Cina. Namun manuver politik Khosru Yezdegrid III dan cucunya itu terpotong oleh misi khusus Kekhalifahan Arab Islam pimpinan Saad ibn Abi Waqqash.

“Dengan sedikit gertakan politik, misi khusus bangsa Arab itu berhasil meyakinkan Kaisar Yung Chui untuk menghentikan bantuan militernya kepada orang-orang Persia,”tulis  Badruddin Al Chini dalam Chini Musulmans.

Khalif Utsman merespon pemberontakan tersebut dengan perintah penumpasan. Di bawah pimpinan Gubernur Basra yakni Abdullah ibn Amir, pasukan Arab Islam untuk kedua kalinya menyerbu Khurasan. Hasilnya, pemberontakan berhasil dipadamkan dan Khosru Yezdegrid III tewas dibunuh oleh pasukannya sendiri.

Di masa keemasan Dinasti Umayyah, Khurasan menjadi bagian kekuasaan dinasti tersebut.Kendati demikian, pemberontakan demi pemberontakan kerap terjadi di sana. Salah satu pemberontakan terbesar (747-750 M) dipimpin oleh seorang tokoh lokal bernama Abu Muslim Khorasani.

Tahun 749 M, kekuasaan Dinasti Umayyah tumbang di tangan para pengikut  fraksi Abbasiyah. Namun keinginan orang-orang Khurasan mendirikan negara sendiri tak berhenti begitu saja. Pada 821 M, seorang khawarij bernama Tahir Phosanji mengobarkan pemberontakan paling akbar terhadap kekuasaan Khalif Al Makmun (813-833 M).

Usai tumbangnya Dinasti Abbasiyah, secara sili berganti dinasti-dinasti dari berbagai bangsa menguasai Khurasan. Dinasti Saffariyah dan Dinasti Samanid dari Iran serta Dinasti Ghaznavids dan Dinasti Seljuk dari Turki tercatat sebagai 4 dinasti yang pernah menancapkan kekuasaannya di Khurasan.

Sekitar abad 13, ratusan ribu pasukan Mongol menyerbu wilayah Khurasan. Ribuan penduduk terbantai dan ribuan keluarga lainnya mengungsi ke Konya di Anatolia. Salah seorang pengungsi itu adalah Jalaluddin Rumi, pendiri tarekat  Maulawiyah atau yang di dunia Barat dikenal sebagai para darwis yang berputar (whirling dervishes).

“ Mistisme Maulawiyah bisa dipandang sebagai sebuah respon Muslim terhadap bencana invasi Mongol, yang telah membuat begitu banyak orang kehilangan keimanan kepada Allah,”tulis Karen Armstrong dalam A History of God.

Pada abad ke-14 M hingga 15 M, Khurasan dikuasai oleh Dinasti Timurid yang didirikan Timur Lenk. Pada periode itu Khurasan bisa disebut menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Berbagai manuskrip dan literatur Persia bernilai tinggi ditulis pada era itu. Nishapur, Herat, Ghazni dan Merv kota-kota penting di Khurasan menjadi pusat perkembangan budaya di dunia.

Kini sisa-sisa peninggalan budaya bermutu itu masih bisa didapatkan di Khurasan. Bahkan beberapa waktu yang lalu, sempat tersiar kabar bahwa Khurasan banyak didatangi oleh para pemburu benda-benda kuno. Bisa jadi, itu menjadi salah satu alasan Pemerintah Republik Islam Iran memutuskan kawasan tersebut menjadi cagar budaya.

 

Sumber: Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *