Satu Islam Untuk Semua

Monday, 04 June 2012

Kembangkan Kemajemukan Indonesia Jadi Potensi


YOGYAKARTA–  Kemajemukan Indonesia harus dikembangkan menjadi potensi bangsa agar tidak menjadi masalah sosial yang dapat mendorong perpecahan, kata pakar filsafat dari Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Achmad Charris Zubair.

“Keinginan bersama untuk tetap menghargai perbedaan dan memahaminya sebagai realitas kehidupan dapat menjadi potensi kesadaran etika pluralisme dan multikulturalisme di Indonesia,” katanya di Akademi Angkatan Udara (AAU) Yogyakarta, Sabtu (2/6).

Pada seminar “Konsep Pertahanan Negara Kepulauan dalam Menghadapi Peperangan Asimetris”, ia mengatakan, hal itu dapat membentuk kebudayaan Indonesia masa depan yang bertumpu pada kesadaran terhadap kemajemukan Bangsa Indonesia.

“Di Indonesia terdapat 358 suku bangsa dan 200 subsuku bangsa. Selain itu, terdapat beberapa agama yang diakui pemerintah dan dipeluk oleh penduduk Indonesia, seperti Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha,” katanya.

Ia mengatakan, Indonesia sejak permulaan sejarahnya telah bercorak majemuk. Oleh karena itu, semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu, tepat untuk menggambarkan realitas keindonesiaan.

Ungkapan itu, kata dia, mengisyaratkan kemauan yang kuat, baik di kalangan para pendiri negara, pemimpin maupun rakyat untuk mencapai suatu bangsa dan negara Indonesia yang bersatu.

“Meskipun terdapat unsur-unsur yang berbeda, kemauan untuk mempersatukan bangsa mengatasi kemajemukan itu tanpa menghapuskan atau mengingkarinya sangat besar,” kata dosen Fakultas Filsafat UGM itu.

Oleh karena itu, menurut dia, generasi muda perlu dikenalkan dengan realitas Bangsa Indonesia yang bersifat majemuk, dibekali dengan landasan sikap dan perilaku yang menghormati kemajemukan dan perbedaan.

“Nasionalisme di masa depan tidak lagi didasarkan atas kesamaan, melainkan juga atas pemahaman dan penghargaan atas perbedaan,” katanya.

Ia mengatakan, pendidikan nilai sudah seharusnya memiliki konsep yang membangun kesadaran subjek didik untuk mengembangkan secara optimal potensi yang dimiliki, baik sebagai individu maupun potensi sosial bangsa.

“Pendidikan nasionalisme yang menekankan kebanggaan atas potensi bangsa, yang tidak harus diukur berdasarkan bangsa lain, perlu dikembangkan untuk mengantisipasi era global dan kosmopolitanisme,” katanya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *