Satu Islam Untuk Semua

Friday, 25 September 2015

KHAS – Mina: Horor ‘Layanan Kelas Dunia’ (1)


CATATAN: Tragedi Mina lagi-lagi terjadi meski jumlah jamaah haji menyusut drastis tahun ini. Betulkah kali ini Saudi lalai dan teledor? Redaksi IslamIndonesia menuliskannya dalam dua tulisan bersambung.

LEPAS insiden crane ambruk di Masjidil Haram, yang menewaskan sedikitnya 107 orang jamaah haji dan melukai 300 orang lainnya pada 11 September, otoritas di Arab Saudi menerapkan apa yang dikenal di dunia humas sebagai ‘damage control‘. Tak tanggung-tanggung, Raja Salman bin Abdulaziz Al Saud sendiri yang datang ke lokasi kejadian. Dia memeriksa bangunan masjid yang tumbang, membesuk korban di rumah sakit, termasuk beberapa detik masuk dan menyapa jamaah haji Iran di sebuah bangsal rawat inap. Seolah menjawab desakan dan keraguan dunia, dia juga menitahkan investigasi penuh dan berjanji mempublikasikan hasilnya ke publik. Sejalan seiring adalah langkah Kerajaan, via dutabesar di berbagai negara, mengumumkan “uang kerohiman” yang angkanya fantastis untuk setiap korban dan keluarganya.

Bagi Pangeran Khaled Al Faisal, emir Makkah, penasehat Raja, sekaligus pimpinan Komite Haji Pusat, langkah itu adalah “jawaban terbaik” untuk apa yang dia gambarkan sebagai kampanye berbisa yang senantiasa menyasar tekad dan keinginan maju Saudi. “Terlepas dari upaya tak kenal lelah Kerajaan untuk melayani tetamu Allah, Kerajaan senantiasa berhadapan dengan kampanye berbisa yang ingin mengecilkan semua usaha itu,” katanya. Dia berpendapat ada pihak yang sengaja ingin merusak citra Kerajaan via publikasi yang intensif atas musibah.

Riyadh memang sedang peka dan nampaknya menyadari gerak mata dunia tertuju pada setiap langkah kerajaan. Bukan rahasia lagi, haji kali ini adalah kesempatan langka bagi dunia luar, baik kawan maupun lawan, untuk menakar kekuatan riil Riyadh. Untuk pertama kali dalam sejarah Dinasti Al Saud, Riyadh harus mengerahkan banyak dari kemampuannya untuk memastikan kenyamanan jamaah haji, sebuah pekerjaan kolosal tahunan, dan sekaligus menjaga ritme peperangan atas tetangganya yang paling miskin: Yaman. Inilah kali pertama dalam sejarah Muslimin, penguasa dua kota suci Makkah dan Madinah menyediakan air dan makanan yang berlimpah untuk jamaah haji dan, di saat yang sama, menjatuhkan bom dan rudal di Yaman.

Bagaimana Riyadh memainkan dua tarian kolosal yang sepertinya saling menikam itu? Bisakah Al Saud mempertahankan statusnya sebagai penjaga Makkah dan Madinah di tengah keresahan jamaah haji dari berbagai negara yang gelisah dengan invasi berdarah Saudi di Yaman? Ini termasuk pertanyaan yang menggelayut di benak banyak diplomat asing yang mengamati langkah Saudi saat musim haji masuk.

Masuk hitungan pekan lepas 11 September, saat prosesi haji mendekati akhir dan jamaah telah menyemut di Mina untuk ritual melempar Jumrah, para pejabat senior kerajaan menganggap yang terburuk telah berlalu, atau setidaknya begitulah menurut mereka.

Di Makkah, Pangeran Khaled tak lupa mengucapkan selamat atas jamaah haji yang sukses merampungkan wukuf di Arafah sehari sebelumnya. Berbicara pada kru reporter, dia lagi-lagi mengingatkan media untuk tidak termakan kampanye negatif yang, menurutnya, ingin mengecilkan segala arti kerja keras kerajaan dalam melayani jamaah haji.

* * *

Wukuf di Arafah, padang rata di luar Mina tempat Nabi Muhammad (saw) menyampaikan khutbah terakhirnya 14 abad silam, adalah bagian terpenting dari seluruh ritual haji. Bagi otoritas Saudi, ini momen pas mementaskan pelayanan haji “kelas dunia” yang sempat diragukan sebagian kalangan lepas insiden crane patah dua pekan sebelumnya.
Media Saudi melaporkan Putra Mahkota, Pangeran Muhammad bin Naif, terbang langsung Mina untuk mengawasi kerja komite haji. Hari itu, menurut Saudi Gazette, Komite mengerahkan ribuan tentara untuk membentuk rantai-manusia di seluruh jalur menuju Arafah. Tujuannya: mengendalikan arus 1,4 juta jamaah, termasuk 200.000 orang jamaah warga Saudi, menuju Arafah.

Di sepanjang rute menuju Arafah, relawan yang jumlahnya ribuan membagikan kotak makanan dan air minum dingin. Jamaah juga sedikit lega lantaran tersedianya water sprinkles yang meredakan suhu wilayah yang menyengat. Laporan menyebutkan Saudi juga menyediakan 17.700 bus dan kereta Mashaer yang sanggup mengangkut 370.000 penumpang dari Mina dan Makkah menuju Arafah.
Bagi jamaah yang memilih berjalan kaki, Saudi memastikan seluruh ruas jalanan diterangi dengan lampu berteknologi LED. Di udara, Saudi menerapkan air reconnaissance yang melibatkan sedikitnya 18 helikopter.

Masih di Rabu yang sama, Raja Salman ikut terjun ke Mina untuk memantau langsung pelaksanaan haji, khususnya memonitor kualitas pelayanan dan kenyamanan jamaah, kata kantor berita resmi Saudi Press Agency.

Sore harinya semua bernafas lega. Wukuf sukses besar tanpa ada kendala berarti. Kecuali satu insiden sekitar 200 orang jamaah yang pingsan di stasiun kereta Mina setelah kelelahan dan letih menunggu kereta yang salah satu pintunya sempat tak bisa terbuka. Tapi secara keseluhan wukuf memperlihatkan kualitas “layanan haji kelas dunia” yang kerap dibanggakan Riyadh.

Lepas senja pada Rabu itu, jamaah mulai bergerak menuju Musdalifah. Di sana, mereka bakal mengumpulkan bebatuan untuk prosesi lempar jumrah esok harinya. Tak ada yang menyangka, dalam hitungan setelahnya, saat Raja Salman masih larut dalam suasana Idul Adha, jalanan Mina bakal memerah darah dan menjadi saksi horor kematian lebih 700 orang jamaah. Mina, kota kecil di luar Makkah yang menggeliat sekali dalam setahun, untuk kali kesekian bakal menjadi altar kematian jamaah haji yang saling injak dalam perjalanan menuju Jamarat. Kamis pagi itu bakal menandai episode baru pada tragedi yang telah berulang tujuh kali dalam 25 tahun dan menewaskan sekurang-kurangnya 2.000 orang Muslimin. …Bersambung.

RR/IslamIndonesia  Foto: Al Jazeera

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *