Satu Islam Untuk Semua

Thursday, 13 February 2014

Ketika Nabi Membakar Desa Semut


dibukasaja.blogspot.com

Apa yang terjadi ketika seorang Nabi membakar sebuah desa berpenduduk semut?

 

Dikisahkan, suatu ketika seorang Nabi beserta para sahabatnya mengadakan perjalanan. Namun karena lelah dan cuaca begitu panas menyengat, mereka pun memutuskan untuk singgah sebentar dan berteduh di bawah pohon.

Tak disangka, di sekitar pohon tersebut ternyata merupakan sebuah desa yang berpenduduk semut. Dan, pohon itu tidak lain merupakan sebuah tempat yang berfungsi untuk berlalu lalangnya semut dalam melakukan aktivitas keseharian binatang kecil itu.

Kontan, kedatangan Nabi dan para rombongannya ini mengganggu masyarakat semut tersebut. Al hasil, seekor semut yang kesal pun berinisiatif menggigit salah seorang di antara mereka.

Tanpa pilih, semut akhirnya mendatangi Nabi dan menggigitnya.

Nabi yang kala itu sedang dirundung lelah lagi lapar itu seketika berang. Pemimpin pasukan ini pun seketika mengumpulkan rombongan dan memerintahkan mereka untuk segera menjauhkan barangnya dari pohon. Kemudian dengan tangannya sendiri ia menyulut api dan membasmi sarang semut yang dinilainya mengganggu.

Maka, tak berlangsung lama, semut-semut yang sedang berjalan di desa dan sekelilingnya itu ludes terbakar. Bahkan, saking besarnya kobaran api itu, semut-semut yang berada di lubang pohon pun berhamburan keluar dan berakhir mati.

Melihat aksi Nabi-Nya itu, Allah Swt. seketika menegur, “Wahai Nabiyullah, mengapa hanya karena kamu digigit oleh seekor semut, lalu kamu membinasakan sekelompok umat yang sedang bertasbih kepada-Ku?”

——-

Kisah ini merupakan adaptasi dari hadis Rasul Saw. yang diriwayatkan oleh Muttafaq Alaih (Bukhori dan Muslim) dari Abu Hurairah dalam “Kitabus Salam”, Bab Larangan Membunuh Semut, 4/1759, no. 2241.

Konon, hadis ini muncul sebagai larangan bagi umat Muslim untuk berbuat saling menyakiti kepada sesama makhluk. Bukan hanya pada manusia, tapi juga binatang, tumbuhan, alam, dan sebagainya.

Sebaliknya, Rasul memerintahkan kepada umatnya untuk saling menjaga. Kalau pun ada salah satu yang tersakiti, maka melalui hadis ini dinyatakan bahwa, tindaklah sesuai keadilan. Artinya, jika satu makhluk yang berbuat dzalim dan mesti dihukum, maka semestinya yang dihukum hanyalah yang berbuat dzalim (dalam hal ini seekor semut, bukan membinasakan seluruh umat/desa semut keseluruhan).

Semut adalah umat ciptaan Allah. Mereka bertasbih dan mensucikan Allah seperti hewan-hewan yang lain, “Dan tidak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka.” (Qs. Al-Isra: 44).

Hadis ini juga menyampaikan bahwa semut atau binatang lain merupakan sebuah umat seperti layaknya manusia, “Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya melainkan umat-umat juga seperti kamu.” (Qs. Al-An’am: 38)

Membunuh semut pun Allah melarangnya, dan bahkan langsung menegur utusan-Nya. Lantas bagaimana jika kita merasa benar (yang belum tentu benar) dan kemudian membunuh manusia—yang sudah jelas dianggap sebagai sebaik-baik makhluk (yang mungkin lebih baik dan mulia di mata Allah)?

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *