Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 28 May 2017

Kepada Sesepuh Desa, Santri di Pesantren ini Belajar Budi Pekerti


islamindonesia.id – Kepada Sesepuh Desa, Santri di Pesantren ini Belajar Budi Pekerti

 

Momentum Ramadan ini tidak hanya dimanfaatkan untuk membaca dan menghafal Al-Qur’an. Namun, para santri pondok pesantren Al Bi’tsah Hanacaraka, Desa Purwosari, Wonogiri juga memanfaatkannya untuk memperdalam budi pekerti dan unggah-ungguh (tata krama) terhadap orang tua, guru, dan orang lain di sekitarnya.

Mereka mempelajari, di antaranya bagaimana cara menghormati guru, menghargai orang tua, bertutur kata dan bertingkah laku baik seperti halnya unggah-ungguh yang tertanam dalam budaya Jawa. Bahkan, mereka juga datang ke beberapa sesepuh desa yang mahir dalam hal bahasa Jawa dan tata krama untuk menimba ilmu.

Setelah itu, para santri juga mempraktikkan pelajaran tata krama dan budi pekerti itu di pesantren. Antara lain memeragakan cara memberi salam ketika datang dan berjumpa orang lain. Mereka pun mempelajari bagaimana berbahasa krama kepada orang tua dan guru.

Ahans Mahabie, ketua Yayasan Al Bi’tsah Hanacaraka mengatakan, pelajaran mengenai akhlak tersebut diberikan kepada santri, terutama yang telah duduk di bangku SMP atau santri Madrasah Diniyah Mustha. Pelajaran akhlak itu diberikan setiap Sabtu dan Minggu. Pembinaan akhlak berpedoman pada kitab Ta’limul Muta’alim.

Menurutnya, pembinaan etika dan budi pekerti sangat perlu ditanamkan karena sekarang banyak anak muda yang kehilangan tata krama. “Sekarang banyak yang kehilangan itu (tata krama) sehingga guru seakan tidak ada harganya. Ternyata banyak orang tua yang setuju dengan pelajaran itu,” ujarnya.

Dalam beberapa kesempatan, para santri akan diajak mengunjungi sesepuh desa yang mahir dalam berbahasa Jawa dan tata krama. “Kami meminta diajari bagaimana bertata krama dan bertutur kata yang baik, sehingga orang di sekitar kita merasa diuwongke,” ujarnya.

Menurutnya, unggah-ungguh atau tata krama Jawa tersebut sebenarnya sangat Islami. Pasalnya, agama Islam juga banyak mengajarkan bagaimana cara menghormati orang tua dan guru, serta menghargai orang lain. Pendidikan seperti itu tidak bisa lepas dari peran orang tua yang sangat menentukan dalam pembentukan karakter anak. “Al-ummu madrasatul ula, Ibu adalah sekolah pertama,” terangnya.

Pelajaran mengenai tata krama itu juga dipraktikkan ketika tim dari Kementerian Agama (Kemenag) Kanwil Provinsi Jawa Tengah berkunjung ke pesantren, beberapa pekan lalu. Para santri memberi salam kemudian mencium tangan guru dan orang yang lebih tua sebagai bentuk penghormatan kepada mereka.

Tak hanya sampai disitu, para santri juga dibekali pelajaran lain, antara lain Tahsin Qur’an (perbaikan bacaan Al-Qur’an) dengan kitab Taisirul Quran fii Tajwidil Quran, Hadis dengan kitab Bulughul Maram, Fiqih dengan kitab Safinatun Najah, Tarikh (sejarah peradaban Islam) dengan kitab Khulasah Nurul Yakin, dan Bahasa Arab dengan kitab Durusul Lughah.

Pihaknya juga mengajarkan berbagai kesenian. Antara lain seni hadrah, karawitan, pedalangan, seni tari, dan musik etnik kolaborasi. Dengan demikian, selain kaya ilmu agama, para santri juga diharapkan mampu melestarikan budaya.

 

EH / Islam Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *