Satu Islam Untuk Semua

Sunday, 27 May 2012

Kang Din berjuang total untuk petani


Jakarta– Tak ada seorang pun yang meragukan dedikasi Ahmad Bahruddin kepada petani.  Dedikasi total ini pula yang mengantarkannya memenangkan Maarif Award 2012.

Pembawaannya santai, menghilangkan kesan bahwa pria yang selalu berbatik dan rambut terikat yang mulai beruban itu sesungguhnya adalah pahlawan bagi ribuan petani di Salatiga dan sekitarnya.

Kang Din, sapaan akrabnya, adalah pendiri Serikat Paguyuban Petani Qoryah Thayyibah (SPPQT) yang anggotanya sudah 16.348 petani Salatiga, Magelang, dan Kabupaten Semarang.

Melalui SPPQT, Kang Din melatih petani bagaimana mengolah lahan dan menghasilkan produk pertanian yang bisa meningkatkan taraf hidup mereka.

Dan walaupun terkesan komunitas Islam, SPPQT tak membedakan anggotanya dari agama yang dipeluknya. 

Kini pun SPPQT diketuai seorang perempuan beragama Kristen.

Tetapi langkah Bahruddin dalam memajukan desa tidaklah mudah, apalagi listrik belum mengaliri daerah  ini.

Bersama-sama warga, Kang Din lalu mendirikan pembangkit listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Kebumen, Banyubiru, dan Semarang.  Kapasitas dayanya 170 KVA.

Baru-baru ini Menteri BUMN Dahlan Iskan meresmikan PLTMH ini. Tidak itu saja, PLN membeli pembangkit listrik ini agar daerah-daerah lain teraliri listrik.

“Desa jadi daulat energi dan punya posisi tawar dengan pusat,” kata dia.

Di samping oleh PLTMH, rumah-rumah warga juga diterangi enegri biogas dari kotoran sapi.

Alhasil, nadi kehidupan petani Salatiga pun berdenyut kencang.

Listrik pula yang membuat petani sekitar situ bisa belajar dari internet, termasuk bagaimana mengembangkan produk pertanian mereka.

Salah satu produk unggulan petani Qoryah Tayyibah adalah pupuk cair organik dan beras organik. Produk ini laku jual dan menjadi pendapatan petani ketika hasil panen tak sesuai harapan.

Tentu saja, prakarsa seorang pelopor seperti Ahmad Baharuddin dan antusiasme seperti ditunjukkan petani-petani Salatiga ini semestinya sebangun dengan respons sistem kebijakan. Mereka wajib didorong.

Kita menunggu negara memberikan hak-hak petani sehingga petani tidak khawatir lagi ketika terjadi gagal panen,” kata dia pada malam penganugerahan Maarif Award di Jakarta, Sabtu malam.

Pantas menang

Tidak hanya memberdayakan petani, Bahruddin juga mendirikan Kelompok Belajar Qoryah Tayyibah (KBQT). Pesertanya siswa-siswa di desanya.

Kepedulian ini muncul manakala Bahruddin mengetahui beberapa warga mengeluhkan biaya sekolah yang mahal kepadanya.

Tujuan kelompok belajar ini sendiri adalah mengembangkan potensi siswa seluas-luasnya tanpa membatasi kreasinya. Tentu saja semua ini tak keluar dari standar-standar yang ditetapkan negara.

“Adalah jahat jika negara mengevaluasi anak-anak Indonesia sebagai anak yang pintar bodoh, berakhlak baik dan buruk, serta lulus tidak lulus melalui ujian nasional,” kata Bahruddin agak keras.

Tak heran pula jika komunitas belajar dirian Bahruddin ini sukses melahirkan komikus-komikus baru, penulis karya ilmiah, pemusik, sineas, dan wirausahawan muda. 

Salah satu contoh menarik dari kesuksesan komunitas ini adalah lahirnya seorang talenta muda berusia delapan tahun yang bisa membuat komik yang begitu bagus.

“Untung dia belajar di Komunitas Belajar Qoryah Tayyibah karena kita dukung dan fasilitasi apa kebutuhannya sesuai basis kecerdasannya,” kata dia.

Bahruddin lalu meminta pemerintah untuk memikir ulang gagasan menggunakan Ujian Nasional sebagai standar belajar siswa di Indonesia karena ini hanya membatasi kreasi dan imajinasi siswa.

Komunitas petani, pembangkit listrik, dan kelompok belajar yang didirikan Bahruddin ini sudah 12 tahun eksis.

Semua inovasinya mengakar dalam masyarakat Salatiga. Komunitas ini jelas bukan komunitas dadakan yang sirna begitu penghargaan didapat.

Maka, ketika Maarif Institute menganugerahi Ahmad Bahruddin dengan Maarif Award Sabtu malam tadi, itu memang sudah sepantasnya. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *