Satu Islam Untuk Semua

Monday, 06 March 2017

KAJIAN – Tasawuf Sebagai Penghayatan atas Kehambaan (Bagian-1)


Islamindonesia.id – KAJIAN – Tasawuf Sebagai Penghayatan atas Kehambaan (Bagian-1)

 

Salah satu persoalan yang senantiasan menghantui pikiran dan perasaan manusia adalah tujuan penciptaan alam semesta, termasuk di dalamya tujuan penciptaan manusia. Konon, persoalan ini pula yang mula-mula melahirkan filsafat dan cara berpikir filosofis dalam pentas sejarah manusia.

Terhadap persoalan ini, berbagai aliran menawarkan jawaban yang berbeda-beda, sesuai dengan dasar pijakannya masing-masing. Kaum materialis, dengan berbagai kembangan dan turunannya, merumuskan tujuan penciptaan alam dalam batasan ruang dan waktu.

Bagi mereka, sebagaimana alam semesta ini terbatas pada apa yang terindra dan terukur, demikian pula dengan tujuan penciptaannya. Kebahagiaan, kesejahteraan, kekayaan, dan keberhasilan, semuanya terkait dengan konteks now-and-here. 

Hal-hal di luar itu dianggap nonsens, tidak bermakna atau setidaknya tidak dapat diungkapkan. Para ilmuwan dan pemikir yang menyangkal kehadiran wilayah imaterial Ilahi di alam semesta cenderung untuk terpesona oleh gagasan penciptaan alam secara kebetulan.

Bertolak dari pandangan tersebut, sejumlah pertanyaan sulit muncul: Mengapa ada alam semesta? Mengapa alam semesta seperti ini? Mengapa benda-benda berbentuk demikian? Menghadapi berbagai pertanyaan itu, seorang materialis akan merasakan keresahan eksistensial yang mendalam. Dan pada gilirannya ia akan tergiring untuk memilih jalan hidup yang absurdis dan nihilis.

Mengutip ungkapan Ian Barbour, “Tidaklah mengejutkan bahwa beberapa saintis dan filosof yang terkesan dengan peran kebetulan (dalam penciptaan alam semesta) mengarak ke penolakan terhadap teisme (kepercayaan kepada Tuhan). Mereka memandang kehidupan sebagai hasil kebetulan, dan mereka berasumsi bahwa kebetulan dan teisme tidak dapat dipertemukan.

Sementara respons terhadap desain Ilahi (dalam pandangan kaum yang bertuhan) adalah berupa syukur dan terima kasih, respon terhadap kebetulan adalah perasaan berupa kesia-siaan dan keterasingan kosmik.

Seolah membenarkan perkataan Barbour, Richard Dawkins, seorang ilmuwan materialis yang mengarang buku berjudul River out of Eden, menulis, “Dalam alam semesta yang buta terhadap gaya fisika dan replika genetis, sebagian orang sengsara, dan sebagian lain bahagia. Anda tidak sulit menemukan irama atau nalar atas fakta ini. Tidak ada keadilan.

Alam semesta yang kita amati benar-benar mempunyai sifat-sifat yang mencerminkan tanpa desain, tanpa tujuan, tanpa kejahatan, dan tanpa kebaikan. Tidak ada watak yang lain kecuali tak peduli, buta, dan tak berperasaan … DNA tidak peduli. Begitulah DNA. Dan kita menari mengikuti musiknya.

Berbeda dengan itu, kalangan bertuhan (teist) menyakini adanya tujuan umum yang terkait dengan penciptaan segala sesuatu dan tujuan khusus yang terkait dengan tiap-tiap ciptaan. Tujuan umum penciptaan ialah pemaparan dan pengungkapan faydh (pancaran sinar) Ilahi, sedangkan tujuan khususnya ialah penyempurnaan yang sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Dalam surat Ali ‘Imran ayat 191, orang-orang yang bertuhan menyatakan: Segala puji bagi-Mu, wahai Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia.

Menurut pandangan kaum bertuhan, alam raya di ciptakan oleh dan didasarkan pada al-Haqq. Secara bahasa, al-haqq berarti tsabat (kekukuhan dan keteguhan). Secara istilah, pengertian al-haqq tetap mengungkapkan hakikat kekukuhan dan keteguhan. Berikut beberapa pengertian al-haqq tataguna bahasa Arab:

-Dalam kaitan dengan Allah SWT, al-Haqq berarti Wujud yang Niscaya-ada.

-Dalam kaitan dengan kepercayaan, al-haqq berarti kepercayaan yang lurus dan benar, lawan dari kepercayaan yang batil dan menyimpang.

-Dalam kaitan dengan perkataan, al-haqq berarti kejujuran yang sesuai dengan kenyataan.

-Dalam kaitan dengan tindakan, al-haqq berarti tindakan yang bernilai dan bertujuan bijaksana, dan

-Adakalanya al-haqq digunakan dalam arti hak konvensional (right), seperti dalam konteks hak azasi manusia, hak milik, hak guna, hak pakai, hak rakyat atas penguasa dan sebagainya. Semua hak konvensional hanya ada dalam ruang sosial manusia.

Lawan dari kata al-haqq dalam pengertian keempat ialah ‘abats (kesia-siaan). Sehubungan dengan itu Allah SWT berfirman: Apakah kalian menyangka bahwa Kami menciptakan kalian secara sia-sia (‘abatsan) dan bahwa kalian tidak akan kembali kepada Kami. (QS. al-Mukminun: 115).

Bersambung …

 

YS/MK/islamindonesia

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *