Satu Islam Untuk Semua

Saturday, 26 September 2015

KHAS – Mina: Horor ‘Layanan Kelas Dunia’ (2)


Ada yang namanya apes. Tapi masih ada lagi yang namanya Arab Saudi.

Kamis pagi di Mina. Saat cakar tragedi mengincar di tikungan, otoritas Saudi masih dalam mood sumringah. Di kota-tenda terbesar di dunia itu, mereka sedang menjamu sederet media internasional. Kementrian Informasi, khususnya, termasuk yang bersemangat menjadi tuan rumah yang baik untuk kalangan wartawan asing yang ingin melihat dari dekat “layanan haji kelas dunia” yang disiapkan Kerajaan untuk tetamu Allah. Semangat itu terbaca jelas dalam sebuah laporan Saudi Press Agency, kantor berita resmi Kerajaan, seperti Antara di Indonesia, yang turun lepas tengah hari: Foreign Journalist Laud Saudi Government’s Projects in Holy Sites.
Basma Attasi, wartawati Al Jazeera, termasuk di antara tamu khusus Kementrian Informasi pagi itu. Dia dan kru datang telat. Maklum, saat masih di Masjidilharam, bus yang semestinya membawa mereka ke Mina keburu berangkat. Sejak awal musim haji, Basma mengampu acara “Hajj in Realtime” yang memungkinan pemirsa melihat dan mengikuti prosesi haji secara langsung.

Basma masuk di Mina pada pukul 9:15 pagi waktu Saudi. “Jalanan menunju Mina sangat padat,” katanya memperlihatkan sebuah foto jalanan yang sesak via LiveScribble. Di Mina, dia dan rekannya memilih bermarkas di gedung Kementrian Informasi — untuk kemudian menyesal.

Jelang tengah hari, dia menuliskan sesuatu yang nadanya gawat. “Saya di Mina. Direktorat Pertahanan Sipil Saudi menyatakan 150 tewas, 400 terluka akibat saling injak. Kami masih menanti pemandu untuk meninggalkan kamp dan melihat apa yang terjadi.

Tapi harapan itu tinggal harapan. Kamp yang disebut adalah Kementrian Informasi dan kantor kerajaan itu mendadak berubah jadi ‘sel tahanan’. “Kami tak diizinkan meninggalkan kamp di Kementrian Informasi. Saya akan berusaha mengabarkan keadaan dari atap bangunan,” katanya.

Tapi hanya sedikit yang bisa terlihat mata dan bisa diwartakan. Toh, Internet jelek. Tak ingin ketinggalan momen, dia mencoba melaporkan lonjakan pertambahan angka korban, ketegangan dari ambulans yang meraung-raung, dan helikopter yang terbang rendah. Sekali dia melaporkan pertanyaan pimpinan Komite Haji, Pangeran Khaled al-Faisal, yang mempersalahkan keberingasan “sejumlah jamaah dari Afrika”. Dia mengutip isi siaran teve Al-Arabiya.

Dua jam kemudian, pada pukul 14:19, dia dapat izin dari kementrian untuk meninggalkan gedung dan meliput di lokasi kejadian. Tapi saat di lokasi, lagi-lagi dia harus banyak mengelus dada. Laporan singkatnya sudah cukup  bercerita banyak:

“Tentara menghalangi kami mengambil gambar.”

“Kamera sejumlah wartawan disita.”

“Mayat bergelimpangan di sisi sana.”

“Truk ini dan beberapa truk lainnya isinya orang mati.”

Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa otoritas Saudi menghalangi wartawan meliput tragedi itu sejak awal? Kenapa pula mereka, setelah memberikan izin peliputan ke lokasi kejadian, tetap memblokade akses dan bahkan menyita kamera dan peralatan liputan wartawan yang sedang bekerja?

* * *

Keluhan Basma itu mewakili kegundahan jutaan Muslimin yang tersentak dan terus bertanya dan bertanya lepas tersiarnya kabar 717 orang jamaah tewas dan 800 lainnya terluka: kenapa tragedi Mina lagi-lagi berulang?

Bukan rahasia lagi kalau Mina memang menampung banyak tragedi. Tapi sejak musibah terakhir pada 2006, kota itu telah banyak berbenah, atau setidaknya begitulah klaim pemerintah Saudi. Insiden saling injak yang laten di tahun-tahun sebelumnya nyaris tinggal sejarah. Dengan bantuan arsitek Jerman, Saudi berhasil mendadani kota kecil itu, memperbesar jalan, meninggikan jembatan, menambah ruas-ruas arteri, mendirikan maktab berpendingan udara dan masih banyak lagi fasilitas tambahan yang semuanya memudahkan proses pelemparan jumrah. Di luar itu, dari segi jumlah, jamaah tahun ini termasuk susut drastis dan semestinya membua Kerajaan lebih mudah dalam mengawasi jamaah. Menurut Saudi Press Agency, jumlah jamaah haji tahun ini sekitar 1,4 juta orang, dari biasanya, sebelum mulainya mega proyek renovasi Makkah-Madinah pada 2012, yang mencapai 2-3 juta orang.

Tak hanya itu, demi mengantisipasi tragedi ala terowongan Mina pada 1990, yang paling kelam sejauh ini dengan 1.460 jamaah tewas, Kerajaan telah memasang 7.000 CCTV di setiap sudut kota. Sebuah ruangan di kantor Kementrian Dalam Negeri di Mina menjadi pusat kendali. Dari ruangan itulah, penuh peralatan komunikasi, komputer dan layar monitor, Kerajaan bisa mengetahui dan mengantisipasi apapun yang terjadi secara realtime. Ini belum termasuk gambar live yang disuplai dari penerbangan tanpa jeda skuadrom helicopter di langit Mina untuk memantau pergerakan 1,4 juta jamaah haji yang mengantri untuk melempar Jumrah.

Kabar pertama tragedi itu muncul di akun Twitter Direktorat Pertahanan Sipi pada pukul 10:13 pagi, alias satu jam sebelum Basma mendengarnya dan membaginya ke pemirsa Al Jazeera. Kabar lanjutan yang beredar di media lokal memuat informasi yang lebih rinci. Insiden maut saling injak antar jamaah haji terjadi di ruas Jalan 204 yang menuju kawasan pelemparan Jumrah.

Foto dan video yang kemudian beredar di Internet — termasuk ditayangkan situs Islam Indonesia — memperlihatkan gambar dan momen mengenaskan jasad ratusan orang jamaah bergelimpangan dan saling tumpuk di jalan. Di salah satu video misalnya, terlihat tumpukan jamaah yang tewas lebih dari satu meter. Beberapa jamaah terlihat masih terkulai, mencoba siuman. Beberapa lagi terduduk shock, sebagian mencoba mencari yang selamat. Dari warna kulit, terlihat jelas banyak dari yang meninggal adalah jamaah dari Afrika. Saat siang kian meninggi, foto-foto lainnya meperlihatkan kesibukan operasi SAR di lokasi kejadian. Sejumlah mobil water sprinkler terlihat parkir di antara ambulans dan petugas haji serta barisan tentara.

Jelang jam dua siang, juru bicara Direktorat Pertahanan Sipil menyampaikan keterangan resmi. Seperti dilansir SPA, insiden terjadi terjadi pada pukul “sembilan pagi”, dipicu oleh “gangguan tiba-tiba di antara jamaah dan meningkatnya jumlah jamaah” yang menuju Jamarat via persimpangan jalan 204 dan 223. “Inilah yang memicu saling injak di antara jamaah,” katanya.

Hampir bersamaan, pejabat Saudi lainnya menyebutkan musibah berawal dari ulah sekelompok jamaah yang tiba-tiba berhenti di tengah jalan. Inilah yang kemudian diklaim sebagai pemicu penumpukan. Versi lain, semisal dari Menteri Kesehatan Saudi, mempermasalahkan jamaah Afrika yang dituding “tak taat aturan”. Keterangan pejabat Kerajaan lainnya menyebutkan insiden terjadi lantaran banyak jamaah tak sabaran dan panas yang menyengat. Kombinasi dua hal itu membuat jamaah jadi “beringas”, ingin cepat sampai ke jembatan melempar Jumrah.

Semua penjelasan itu sekejap melahirkan pertanyaan mendasar: kenapa bisa terjadi pembengkakan jamaah menuju Jamarat? Bukankah setiap rombongan jamaah haji sudah punya jadwal melempar jumlah yang fix? Bukankah jadwal itu telah dirancang sedemikian rupa agar tak terjadi penumpukan yang bisa memicu maut?

Di tengah tak adanya penjelasan yang mendetil dari pihak Kerajaan, narasi seputar apa dan mengapa insiden itu terjadi kemudian memasuki level baru.

Ini utamanya setelah media berbasis Lebanon, Ad-Diyar, menurunkan sebuah laporan, yang menyebutkan penumpukan jamaah dan tragedi saling injak itu akibat ulah rombongan VIP Kerajaan yang memaksa melintas. Gegara kehadiran rombongan itulah, jemaah harus mencari jalan memutar dan ini kemudian memicu penumpukan hingga akhirnya terjadulah horror di pertigaan Jalan 204 dan 233

Pendapat itu, dengan kecepatan yang mencengangkan, kian dibeli banyak kalangan, termasuk banyak media di Indonesia. Pemcicunya antara lain hadirnya sebuah video di YouTube yang mengklaim merekam momen-momen konvoi Keluarga Raja melintas membelah lautan manusia di Mina.

Video, berdura empat menit, memperlihatkan jamaah mematung di sebuah ruas jalan, menunggu  iring-iringin rombongan Kerajaan melintas. Beberapa scene dalam video memperlihatkan iringi-iringan itu memuat barisan tentara

Beberapa news outlet lainnya –tanpa konfirmas — melangkah lebih jauh. Mereka menyebut rombongan yang memaksa melintas di Mina pagi itu adalah rombongan Muhammad bin Salman Al Saud, anak raja, Menteri Pertahanan dan sekaligus Wakil Putra Mahkota.

Tak ada yang bisa memberikan konfimasi kepastian sejauh ini. Namun, sebuah laporan The New York Times yang terbit pada Jumat menguatkan laporan Ad-Diyar. Koran menggambarkan sejumlah jamaah yang hadir di seputaran lokasi kejadian, mempersalahkan tentara Saudi yang menutup jalur keluar di ruas jalan yang telah dipenuhi dengan jamaah. Inilah yang kemudian menyebabkan jamaah membludak dan lalu akhirnya terjadilah insiden saling injak.

Koran, secara khusus, menurunkan keterangan Khaled Saleh, digambarkan sebagai pegawai negeri Saudi, yang bergegas ke lokasi kejadian lepas mendengar teriakan dan raungan sirene. Khaled, kata koran, melihat banyak jamaah bergelimpangan, sebagian tewas dan sebagianmnya terluka. Dari yang selamat, Khaled mendengar insiden itu berawal dari beberapa ruas keluar menuju Jamarat ditutup agar rombongan VIP bisa melintas, katanya

Dari Iran, pimpinan organisasi haji, Said Ohadi, menelorkan cerita senada. Di wawancarai teve pemerintah, dia bilang dua jalur di lokasi kejadian itu ditutup dengan “alasan yang tak diketahui”. “Itulah yang memicu insiden tragis ini,” katanya

Saat pandangan yang kurang lebih senada itu mengeras di benak banyak Muslim, ikut mengeras pula teori lain yang bertolak belakang. Marak dalam posting di media sosial, teori itu pada intinya menuding jamaah Iran lah sebagian biang keonaran dan tragedi saling injak. (Tercatat lebih dari 130 jamaah Iran ikut tewas dalam insiden di Mina). Beberapa akun anonim, khususnya, dengan berbekal pengalaman haji di tahun-tahun sebelumnya, mempersalahkan jamaah Iran yang dianggap gemar bergerak berlawan arah dari arus utama jamaah menuju jamarat. Pandangan serupa, namun lebih konspiratif, menyebut insiden ini sebagian bagian dari rencana besar Iran mengacaukan pelaksanaan haji untuk merusak nama baik Dinasti Al Saud sekaligus membalaskan dendam kelompok revolusioner Asharullah, penguasa de facto Yaman, yang jadi bulan-bulanan invasi udara Saudi dan selusin lebih negara Petro Dolar dalam beberapa bulan terakhir.

* * *

Dari pemeriksaan video dan foto pasca insiden dan keterangan sejumlah jamaah Indonesia yang berada di sekitar lokasi kejadian, Islam Indonesia mendapati sejumlah fakta yang nampaknya luput dari perhatian mereka yang keburu termakan perdebatan siapa yang seharusnya dipersalahkan:

1. Detil gambar yang terekam dalam video yang diklaim sebagai iring-iringin rombongan kerajaan di Mina, menunjukkan objek yang terekam tak merujuk pada Mina, namun pada Arafah. Ini utamanya terlihat pada model tenda di Arafah dan Mina yang berbeda. Tenda dengan atap berbentuk separuh tabung, seperti yang terlihat dalam video, adalah tenda jamaah khas di kawasan Arafah. Sementara itu, berdasarkan foto teranyar kiriman jamaah di Mina, tenda jamaah semuanya beratap lancip. Pagar jalan yang terlihat dalam video juga khas Arafah. Sementara di Mina, pembatasan jalan umumnya dari beton. (Dari jalur informasi lain, Islam Indonesia mengetahui video itu hasil rekaman pada 2012.)

2. Otoritas Saudi memang sempat menutup King Fahd Road, ruas jalan utama yang langsung terhubung ke lantai 3 Jamarat, pada Kamis pagi. Ini berdasarkan dua foto kiriman seorang jamaah haji Indonesia yang menetap di maktab 116, sekitar 10 meter dari mulut jalan 223 yang menghadap ke King Fahd Road. Time stamp dua foto itu menunjukkan foto diambil pada pukul 07:45 waktu Saudi. Menurut jamaah itu, dia dan rombongannya dicegah oleh militer Saudi saat hendak menuju Jamarat via King Fahd Road tanpa penjelasan yang memadai. Militer hanya meminta mereka kembali ke kamp, katanya. Dia juga menggambarkan sekitar satu jam kemudian, pada sekitar pukul sembilan, dia mendengar ambulans meraung dan helicopter terbang rendah. Dia menggambarkan evakuasi baru mereda jelang sore hari. (Keterangan itu sejalan dengan penjelasan seorang jamaah Indonesia yang, seperti dilansir Republika, menyebutkan kalau militer Saudi menutup jalan akses King Fahd Road. Penutupan ini lalu memaksanya mengambil jalan memotong via jalan 223 untuk kemudian sampai ke jalan 204 dan seterusnya menuju Jamarat.)

3. Mengingat fakta otoritas Haji di Mina, via jaringan CCTV yang komprehensif, punya rekaman dan mengetahui secara real time seluruh pergerakan jamaah pada Kamis naas itu, Kerajaan semestinya dengan mudah mengungkap apa yang melatari militer menutup ruas jalan King Fahd, yang kemudian berimbas pada peningkatan volume jamaah haji yang melintas di ruas maut 233. Sekadar catatan, pengelolaan haji di setiap musimnya selalu merujuk pada protokol pelaksaan dan pengamanan jamaah yang komprehensif dan disetujui Raja. Protokol ini, menjadi rujukan seluruh otoritas Saudi yang terlibat dalam pengelolaan haji, mengisyaratkan tak ada pelaksanaan kegiatan yang sifatnya tiba-tiba dan di luar program yang telah ditetapkan.

4. Islam Indonesia juga mendengar banyak cerita miring seputar buruknya pelayanan haji sejak dari Arafah yang kemungkinan berimbas pada kondisi jamaah yang hendak melempar Jumrah. Beberapa jamaah mengabarkan kemacetan panjang yang melelahkan di ruas Arafah-Musdalifah-Mina. Seorang jamaah menggambarkan, dengan menumpang bus, dia dan rombongannya meninggalkan Arafah pada pukul 20.30 dan baru sampai Musdalifah pada pukul tiga subuh. Padahal jarak dua lokasi hanya terpaut sekitar 10 kilometer. Dari Musdalifa ke Mina, masih dengan naik bus, perjalanan dari pukul 3:30 dini hari dan baru sampai di Mina pada 6:30 pagi meski jarak hanya terpaut lima kilometer. Seorang jamaah yang berjalan kaki dari Musdalifah lepas Fajar hinga ke Mina menuturkan kondisi “memprihatinkan” sepanjang jalan. Dia menyebut, minimnya suplai air untuk pejalan kaki. Saat jamaah masuk Mina sekitar pukul sembilan pagi, katanya, suhu sedang meninggi. Situs Direktorat Pertahanan Sipil Saudi merekam suhu tertinggi pada Kamis adalah 41 derajat celcius. Dia menduga, kombinasi semua itu plus penumpukan jamaah di jalan 223 lantaran penutupan King Fahd Road menjadi pemicu utama insiden saling injak.

Dari pemeriksaan foto-foto pasca kejadian, Islam Indonesia mendapati korban banyak bergelimpangan di Jalan 233. Berdasarkan citra satelit di Google Earth, ruas ini panjangnya sekitar 180 meter dengan lebar sekitar 12 meter. Jalanan itu, membelah kamp perkemahan haji, berpagar besi menjulang di sepanjang sisinya. Pagar itulah yang nampaknya membuat sebagian jamaah tak punya kesempatan untuk lepas dari intaian maut pada pagi mematikan itu.

Bagi Basma Attasi, horor kematian jamaah di Mina menyisakan banyak pertanyaan. Dalam sebuah bus saat meninggalkan Mina, Sabtu, dia berjanji ke pemirsa kalau dia bakal menuliskan “catatan khusus” terkait insiden yang masih berselimut misteri itu.

RR/IslamIndonesia Foto: FL untuk Islam Indonesia.

One response to “KHAS – Mina: Horor ‘Layanan Kelas Dunia’ (2)”

  1. Bejo says:

    Hebat tulisannya, nggak kalah sama media mainstream

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *