Satu Islam Untuk Semua

Friday, 09 September 2016

KHAS–Cak Nun dan Noe ‘Letto’ Bicara Makna Sufistik Lagu ‘Sebelum Cahaya’


IslamIndonesia.id – Cak Nun dan Noe ‘Letto’, Bicara Makna Sufistik Lagu ‘Sebelum Cahaya’

 

Benarkan lirik lagu ‘Sebelum Cahaya’ menggambarkan percakapan Tuhan dengan kekasih-Nya; Muhammad Saw? Vokalis Letto yang juga penulis lirik lagu, Noe mengatakan, ‘Sebelum Cahaya’ mencerminkan kondisi dimana Tuhan memberi tahu manusia bahwa utusan-Nya kanjeng Nabi Muhammad – sebagai manusia paripurna – tidak akan pernah sendiri. Tuhan akan senantiasa menemaninya, bagaimanapun beban yang ia hadapi dalam mengemban risalah selama di dunia ini.

Seperti diketahui, misi Ilahi berupa Islam ‘rahmatan lil alamin’ yang disampaikan oleh kanjeng Nabi di tengah-tengah masyarakat ‘Jahiliah’ membuat anak yatim-piatu itu dituding gila, penyihir, sesat, hingga darahnya, – oleh pembesar Quraish pada masa itu -, halal ditumpahkan. Di bawah tekanan rezim Quraish, cercaan mayoritas warga Makkah, Kanjeng Nabi – bersama segelintir yang beriman – berjuang mulai dari sembunyi-sembunyi hingga periode terang-terangan dan akhirnya berhasil hijrah ke Madinah dengan selamat. Meski demikian, Muhammad harus rela kehilangan dua tokoh – pamannya Abu Thalib dan istri tercinta Khadijah -, yang paling setia mendampingi dan membelanya selama berhadapan dengan rezim penguasa Makkah.

(Baca juga: Serial Sejarah – Mengenal Khadijah Al Kubra)

“Kalau Anda sedikit saja mau mendengarkan, membuka mata, dan menenangkan hati, (makna) syair (lagu) itu akan terdengar di telingamu,” kata putra budayawan kondang Emha Ainun Najib itu sembari menyinggung pesan di balik lirik, “Ingatkah engkau kepada…, embun pagi yang bersahaja…, yang menemanimu sebelum cahaya, …”

Kata ‘cahaya’ dalam album ‘Don’t Make Me Sad’ ini bukan sekedar makna pada umumnya. Cahaya, kata Noe, ialah manifestasi dari ‘keber-Ada-an’. Apapun yang ada di dunia puncaknya adalah cahaya dimana ia tidak perlu sebab untuk ada.

“Ia adalah akibat sekaligus sebab keberadaanya sendiri,” katanya.

Jebolan Fisika dari Alberta University Kanada ini mengatakan, jika ombak perlu air untuk menjadi ombak, listrik memerlukan penghantar untuk menjadi listrik, maka cahaya tidak perlu medium untuk menjadi cahaya.

“Cahaya untuk menjadi cahaya tidak membutuhkan apapun,” kata seniman yang bernama asli Sabrang Mowo Damar Panuluh ini.

Cahaya adalah cahaya itu sendiri, sedemikian sehingga sesuatu yang sampai pada kecepatan cahaya, tidak bisa menjadi apa-apa kecuali cahaya itu sendiri. Dan pada level tertentu, cahaya tidak mengalami waktu, tidak mengalami ruang, di saat yang sama, cahaya membuat segala sesuatu tampak jelas dan nyata di mata manusia.

Jadi “Sebelum Cahaya”, artinya sebelum itu semua terjadi, Tuhan telah menyiapkan “Angin yang berhembus mesra, embun pagi yang bersahaja”.  Sehingga, kekasih-Nya yang tercinta – Muhammad Saw – dijamin tidak akan pernah sendiri meski seandainya semua orang mengucilkannya. Karena Dia – dengan segala pancaran manifestasi-Nya –  senantiasa ada menemaninya di mana pun ia berada.

Cak Nun menambahkan bahwa level cahaya yang tak mengalami ruang, waktu, namun menjadikan segala sesuatu tampak jelas keberadaannya itu ialah simbol dari Sang Pencipta. Sedemikian, ke mana pun manusia itu menghadap, di situlah wajah Tuhan. Dalam kajian Fisika dikatakan, semakin terang cahaya itu semakin sulit untuk dilihat.

“Makanya, tidak dikatakan Allah itu mencahayai, tapi Allah ialah Cahaya itu sendiri,” katanya sembari menjelaskan  ayat Al-Qur’an “cahaya di atas cahaya”.

“Nurun ‘ala nur” (cahaya di atas cahaya), lanjut Cak Nun, diterjemahkan oleh manusia Jawa menjadi nurani, atau biasa disebut hati nurani. Nurani berasal dari kata “nuroni” atau dalam bahasa Arab berarti “dua cahaya” yang sejatinya menunjukkan kebertingkatan cahaya yang tak terbatas sekaligus ketunggalannya.

(Baca juga: Cak Nun: Al-Qur’an Telah Ada Sebelum  Nabi Muhammad)

Diskusi intelektual dan tasawuf “Mocopat Syafaat” malam itu di Bantul (17/8), berlangsung dinamis dengan sejumlah tanggapan dan pertanyaan dari hadirin. Sejauh pantauan IslamIndonesia, selain kajian ‘berat’ bersama Intelektual Muslim Cak Nun, hadirin juga disuguhkan sejumlah lagu pilihan dari Letto, namun dalam tampilan yang berbeda. Di antaranya,  Noe menyanyikannya dengan arransment dangdut yang berkaloborasi dengan musisi Kiai kanjeng. Ribuan orang yang memadati lokasi diskusi itu pun,- kebanyakan di antaranya berusia muda  -, bertahan hingga usai acara saat menjelang dini hari. []

 

YS/IslamIndonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *